BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan pengetahuan saat ini telah melaju dengan pesat dan erat
hubungannya dengan perkembangan teknologi. Maka seharusnya seorang guru harus
mampu menyesuaikan kondisi perkembangan yang telah ada saat ini dengan lebih
mengembangkan sesuatu pembelajaran atau metode yang harus dilakukan ketika
melakukan pembelajaran kepada siswanya. Seorang guru di tuntut mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan sikap professional dalam memberikan pembelajaran
terhadap siswa-siswanya saat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dapat
dikatakan berhasil atau tidaknya kegiatan pembelajaran, tergantung pada efektif
tidaknya metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak
menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi. Hal itu mengakibatkan
siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran,
sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara
optimal.
Dalam
proses kegiatan pembelajaran terdapat berbagai jenis strategi pembelajaran yang
dapat digunakan oleh guru. Strategi pembelajaran tersebut dapat diklasifikasi
dengan menggunakan berbagai dasar (titik tolak) klasifikasi. Bagi seorang guru
pemahaman tentang berbagai dasar klasifikasi tersebut disamping bermanfaat
sebagai kerangka acuan untuk memahami dengan lebih baik setiap strategi
pembelajaran, juga pada gilirannya akan sangat bermanfaat didalam memilih serta
menggunakan setiap jenis trategi pembelajarann tersebut secara lebih efektif
didalam penciptaan sistem lingkungan belajar-mengajar.
Terdapat
beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih secara asal-asalan. Strategi yang digunakan haruslah
strategi yang direncanakan berdasarkan pertimbangan perbedaan individu diantara
siswa, yang dapat memberi feedback dan inisiatif murid untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Model pengajaran Induktif.
2. Untuk mengetahui Model Pengajaran Induktif.
3. Untuk mengetahui Tahapan-Tahapan dalam Model Pengajaran Induktif.
4. Untuk mengetahui Strategi Pengajaran Model Induktif.
5. Untuk mengetahui Prinsip Pengajaran Model Induktif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Model Induktif
2.1.1 Pengertian Model Induktif
Berpikir merupakan sebuah
proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah
kesimpulan yaitu berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir
memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana
berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana
tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan
kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir
ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah,
logika dan matematika, serta logika dan statistika. Bahasa ilmiah merupakan
alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah.
Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran dari seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan
statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari
konsep-konsep yang berlaku umum (Sari,2016:80-81).
Penalaran induktif adalah
proses penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi spesifik untuk
mencapai kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta-fakta tersebut secara koheren.
Penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang khusus atau spesifik ke
hal-hal yang bersifat umum. Demikian juga dengan Tim PPPG (dalam Shadiq : 2004)
mengemukakan bahwa penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses
atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus
yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran induktif diartikan sebagai
suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat
suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasarkan pada beberapa pernyataan
khusus yang diketahui benar (Theresia,2015:70).
Pembelajaran dengan pendekatan induktif
dimulai dengan melakukan pengamatan terhadap hal-hal khusus dan
menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah kontekstual,
siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar
pengamatan siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan Hudoyo (2001) yang mengatakan
bahwa pendekatan induktif berperan dari hal-hal yang bersifat konkret ke yang
bersifat abstrak, dari contoh-contoh khusus ke rumus umum. Setelah siswa
memahami dan merumuskan suatu konsep berdasarkna sejumlah contoh konkret, maka
kemudian siswa akan sampai kepada proses generalisasi. Major (Dahiana, 2010)
berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk
mengajarkan konsep. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau
kasus khusus menuju pada kesimpulan atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah
pengamatan yang kemudian membangun suatu konsep atau generalisasi. Siswa tidak
harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi siswa akan sampai
pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati. Pendekatan
induktif dirancang berlandaskan teori kontruktivisme, karena pada rancangan
sintaks pembelajaran didominasi dengan kegiatan siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan matematika berdasarkan pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan
pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan
menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Sehingga siswa belajar
mengkonstruksi pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif (Aisyah,2016:5-6).
