KATA
PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seruan alam yang selalu melimpahkan
petunjuk, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Model konsiderasi”.
Penulisan
makalah ini bertujuan dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Strategi
Belajran Mengajar Fisika dan menambah pengetahuan serta wawasan dalam bidang
pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan pembelajaran. Selama proses
penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali kesulitan-kesulitan yang
penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun dalam merangkai kata demi
kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak pernah menyerah serta kerja sama
yang baik dari kelompok, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi
penulisan, penyusunan kata demi kata maupun dalam penyusunan bahasa. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk memberi sumbangan
pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun
yang akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini
dimasa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
.....……………………………………….…….................i
DAFTAR ISI …….................................................................................................ii
BAB 1
PENDAHULUN........................................................................................1
1.1. Latar
Belakang................................................................................................1
1.2.
Tujuan.............................................................................................................2
BAB II LITERATUR
…...........……..………………………………..................3
2.1
Kajian
Teoritik.................................................................................................3
2.1.1
pengertian
dari model pembelajaran model konsiderasi................3
2.1.2
pengaruh
model Pembelajaran model konsiderasi..........................5
2.1.3
kelebihan
dan kekurangan dari Pembelajaran model
konsiderasi......................................................................................5
2.1.4
Implementasi
Pembelajaran model konsiderasi.............................6
2.1.5
Proses
Pembentukan sikap Pembelajaran model
konsiderasi.....................................................................................11
2.1.6
Model
pembelajaran dari model konsiderasi................................12
2.2 Kajian Kritis....................................................................................................16
BAB III
PENUTUP..............................................................................................22
3.1
Kesimpulan.....................................................................................................22
3.2
Saran...............................................................................................................22
Daftar
Pustaka.......................................................................................................23
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam undang – undang No. 20 Tahun
2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada orang yang beranggapan bahwa
sikap bukan untuk diajarkan, seperti halnya matematika, fisika, ilmu sosial,
dan lain sebagainya, akan tetapi untuk dibentuk. Oleh karena itu, yang lebih
tepat untuk bidang afektif bukanlah istilah pengajaran,
namun pendidikan. Namun,
oleh karena strategi pembelajaran yang dibicarakan dalam naskah ini diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga
dimensi yang lainnya, yaitu sikap dan keterampilan, melalui proses pembelajaran
yang menekankan kepada aktivitas siswa sebagai subjek belajar. Strategi
pembelajaran afektif memang beda dengan strategi pembelajaran kognitif dan
keterampilan.
Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batasan tertentu
memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya
untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan
ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk
dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses
pembelajaran yang dilakukan guru disekolah.
Kita tak bisa menyimpulkan bahwa
sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan
santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang
dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar. Secara
konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang
sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun
kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih
banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Maka dari
permasalahan tersebut kami membuat makalah yang berjudul model Pembelajaran
Behavioral system (Model Konsiderasi)
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.
Mengetahui
pengertian dari model pembelajaran
2.
Mengetahui pengaruh model
Pembelajaran model konsiderasi
3.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan
dari Pembelajaran model konsiderasi
4.
Mengetahui Implementasi Pembelajaran model
konsiderasi
5.
Mengetahui Proses
Pembentukan sikap Pembelajaran model konsiderasi
6.
Mengetahui
Model Pembelajaran dari model konsiderasi
BAB
II
LITELATUR
2.1
Kajian Teoritik
2.1.1.
Pengertian Model Pembelajaran konsiderasi
Model Pembelajaran adalah atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran
dikelas. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk
mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model
pemebelajaran adalah pola interaksi peserta didik dengan guru didalam kelas yang
menyangkut pendekatan, startegi, dan metode, teknik pembelajaran. Dalam suatu
model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru,
tapi menyangkut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan peserta didik,
serta sistem penunjang yang diisyaratkan (Himawan P et al, 2018: 3)
Model
pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar.
Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan,
teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau
teori-teori lain. Model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang
dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. Mosel tersebut merupakan pola
umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan
(Rusman,2017: 244)
Model
Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul menganggap bahwa
pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran
moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan
sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah
bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan saling menerima
dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan
kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian
(Prianggita,2016:73).
Model
ini berupaya membebaskan individu dari sifat destruktif yang mungkin tersamar dalam
bentuk kecintaan pada diri sendiri (suka mementingkan diri sendiri atau kelompoknya
sendiri tanpa mau tahu bahwa diluar juga ada kelompok lain). Sehingga tercipta
pribadi yang memiliki kepedulian atau perhatian pada orang lain atas dasar
cinta kasih dan saling menghormati. Model ini didasarkan atas hasil McPhail
yang dilakukan terhadap 800 siswa pria dan wanita yang berusia 13 - 18 tahun
tentang perlakuan baik dan perlakuan tidak baik yang dilakukan orang dewasa
terhadap dirinya. Dan riset yang dilakukannya, McPhail menginterpretasikan
bahwa kelakuan yang baik adalah kelakuan yang memperlihatkan kepedulian
terhadap kebutuhan, perasaan dan perhatian orang lain. McPhail berpendapat
bahwa sekolah terlalu membebani siswa dengan penumpukan dan pemanipulasian
informasi serta terlalu sedikit memberi perhatian pada kemampuan memecahkan
persoalan sekitar identitas pribadi dan hubungan sosial (Salim, 2010 : 51).