Penalaran induktif adalah
cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang
bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang
bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat
komplek dan umum. Generalisasi adalah salah satu ciri yang paling khas dalam
metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak berarti dengan mudahnya
suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk digeneralisasikan
terhadap suatu komunitas yang lebih luas. Justru, melalui metode ini, diberikan
suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian, bahwa ada kemungkinan
kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar, sehingga
akhirnya disinilah lahir probabilitas. Maksud probabilitas disini adalah
Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau “ramalan” dengan suatu tingkat
keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian dimasa yang akan
datang. Penalaran model ini dipublikasikan secara massive oleh Francis
Bacon (1561-1626), Bacon yang merasa tidak puas dengan penalaran deduktif,
merasa kecewa kenapa, misalnya masalah jumlah gigi kuda saja harus berdebat
habis-habisan, bukannya dengan menggunakan logika induktif pemecahannya sangat
mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya. Dalam satu
sisi, walaupun Bacon dianggap sebagai pencetus penalaran ini namun pada
hakekatnya telah berhutang budi pada sarjana muslim yang telah mengenalkan
metode ini, dalam kurun waktu antara abad 9-12 masehi. H.G. Wells menyimpulkan
bahwa semangat pencarian kebenaran ini dimulai oleh para pemikir Yunani, dan
kembali dikobarkan oleh pemikir Muslim. Sehingga estafet penalaran ini dimulai
dari pemikir Yunani, disesuaikan oleh Muslim, dan ditiru oleh Bacon. Terlepas
dari perbedaan pendapat tersebut, induksi merupakan sebuah cara berfikir yang
memiliki andil besar dalam perkembangan peradaban manusia. Maka dari itu setiap
pola berfikir memiliki identitasnya masing-masing. Ciri khas dari penalaran
induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan dengan dua metode
yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi lengkap,
yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang
mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam
kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa,
kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di desa
memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan
dan tidak pula ragukan. Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal
partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang
biasa disebut dengan induksi tidak lengkap. Dalam penalaran induksi atau
penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap,
oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi
lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti
dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan
teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan
umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap. Bahkan manakala seseorang seusai
mengamati hal-hal partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau
tidak, ia telah menggunakan induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin
pula salah, namun yang lebih perlu dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah
kecerobohan generalisasi (Mustofa,2016:135-136).
2.2 Model
Pengajaran Induktif
2.2.1 Sintaks
Fase Satu :
Mengidentifikasi Domain
·
Menetapkan
focus dan batas penelitian awal.
·
Mengklarifikasi
tujuan jangka panjang.
Fade Dua :
Mengumpulkan dan Menghitung Data
·
Menggabungkan
dan menampilkan perangkat data.
·
Menghitung
dan memberi label data.
Fase Tiga :
Memeriksa Data
·
Meneliti
item-item secara menyeluruh pada perangkat data dan mengidentifikasi
sifat-sifatnya.
Fase Empat :
Membentuk Konsep-Konsep dengan Mengklasifikasi
·
Mengklasifikasi
item-item dalam perangkat data dan saling mengungkapkan hasilnya.
·
Menambahkan
data ke perangkat.
·
Mengklasifikasikan
kembali, kemungkinan berulang kali.
Fase Lima :
Menghasilkan dan Menguji Hipotesis
·
Memeriksa
implikasi perbedaan antara kategori-kategori.
·
Mengklasifikasikan
kategori-kategori, jika diperlukan.
·
Mengklasifikasikan
kembali matriks dua arah, serta dengan koreksi, jika diperlukan.
Fase Enam :
Mengkonsolidasi dan Mentransfer
·
Mencari
item-item data tambahan dalam materi sumber daya.
·
Mensintesis
dengan menulis tentang domain, menggunakan kategori-kategori.
·
Mengonversi
kategori menjadi keterampilan.
2.2.2 Sistem
Sosial
Model
pengajaran ini memiliki keunggulan untuk struktur yang moderat. Model ini
bersifat kooperatif, tetapi guru sangat aktif, terus-menerus mengajarkan
keterampilan yang diperlukan dan menenangkan pembahasan ketika diperlukan.
Ketika instruktur mengembangkan perangkat data dan menampilkannya kepada para
siswa, diperlukan control tingkat tinggi.
2.2.3 Prinsip-Prinsip Aksi -Reaksi
Guru
mengatur tugas-tugas dengan mempertimbangkan level konseptual dan apakah siswa
siap untuk melaksanakan fase-fase tertentu, dan yang penting, menggunakan
proses ketika diperlukan
(Bruce joyce, 2016:102-105).
2.2.4 Sistem Pendukung
Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah
hal-hal yang dapat
mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran dengan menerapkan model itu. Hal-hal yang diamaksud berupa
perangkat dan alat/bahan (Buhaerah, 2005:160)
2.3 Tahapan-Tahapan
Model Induktif
Terdapat empat tahapan dalam
model pembelajaran induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase),
Tahap Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure),
dan Aplikasi (Penerapan / Application). Didalam tahap-tahap model
pembeljaran induktif terdapat tahapan yang mencerminkan aspek keterampilan metakognitif,
yaitu : Fase 1 Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), dalam Induktif dapat
dipadukan dengan tahap perencanaan (planning) pada strategi metakognitif yang
ditandai dengan observasi dan deskripsi. Dimulai dengan menunjukkan
contoh-contoh kepada siswa sehingga siswa Berpikir dan menulis apa yang
diketahui dan apa yang tidak diketahui. Fase 2 Tahap Konvergen (Convergent
Phase), dalam Induktif dapat dipadukan dengan tahap pemonitoran (monitoring)
pada strategi metakognitif yakni untuk mencapai tujuan belajar guru membimbing
siswa untuk mengidentifikasi atau mengenal pola-pola dalam contoh menggunakan
beberapa pertanyaan dengan mengecek proses pemecahan masalah dengan tujuan
belajar (Aprilianti dan Sugiarto, 2014:248).
Sistem pembelajaran
menggunakan kesimpulan induktif dilanjutkan dengan melakukan serangkaian transmutasi
pengetahuan ke set pelatihan yang diberikan, untuk mendapatkan generalisasi kasus-kasus
(model konsep yang diteliti). Pelajar yang diawasi lainnya juga ada menggunakan
mekanisme inferensi lain atau bahkan membatasi diri untuk menyimpan kasus
(mis.pembelajar berbasis instance; Aha et al, 1991). Tergantung pada jenis
pengetahuannya transmutasi yang dilakukan oleh pembelajar kita dapat memperoleh
berbagai jenis konsep deskripsi (atau model). Dalam kasus tertentu pembelajar
menggunakan beberapa kesimpulan induktif alternatif ada dalam literature.
Learning systems using
inductive inference proceed by performing a series of knowledge transmutations
to the given training set, in order to obtain a generalisation of the cases (a
model of the concept under study). Other supervised learners exist that either
use other inference mechanisms or even limit themselves to storing the cases (e.g. instance-based learners; Aha et al, 1991). Depending on the type
of knowledge transmutations carried out by the learner we can obtain different
types of concept descriptions (or models). In the particular case of learners
using inductive inference several alternatives exist within the literature.( Luís Fernando Raínho Alves Torgo, 1999 )
Inferensi induktif memungkinkan
manusia untuk menjadi kuatgeneralisasi dari data jarang ketika belajar tentang arti
kata, sifat tak teramati, kausal hubungan, dan banyak aspek lain di dunia. Akun
tradisional induksi menekankan baik kekuatan pembelajaran statistik, atau
pentingnya kendala kuat dari pengetahuan domain terstruktur, teori atau skema
intuitif. Kami berpendapat bahwa keduanya komponen diperlukan untuk menjelaskan
sifat, penggunaan dan akuisisi pengetahuan manusia, dan kami perkenalkan kerangka
Bayesian berbasis teori untuk pemodelan pembelajaran induktif dan penalaran
sebagai infer- statistic ences atas representasi pengetahuan terstruktur.