Manusia
seringkali egoistis, lebih memperhatikan mementingkan dan sibuk mengurusi
dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi siswa didorong untuk
lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul,
berkerja sama dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Langkah-langkah
pembelajaran konsiderasi antara lain: (a) menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konsiderasi, (b) meminta siswa menganalisis situasi dan menemukan
isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan
kepentingan orang lain, (c) siswa menuliskan responnya masing-masing, (d) siswa
menganalisis respon siswa lain, (e) mengajak siswa melihat konsekuensi dari
tiap tindakannya, (f) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri (Fauzi, 2017 : 61).
Menurut Armadani et al (2017 : 1586) Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
Consideration Learning Model the moral formation is not the same as the development of rational cognition. Moral learning student thinks is not the intellectual development of personality formation. Humans often selfish, more caring, concerned and busy taking care of him. Fundamental human needs are to get along in harmony with others, give and accept each other with love and affection. Therefore, this model emphasizes the learning strategies that can shape the personality. The goal is for students to become human beings who have a concern for others so that they can get along, work together, live in harmony with others, and be able to feel what the other
2.1.2 Pengaruh
model pembelajaran model konsiderasi
Setelah
diterapkannya model konsiderasi, keenam sampel penelitian menunjukan perubahan
perilaku kearah postif, yakni anak sudah mulai memanggil atau menyapa teman dengan
nama panggilan yang sopan, mau meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan,
mengucapkan terimakasih ketika diberi pertolongan, datang tepat waktu, mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru, mulai menunjukkan kerja sama dalam kelompok, menyepakati
ketentuan yang telah disepakati bersama, dan memakai seragam. Secara
keseluruhan, anak dengan hambatan emosi dan perilaku yang menjadi sampel penelitian
mengalami peningkatan dalam keterampilan sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui
pembelajaran konsiderasi (Yulida et al, 2018 : 20-21)
2.1.3 kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran
model konsiderasi
Menurut kadir (2015:147) Kelebihan
dan kekurangan dari pembelajaran model konsiderasi sebagai berikut :
1. Kelebihan
a.
Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban
Bangsa yang bermatabat.
b.
Mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai dan sikap.
c.
Menjadi sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d.
Peserta didik akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik,
mana yang halal dan yang tidak halal.
e.
Peserta didik akan mengetahui hal yang berguna atau berharga (sikap positif)
dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
f.
Dengan pelaksanaannya strategi pembelajaran sikap akan memperkuat karakter
bangsa indonesia, apalagi apabila diterapkan pada anak sejak dini.
g.
Dengan pelaksanaan pembelajaran sikap peserta didik dapat berperilaku sesuai
dengan pandangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan dengan norma- norma
yang berlaku.
2.
Kekurangan
a. Kurikulum
yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual
(kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa
memperhatikan pembentukan sikap dan moral.
b.
Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan sikap seseorang
2.1.4 Implementasi Pembelajaran
model konsiderasi
Menurut Priangita (2016:73) Implementasi model konsiderasi dapat
dilaksanakan melalui tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
1) Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung masalah/konflik
yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Meminta siswa untuk menganalisis suatu masalah dengan melihat
bukan hanya yang tampak tetapi juga menganalisis permasalahan yang tersirat (perasaan,
kebutuhan, dan kepentingan orang lain).
3) Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap
permasalahan yang dihadapi.
4) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta
membuat kategori dari setiap respon yang diberikan
5) Mengajak siswa untuk merumuskan konsekuensi dari pilihan yang
siswa usulkan. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala
kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan pilihannya. Guru perlu untuk
6) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut
pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu
sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
7) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus
dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
Menurut Gillet (2017 : 196) Pembelajaran berbasis masalah adalah
metode pembelajaran filsafat pendidikan di mana pemecahan masalah adalah mekanisme
yang memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri dan dalam
kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah.
Pembelajaran berbasis masalah telah meneliti1–8 dalam profesi perawatan
kesehatan dan menemukan berbagai dampak positif. menemukan masalah berbasis belajar
untuk menjadi lebih unggul dalam kuliah dalam belajar kerja sama tim, apresiasi
aspek sosial dan emosional dari perawatan kesehatan,dan sikap yang tepat
terhadap kesehatan dan kesejahteraan pribadi.Ada bukti kuat bahwa siswa yang
bekerja dikelompok-kelompok kecil di dalam kelas mengungguli rekan-rekan mereka
dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan
tentu saja kepuasan.