Inductive inference allows
humans to make powerful generalizations from sparse data when learning about word
meanings, unobserved properties, causal relationships, and many other aspects
of the world.Traditional accounts of induction emphasize either the power of
statistical learning, or the importance of strong constraints from structured
domain knowledge, intuitive theories or schemas. We argue that both components
are necessary to explain the nature, use and acquisition of human knowledge,
and we introduce a theory-based Bayesian framework for modeling inductive
learning and reasoning as statistical inferences over structured knowledge
representations.( Joshua B, 2006:1 )
Induksi berarti menawarkan kebenaran umum dengan
menunjukkan, bahwa jika itu benar untuk kasus tertentu. Itu benar untuk semua
kasus semacam itu. Pendekatan induktif bersifat psikologis. Metode induktif
mengembangkan rasa ingin tahu dengan individu yang membutuhkan hari. Pendekatan
induktif disponsori oleh Pestalozzi dan Francis Bacon. Pendekatan induktif
didasarkan pada proses induksi dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia
matematika, ini adalah metode membangun formula dengan bantuan sejumlah besar
contoh nyata, nyata, dan nyata. Dengan menggunakan metode pengajaran matematika
ini siswa mengikuti konten dengan minat dan pemahaman yang besar di berbagai
tingkatan terutama di tingkat dasar. Metode induktif lebih berguna dalam
pelajaran aljabar, geometri, trigonometri, dan aritmatika. Metode induktif
berasal dari contoh-contoh khusus untuk aturan umum rumus, ilustrasi konkret
untuk aturan abstrak, dikenal tidak diketahui dan sederhana hingga kompleks.
Induction means to offer a
general truth by showing, that if it is true for a particular case. It is true
for all such cases. Inductive approach is psychological in nature. Inductive
method develops curiosity with in the individual which is need of the day.
Inductive approach is sponsored by Pestalozzi and Francis Bacon. Inductive
approach is based on the process of induction in teaching learning process. In
the world of mathematics it is a method of constructing a formula with the help
of a sufficient number of concrete, actual and real examples. By using this
method of teaching mathematics the students follow the content with great
interest and understanding at various levels especially at elementary level.
Inductive method is more useful in algebra, geometry, trigonometry and
arithmetic teaching and learning. Inductive method proceeds from particular
examples to general rules of formulae, concrete illustration to abstract rules,
known to unknown and simple to complex.
( Dr. Malik Amer Atta, 2015 :21)
Pendekatan
induktif mengacu pada gaya pengenalan bahasa konteks yang mengandung aturan
sasaran di mana siswa dapat menginduksi aturan tersebut melalui konteks dan
contoh contoh praktis. Dengan kata lain, urutannya dalam pendekatan ini pergi
dari menciptakan situasi dan memberikan contoh kepada generalisasi di mana
siswa harus menemukan generalisasi seperti itu oleh diri mereka sendiri atau
dengan bantuan guru. Mautone (2004) mengatakan bahwa dengan pendekatan
induktif, guru menunjukkan kepada siswa mereka serangkaian contoh dan tidak ada
contoh, kemudian pandu mereka untuk memperhatikan suatu pola dan muncul dengan
generalisasi atau aturan konsep. Pendekatan induktif, pada gilirannya, bergerak
dari spesifik ke umum. Para pembelajar pertama kali ditunjukkan banyak contoh
yang mengandung tertentu struktur gramatikal dalam konteks yang berbeda dan
mereka harus bekerja aturan sendiri. Selanjutnya para siswa menerapkan aturan
dengan berbagai latihan dan dalam konteks yang berbeda untuk belajar bagaimana
mereka benar-benar bekerja secara nyata penggunaan bahasa.
The inductive approach
refers to the style of introducing language context containing the target rules
where students can induce such rulethrough the context and practical examples.