Problem-based learning is an instructional method as
well as an educational philosophy in which problem solving is the mechanism
that enables students learning. Students work independently and in small groups
to acquire knowledge through problem solving. Problem-based learning has been
researched1–8 in other health care professions and
found to have a positive impact. Koh et al3 found problem-based learning to be
superior to lecture in learning teamwork, appreciation of social and emotional
aspects of health care, and appropriate attitudes toward personal health and
wellbeing.There is strong evidence4 that students who work in small groups
within the classroom outperform their counterparts in knowledge development,
thinking skills, social skills,and course satisfaction.
Menurut johnson (2016:39) pemimpin sebagai
orang yang paling utama, tujuannya
bukan untuk mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk menetapkan suatu lingkungan dan hubungan kekuasaan bersama dan otonomi. Sementara pelatih harus didorong untuk
mendukung kemajuan
instruksional guru, yang mempengaruhi pembelajaran siswa, mereka harus membina
hubungan dengan guru
yang telah menghormati profesionalisme mereka. Administrator perlu fokus pada
perekrutan pelatih yang memiliki
kemampuan untuk menyeimbangan jenis kepemimpinan situsional. Mempekerjakan
banyak pelatih yang efektif akan membuat
guru bisa fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing dan juga dapat mendorong tujuan pembangunan atau tingkat
distrik para
pemimpin sekolah.
leaders as people whose
ultimate goal is not to control or
manipulate, but to establish an environment and relationship of shared power
and autonomy. While coaches must be driven to support the instructional
progress of teachers to impact student learning, they must also foster a
relationship with teachers that honors their professionalism. Administrators
will need to focus on hiring coaches who have the ability to balance this type
of situational leadership. Hiring the most effective coaches will mean that
these individuals can be flexible to the needs of individual teachers and also
be able to drive the building or district level goals set by school leaders
Menurut Kennedy (2012 : 131) Misalnya, di Finlandia, semua guru
dilatih untuk mendiagnosis siswa dengan pembelajaran yang sulit dan penyesuaian
pengajaran yang sulit pula dengan mepertimbangkan kebutuhan belajar dan gaya
hidup siswa Ini juga terjadi di Swedia, di mana pendidikan guru bertujuan mempersiapkan
calon guru untuk menciptakan kondisi di mana semua siswa dapat belajar dan
mengembangkan diri: semua guru mempersiapkan secara khusus untuk mengajar siswa
dari beragam latar belakang. Itu Sebaliknya bisa menjadi hambatan untuk
peningkatan siswa. Di Jerman, misalnya, salah satu dari kelemahan yang dapat
menjelaskan hasil negara yang relatif rendah pada tes PISA 2000 hasilnya para
guru tidak dipersiapakan untuk menangani siswa dari latar belakang imigran
For example, in Finland, all
teachers are trained in diagnosing students with learning difficulties and in adapting their teaching
to the varying learning needs and styles of their students It is also the case in Sweden, where
teacher education aims to prepare future teachers to create the conditions in
which all students can learn and develop: all teachers receive a specific
preparation to teach students from diverse backgrounds. The contrary can be an
obstacle to student improvement. In Germany, for example, one of the weaknesses
that may explain the country’s relatively low result on the PISA 2000 test was
that the teachers were ill-equipped to deal with students from an immigrant
background
Menurut DfES (2004:4) Seorang
guru yang efektif memiliki repertoar luas pengajaran dan pembelajaran yang
berbeda model, strategi dan teknik dan tahu cara menciptakan kondisi yang tepat
untuk belajar. Pilihannya ditentukan oleh sifat dari tujuan pembelajaran. Itu Buklet
Kunci Strategi 3 Strategi Nasional Pesan-pesan utama: Pedagogi dan praktik
memberikan panduan tentang hubungan antara pedagogik pendekatan (model
pengajaran), strategi pengajaran, teknik dan metode menciptakan kondisi untuk
belajar untuk menginformasikan desain pelajaran.Unit dibagi menjadi empat
kategori warna-kode yang berbeda: Merancang pelajaran,Mengajar repetoire,
Menciptakan pembelajar yang efektif dan Menciptakan kondisi untuk belajar.Unit
dalam kategori Membuat pelajar yang efektif mendukung kunci utama 3 Inisiatif
seluruh sekolah Strategi Nasional.
An effective teacher has a wide-ranging repertoire
of different teaching and learning models, strategies and techniques and knows
how to create the right conditions for learning. The choice is determined by
the nature of the learning objective. Them Key Stage 3 National Strategy
booklet Key messages: Pedagogy and
practice provides guidance on the relationship between pedagogic
approaches (teaching models), teaching strategies, techniques and methods of
creating the conditions for learning in order to inform lesson design. The
units are divided into four distinct colour-coded categories: Designing
lessons,Teaching repetoire, Creating effective learners and Creating conditions
for learning.The units in the Creating effective learners category support the
Key Stage 3 National Strategy whole-school initiatives.
Menurut Parr dan Helen (2008:59) Studi
pertama menganggap bahwa proses pengambilan keputusan dilihat dalam konteks
sehari-hari di ruang kelas. Data berasal dari proyek penelitian yang
mendokumentasikan pelaksanaan paket literasi yang tersedia secara komersial ke
dalam kelas junior di sekolah dasar di Selandia Baru, sekolah memiliki otonomi
lengkap dalam pemilihan bahan sumber daya. Sekolah dilacak selama dua tahun
saat mereka memilih, menerapkan, dan membuat pilihan tentang yang sedang
berlangsungpenggunaan bahan literasi. Data ini menginformasikan pertanyaan
penelitian tentang sifat daribukti yang dikumpulkan untuk memantau keberhasilan
materi baru.
The first study considers the process of
decision-making viewed in the everyday context of the classroom. The data are
from a research project that documented the implementation of commercially
available literacy packages into junior classes in primary schools. In New
Zealand, schools have complete autonomy in the selection of resource materials.
Schools were tracked over two years as they selected, implemented and made
choices about the ongoing use of the literacy materials. These data inform a
research question concerning the nature of evidence that is collected to
monitor the success of new materials.
Menurut
Judge dan joyce (2000 : 763 ) pembelajaran ini memberikan kontribusi bagi
pengetahuan kita menegenai kepemimpinan transformasional dalam hal ini adalah
yang pertama kali ditunjukkan hubungan antara Lima Besar dimensi kepribadian
dan kepemimpinan transformasional. Selain itu, penelitian ini memberikan bukti bahwa
individu yang memiliki relasi atau teman itu yang dinakamakan pemimpin efektif.
Selanjutnya, karena hasil ini memperoleh sampel pemimpin dari sekitar 200 organisasi
yang berbeda, termasuk industri swasta, perusahaan publik, dan pemerintah, kita
yakin bahwa hasil yang akan di peroleh positif terkait dengan kepemimpinan
transformasional secara umum dapat digeneralisasikan. Kami berharap bahwa
penelitian ini akan merangsang penelitian masa depan pada pemilihan dan
pengembangan pemimpin transformasional.
this study makes a contribution to our knowledge of
transformational leadership in that it is the first to demonstrate
relationships between the Big Five dimensions of personality and
transformational leadership. In addition, this study provides evidence that
individuals who are rated by their followers as exhibiting
transformational behaviors are judged by their
superiors to be more effective leaders. Furthermore, because these results were
obtained on a sample of leaders from approximately 200 different organizations,
including private industry, publicly held companies, and government, we can be
confident that the positive outcomes associated with transformational
leadership are broadly generalizable. We hope that this study will stimulate
future research on the selection and development of transformational leaders.
2.1.5
Proses Pembentukan sikap
Menurut
kadir (2008:145-147) proses pembentukan sikpa sebagai berikut :
1. Pola Pembiasaan
Belajar membentuk sikap melalui
pembiasan dilakukan oleh Watson dan Skinner. Dimana proses pembentukan sikap
melalui pembiasaan yang di lakukan oleh Watson menekankan kepada cara belajar
sikap tertentu terhadap suatu objek.Sedangkan skinner lebih menekankan pada
proses peneguhan respon anak. Dimana setiap kali anak menunjukan prestasi yang
baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah
atau perilaku yang menyenangkan, lama-kelamaan anak berusaha meningkatkan sikap
positifnya. Pada suatu hari Watson melihat anak yang senang dengan tikus
berbulu putih. Kemana pun anak itu pergi, ia selalu membawa tikus putih yang
disenanginya. Watson ingin mengubah sikap senang terhadap tikus
tersebut menjadi benci. Maka ketika si
anak hendak memegang tikus berbulu putih itu, Watson memberi kejutan dengan
suara keras hingga anak tersebut terkejut. Terus-menerus hal tersebut
dilakukan. Ketika anak mendekati dan hendak membawa tikus itu, dimunculkan
suara keras; anak semakin terkejut dan lama-kelamaan anak benar-benar menjadi
takut dengan tikus putih peliharaannya. Jangankan mau membawa atau memegangnya,
melihat saja ia menangis dan ketakutan. Mengapa anak berubah sikap positif
terhadap tikus putih menjadi sikap negatif? Hal ini disebabkan kebiasaan
(conditioning). Cara belajar sikap demikian menjadi dasar penanaman sikap
tertentu terhadap suatu objek
2. Modelling
Pembelajaran sikap seseorang dapat juga
dilakukan melalui proses modelling yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi dan proses mencontoh. Modeling merupakan proses peniruan anak
terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Hal
yang ditiru disini adalah perilaku yag diperagakan atau didemonstrasikan oleh
yang menjadi idolanya. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang
berkembang ialah keinginannya untuk meniru (imitasi). Hal yang ditiru
adalah perilakuperilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang
menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud modeling. Modeling ialah proses
peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau yang dihormatinya.
Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anak kagum terhadap kepintaran
orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala
sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. Secara perlahan perasaan kagum akan
mempengaruhi emosinya dan secara perlahan anak tersebut akan meniru perilaku
yang dilakukan oleh idolanya. Misalnya, jika idolanya (guru atau siapa saja)
menunjukkan perilaku tertentu terhadap suatu objek, maka anak akan cendrung
berperilaku sama seperti apa yang dilakukan idolanya. Jika idolanya begitu
perduli terhadap kebersihan lingkungan, membuang sampah pada tempatnya,
memungut sampah yang berserakkan, maka anak juga akan berperilaku seperti apa
yang dilakukan oleh idolanya terhadap lingkungannya; jika anak mengagumi
gurunya karena kecantikkan gurunya maka anak akan berperilaku seperti gurunya.
Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada
mulanya dilakukan secara mencontoh. Namun anak perlu diberi pemahaman mengapa
hal tersebut dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus
menjaga kebersihan lingkungan. Dan dampak yang terjadi apabila kita tidak
menjaga lingkungan. Proses pemahaman ini diperlukan agar sikap yang muncul
benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu nilai.
2.1.6 Model
Pembelajaran dari model konsiderasi
Menurut Joyce dan Weil (2015:465-469) model
pembelajaran dari model konsiderasi memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
A.
Sintaks
Fase Pertama :
Menjelaskan keadaan yang membutuhkan pertolongan
|
Guru mendorong siswa
mengungkapkan perasaan dengan bebas
|
Fase Kedua :
Menelusuri Masalah
|
Siswa didorong untuk
menjabarkan masalah Guru menerima dan mengapresisasi perasaan-perasaan
|
Fase Ketiga :
Mengembangkan Wawasan
|
Siswa mendiskusikan
masalah
Guru Menyemangati siswa
|
Fase Keempat :
Merencanakan Dan membuat keputusan
|
Siswa merencanakan
urutan pertama dalam proses pengambilan keputusan Guru menjelaskan keputusan
yang mungkin diambil
|
Fase Kelima :
Keterpaduan |
Siswa mendapat wawasan
lebih mendalam dan mengembangkan tindakan positif
|
Tindakan di luar
Wawancara
|
Siswa mulai melakukan
tindakan yang positif
|
Pada tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan
yang membutuhkan bantuan. Tahap ini mencakup serangkaian pernyataan yang
memberikan kebebasan pada siswakebebasan pada siswa untuk megungkapkan
perasaan, sebuag persetujuan mengenai fokus umum dalam pembelajaran memang akan
dilanjutkan), dan penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya
berlangsung selama sesi pertama dalam membahsa masalah tertentu. Namun,
penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja diburuhkan
dalam beberapara waktu, meskipun hal ini seringkali memberikan kesimpulan yang
berubah-ubah dalam menajabarkan kembali masalah dan kemajuan yang diperoleh.
Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan terjabarkan ini akan
berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan saja,negosiasi kontrak
akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi situasi-situasi
problematik yang berhubungan dengan perilaku.
Pada tahap kedua,melalui penerimaan
guru dan kejelasan masalah, siswa siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan
positig dan negatif serta mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
Pada tahap ketiga, secara bertahap
dan perlahan-lahan, siswa mulai mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa
merasakan ada makna baru dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah
hubungan baru anatar sebab dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah
laku yang dirasakannya. Pada kebanyakan situasi, siswa diminta untuk
menjelaskan masalah dan mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya
secara bergantian.
Pada tahap keempat, konsentrasi siswa diarahkan untuk perencanaan dan
pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru pada tahap
ini menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif
Tahap kelima, siswa melaporkan
tindakan yang dialakukannya, mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan
yang lebih positif, terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B.
Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terararah
mengharuskan guru berperan sebgai fasilitator atau reflektor. Namun, hal yang
paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada
pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara
siswa dan guru. Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan
secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku
atau hasil tertentu dan utamanya hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini.
Rewards dalam wawancara tidak terarah (Nondirective interview) lebih subtil dan
bersifat instrinsik penerimaan, pemahaman, dan empati dari guru. Pengetahuan
mengenai diri sendiri dan reward psikologis yang diperoleh dari kepercayaan
diri dikembangkan sendiri oleh siswa.
C.
Prinsip-Prinsip Reaksi
Tugas-tugas
guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah penelitian tentang
pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan
masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai cara untuk membantu siswa
menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung jawab pada tindakan mereka,
dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-metode dalam mencapai
karakteristik siswa.
D.
Sistem Pendukung
Sistem
pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuh sesi
wawancara adalah untuk menegosiasikan
kontrak akademik, maka hal-hal diperlukan dalam pembelajaran
terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara
mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus
sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini. Dalam kedua
kasus tersebut, situasi one-to-one mensyaratkan susuanan ruang yang memudahkan
siswa untk berpindah diseluruh penjuru kelas dan untuk melakukan aktivitas yang
berbeda serta menyedisksn bsnyak waktu dan tidak terburu-buru dalam membeberkan
sebuah masalah dengan cukup metdetail. Untuk wilayah kurikulum akademik,
semisal membaca, menulis, ilmu kesusastraan, dan ilmu sosial mebutuhkan deretan
materi yang cukup memadai.
2.2 Kajian Kritis
1.2.1. Pengertian Model
Pembelajaran model
konsiderasi
Model pembelajaran adalah suatu interaksi peserta didik dengan guru
didalam kelas yang menyangkut pendekatan,startegi,dan metode, teknik
pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang
harus dilakukan oleh guru, tapi menyangjut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip
reaksi guru dan peserta didik, serta sistem penunjang yang diisyaratkan.
Model
Konsiderasi merupakan pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi
yang rasional. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk
mencapai kompetensi/ tujuan pembelajaran yang diharapkan. model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk memebentuk kurikulum
(Rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.
Model ini berupaya membebaskan individu dari
sifat destruktif yang mungkin tersamar dalam bentuk kecintaan pada diri sendiri
(suka mementingkan diri sendiri atau kelompoknya sendiri tanpa mau tahu bahwa
diluar juga ada kelompok lain). Sehingga tercipta pribadi yang memiliki
kepedulian atau perhatian pada orang lain atas dasar cinta kasih dan saling
menghormati
a) Pendidikan moral harus memperhatikan kepribadian secara
menyeluruh, khusus yang berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain,
perilaku atau etika kita
b) Siswa-siswa menghargai orang dewasa yang memperagakan model
standar pertimbangan (konsiderasi) modal yang tinggi. Siswa lebih banyak
belajar moralitas dari “bagaimana” guru berperilaku dan siapa guru itu sebagai
seorang pribadi, daripada “apa” yang diajarkannya.
c) Moralitas tidak dapat diajarkan melalui bujukan terhadap siswa
secara rasional untuk menganalisis konflik nilai-nilai dalam membuat keputusan.
Kepada siswa harus diajarkan melalui peragaan (modeling). Tahap yang
dilakukan dalam pembelajaran menggunakan model konsiderasi adalah sebagai
berikut:
a) Menghadapi siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik
yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan situasi
“seandainya siswa ada dalam kondisi tersebut”
b) Meminta siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan
melibatkan bukan hanya yang tampak, misalnya perasaan, kebutuhan, dan
kepentingan orang lain
c) Meminta siswa menuliskan tanggapan terhadap permasalahan yang
dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaan sendiri
sebelum mendengar respon orang lain untuk dibandingkan
d) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta
membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa
e) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari
setiap tindakan yang diusulkan siswa. Pada tahap ini siswa diajak berpikir
tentang segala kemungkinan yang akan ditimbulkan sehubungan dengan tindakannya.
Guru perlu menjaga agar siswa dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta
dapat saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar poerbedaan
pendapat tumbuh dengan baik sesuai dengan titik pandang yang berbeda.
f) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut
pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang
sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus
dilakukan sesuai dengan pemilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru
hendaknya tidak menilai benar atau salah atas pilihan siswa. Yang dipelukan
adalah guru dapat membimbing mereka menentukan pilihan yang lebih matan sesuai
dengan pertimbangnnya sendiri.
2.1.2 Pengaruh
model pembelajaran konsiderasi
Setelah diterapkannya model
konsiderasi, dapat dilihat dari sampel penelitian anak sudah mulai memanggil
atau menyapa teman dengan nama panggilan yang sopan, mau meminjamkan alat tulis
kepada teman yang membutuhkan, mengucakan terimakasih ketika diberi
pertolongan, datang tepat waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
mulai menunjukkan kerja sama dalam kelompok, menyepakati ketentuan yang telah
disepakati bersama, dan memakai seragam. Secara keseluruhan, anak dengan
hambatan emosi dan prilaku yang menjadi sampel penelitian mengalami peningkatan
dalam keterampilan sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui pembelajaran
konsiderasi.
2.1.3 kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran
model konsiderasi
1. Kelebihan
Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap
akan dapat Membentuk watak serta peradaban seseorang, mengembangkan potensi
peserta didik dalam hal nilai-nilai moral,sarana pembentukan manusia yang
beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab, peserta didik bisa membedakan hal yang buruk dan yang
baik, peserta didik berlaku seperti norma yang berlaku
2. Kekurangan
Kurikulum yang berlaku selama ini
cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana
anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap
dan moral, Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
2.1.4
Implementasi model konsiderasi
pembelajaran
kooperatif dalam rana model konsiderasi adalah metode pengajaran di mana siswa bekerja sama mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang suatu topik. Itu adalah seorang siswa berpusat
dalam pembelajaran di mana peran guru berubah dari pusat penyampaian informasi
menjadi fasilitator, yang berfungsi untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, Disini
mereka mengumpulkan pengetahuan mereka sendiri dan menciptakan makna
pembelajaran mereka sendiri. lima kritis elemen grup yang diperlukan untuk
memastikan bahwa tugas CL paling efektif interdependensi positif,akuntabilitas
individu,tindakan mempromosikan interaksi keterampilan sosial yang sesuai, dan kelompok
pengolahan. Ketika kelima elemen ini tercapai, group anggota mengalami manfaat
terbesar. Ini termasuk manfaat akademik, seperti tingkat pencapaian yang lebih
tinggi dan banyak lagi metakognisi, dan manfaat sosial seperti mendapatkan
kerja kelompok keterampilan, diri yang lebih besar
pemimpin sebagai
orang yang paling utama, tujuannya
bukan untuk mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk menetapkan suatu lingkungan dan hubungan kekuasaan bersama dan otonomi. Sementara pelatih harus didorong untuk
mendukung kemajuan
instruksional guru, yang mempengaruhi pembelajaran siswa, mereka harus membina
hubungan dengan guru
yang telah menghormati profesionalisme mereka. Administrator perlu fokus pada
perekrutan pelatih yang memiliki
kemampuan untuk menyeimbangan jenis kepemimpinan situsional. Mempekerjakan
banyak pelatih yang efektif akan membuat
guru bisa fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing dan juga dapat mendorong tujuan pembangunan atau tingkat
distrik para
pemimpin sekolah.
2.1.5
Proses Pembentukan sikap
Proses
pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain yakni melalui
satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial. Dalam proses inipun
dilalui dalam beberapa proses lainnya antara lain :
1. Classical conditioning adalah Bentuk
dasar dari pembelajaran di mana satu stimulus, yang awalnya netral menjadi
memiliki kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui rangsangan yang berulang
kali dengan stimulus lain. Dengan kata lain satu stimulus menjadi sebuah tanda
bagi kehadiran stimulus lainnya. Dalam proses ini seorang anak yang awalnya
biasa saja menyaksikan Ibunya bersikap marah terhadap suku bangsa tertentu
namun karena sikap sang Ibu tersebut dilakukan berulang kali maka terjadilah
proses classical conditioning pada diri sang anak. Sang anak yang awalnya
netral menjadi ter-stimulasi untuk bersikap negatif seperti yang dilakukan
Ibunya. Dalam hal ini anak memperlajari bagaimana bersikap dari orang
terdekatnya.
2. Instrumental
conditioning adalah Bentuk dasar dari pembelajaran di mana respon yang
menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negarif yang diperkuat. Dalam
proses ini kita bisa mengambil contoh anak yang tidak memahami apa-apa tentang
partai politik misalnnya maka akan bersikap sama dengan orang tuanya. Dalam
perspektif behavior, tingkah laku sang anak adalah buah dari reinforcement.
Dengan memberikan senyuman, pujian atau hadiah kepada anak yang telah melakukan
dukungan kepada salah satu partai politik (padahal ia baru berusia 3 tahun) seperti
yang menjadi dambaan orang tuanya maka akan membentuk sikap anak sama dengan
sikap orang tuanya tersebut. Proses adopsi sikap seperti dinamakainstrumental
condioning.
3. Pembelajaran melalui observasi adalah
Salah satu bentuk belajar di mana individu mempelajari tingkah laku atau
pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain. Proses ini terjadi hanya
dengan memperhatikan tingkah laku orang lain. Contohnya seorang anak yang
melihat ayahnya memukul Ibunya maka sikap dan perbuatan tersebut akan menurun
pada anaknya meski sang ayah melarang anaknya melakukan kekerasan kepada
siapapun. Dalam hal ini sang anak seringkali belajar apa yang dilakukan orang
tuanya, bukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya.
4. Perbandingan Sosial adalah Proses di
mana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah
pandangan kita terhadap kenyataan sosial benar atau salah. Dalam proses ini
kita bisa melihat bagaimana anggota masyarakat menentukan siapa pemimpinnya
dalam satu komunitas di pedesaan cenderung sama karena mereka memiliki
kecenderungan untuk memperbandingkan diri mereka masing-masing dengan orang
lain untuk menentikan apakah pandangan dan sikapnya terhadap siapa yang akan
dipilihnya benar atau salah Dalam masyarakat desa berbeda pandangan dan sikap
dengan lingkungannya akan anggap aneh dan tidak lazim dan bahkan mendapat
resiko dikucilkan. Dalam banyak kasus, sikap terbentuk dari informasi sosial
yang berasal dari orang lain, dan keinginan kita sendiri untuk menjadi serupa
dengan orang yang kita sukai atau hormati.
2.1.6
Model Pembelajaran dari model konsiderasi
Pada
tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan yang membutuhkan bantuan. Tahap ini
mencakup serangkaian pernyataan yang memberikan kebebasan pada siswakebebasan
pada siswa untuk megungkapkan perasaan, sebuag persetujuan mengenai fokus umum
dalam pembelajaran memang akan dilanjutkan), dan penetapan prosedur tatap muka.
Tahap pertama ini biasanya berlangsung selama sesi pertama dalam membahsa
masalah tertentu. Namun, penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru
mungkin saja diburuhkan dalam beberapara waktu, meskipun hal ini seringkali
memberikan kesimpulan yang berubah-ubah dalam menajabarkan kembali masalah dan
kemajuan yang diperoleh. Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun
dan terjabarkan ini akan berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan
saja,negosiasi kontrak akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi
situasi-situasi problematik yang berhubungan dengan perilaku.
Pada tahap kedua,melalui penerimaan
guru dan kejelasan masalah, siswa siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan
positig dan negatif serta mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
Pada tahap ketiga, secara bertahap
dan perlahan-lahan, siswa mulai mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa
merasakan ada makna baru dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah
hubungan baru anatar sebab dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah
laku yang dirasakannya. Pada kebanyakan situasi, siswa diminta untuk
menjelaskan masalah dan mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya
secara bergantian.
Pada tahap keempat, konsentrasi
siswa diarahkan untuk perencanaan dan pembuatan keputusan dengan mengacu pada
masalah yang ada. Peran guru pada tahap ini menjelaskan dan membeberkan
beberapa alternatif
Tahap kelima, siswa melaporkan
tindakan yang dialakukannya, mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan
yang lebih positif, terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B.
Sistem sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terararah mengharuskan
guru berperan sebgai fasilitator atau reflektor. Nmaun, hal yang paling penting
untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses
interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru.
Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan
kemandirian pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku atau hasil tertentu
dan utamanya hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini..
C.
Prinsip-Prinsip Reaksi
Tugas-tugas
guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah penelitian tentang
pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan
masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai cara untuk membantu siswa
menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung jawab pada tindakan mereka,
dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-metode dalam mencapai
karakteristik siswa.
D.
Sistem Pendukung
Sistem
pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuh sesi
wawancara adalah untuk menegosiasikan
kontrak akademik, maka hal-hal diperlukan dalam pembelajaran
terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara
mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus
sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1. Model Konsiderasi merupakan pembentukan
moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Model tersebut
merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/ tujuan pembelajaran
yang diharapkan
2. Kelebihan : Dalam pelaksanaan
pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban seseorang,
mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai-nilai moral,
Kekurangan :
Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan
intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi
tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral, Sulitnya melakukan kontrol
karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
3. Proses pembentukan sikap terjadi dengan
sistem adopsi dari orang lain yakni melalui satu proses yang disebut proses
pembelajaran sosial
4. Pembelajaran berbasis masalah
adalah metode pembelajaran filsafat pendidikan di mana pemecahan masalah adalah
mekanisme yang memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri
dan dalam kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh
dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau saran
terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan
makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Armadani, L. Et al.(2017). Consideration learning model in
character education.Internasional
Journal of Science and Research. 6(7) : 1586 1591
DfES.(2004).
Pedagogy and practice : Teaching ang
learning in secondary schools
leadership guide : education and skill
Fauzi, A.(2017). Daya serap siswa terhadap pembelajaran taksonomi. Jurnal pustaka. 8 : 50-67
Gillete,CM.(2017). Consideration of Problem-Based Learning
in Athletic Training
Education. Athletic Training Education Journal.
12(3) : 195-201
Himawan et al. (2018). Model Pembelajaran Sitem perilaku.Yogyakarta: Media Akademi
Joyce,Marsha weil dan
Emily Calhoun. 2015. Models of Teaching.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson KG.(2016). Instructional coaching implementation : Considerations for k-12 Administrators. Journal of School Administration Research and Development.1(2) : 37-40
Kennedy, B. (2012). Equity
and quality in education.OECD
Kadir,
F.(2015). Strategi pembelajaran afektif
untuk investasi pendidikan masa
depan. 8(2) : 135-149
Prianggita, VA.(2016). Penerapan model konsiderasi dan pembentukan rasional dalam pembelajaran. Jurnal kajian pendidikan dan pengajaran.
2(1) : 71-80
Parr,
JM dan Helen S. Timperley.(2008). Teachers, schools
and using evidence : considaretion of preparedness. 15(1) : 57-71
Rusman.(2017).
Belajar dan pembelajaran berorientasi
standar proses pendidikan.
Jakarta : Rajawali Persada
Salim,
N.(2010). Pengaruh penerapan model pembelajaran konsiderasi terhadap sikap tegang rasa. Efektor.(16) : 49-56
Judge
Timothy A and Joyce E. Bono.(2000). Five-Factor Model of Personality and Transformational Leadership. journal of applied phsycology.
85(5) : 751-765
Yulida dea, Nandi Warnandi, dan Dedy Kuniadi.( 2018). Model konsiderasi
untuk melatih keterampilan
sosial anak dengan hambtan emosi dan perilaku.Jassi_anakku. 18(2) : 15-21
1 komentar:
Casino Sites 2021 ⋆ Bonus up to €100 + 125 Free Spins!
Casino Sites 바카라 사이트 with Bonus Codes ⋆ Updated 2021 ✓ 100+ Casino Site Reviewed 1xbet korean ✓ Fast Withdrawals ✓ Best choegocasino Welcome Bonus Offers & Exclusive
Posting Komentar