In other words, the sequence in this approach goes from creating a situation
and giving examples to the generalization where students should discover such
generalization by themselves or with the teacher's help. Mautone (2004) says
that with and inductive approach, teachers show their students a series of
examples and non-examples, then guide them toward noticing a pattern and coming
up with the generalization or concept rule.The inductive approach, in its turn,
moves from specific to general.The learners are first shown many examples that
contain a certain grammatical structure in different contexts and they have to
work out the rules by themselves. Next the learners apply the rules with
various exercises and in different contexts to learn how they actually work in
real language use. (Limris Gorat ,2013:80-81)
Pendekatan
pengajaran induktif yang diarahkan adalah di mana instruksi dimulai dengan
‘spesifik,’ biasanya satu set pengamatan atau data eksperimental. Ketika para
pembelajar mencoba menganalisis dan menafsirkan contoh-contoh spesifik,
skenario khusus dengan beberapa petunjuk dan bantuan lain dari guru, pelajar
kemudian menyadari atau menemukan generalisasi matematika, aturan, prosedur dan
prinsip matematika (Prince and Felder, 2006, p.1). Maka dengan pengajaran
induktif hubungan matematika dibangun oleh peserta didik karena mereka
mengevaluasi secara kuantitatif generalisasi dalam subset yang tepat dari semua
kemungkinan kasus (Stylianides, 2011, hal. 1; Harel dan Sowder, 1998, 2007).
Evaluasi kuantitatif ini mungkin melibatkan tes numerik atau uji coba hubungan
dan refleksi yang diberikan pada contoh spesifik (Morselli, 2006, hal 6).
Beberapa manfaat berasal dari eksplorasi spesifik yang induktif ini. Beberapa
manfaat termasuk membangun koneksi matematika (Morselli, 2006), menemukan pola,
memberikan wawasan tentang apa yang perlu dipecahkan selama pemecahan masalah
(Harel dan Sowder, 1998) dan retensi fakta matematika (Prince and Felder,
2006). Pemikiran induktif adalah kecenderungan alamiah untuk mengevaluasi
pernyataan matematika secara probabilistik. Berpikir induktif kebiasaan telah
terbukti mapan di antara peserta didik (CadawalladerOlsker, 2009). Setelah
ditanamkan di peserta didik kebiasaan berpikir induktif mereka telah dilaporkan
sulit untuk dihilangkan atau dibatalkan (CadawalladerOlsker, 2009; Harel and
Sowder, 1998). Itu adalah salah satu tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui tingkat pemahaman ini dengan baik didokumentasikan keterbatasan
pengajaran induktif di antara guru-guru matematika di-layanan guru terlepas
dari itu manfaat tersebut. Kami sekarang beralih ke pemikiran deduktif.
Directed inductive teaching
approach is whereby instruction begins with ‘specifics,’ typically a set of
observations or experimental data. As the learners try to analyse and interpret
the specific examples, specific scenarios with some hints and other assistance
from the teacher, the learners then realize or discover the mathematical
generalizations, rules, procedures and mathematical principles (Prince and
Felder, 2006, p.1). Hence with inductive teaching mathematical relationships
are built by learners as they quantitatively evaluate the generalizations in a
proper subset of all possible cases (Stylianides, 2011, p. 1; Harel and Sowder,
1998, 2007). These quantitative evaluations may involve numeric tests or trials
of given relationships and reflections on the specific examples (Morselli,
2006, p. 6). Several benefits are derived from these inductive explorations of
specifics. Some of the benefits include building mathematical connections
(Morselli, 2006), discovering of patterns, providing insights on what needs to
be solved during problem solving (Harel and Sowder, 1998) and retention of
mathematical facts (Prince and Felder, 2006). Inductive thinking is the natural
tendency to evaluate mathematical statements probabilistically. Inductive
thinking habits have been shown to be well established among learners
(CadawalladerOlsker, 2009). Once inculcated in learners inductive thinking
habits they have been reported to be difficult to eradicate or undo
(CadawalladerOlsker, 2009; Harel and Sowder, 1998). It was one of the goals of
this study to find out the level of grasp of this well documented limitation of
inductive teaching among in-service mathematics student teachers in spite of
its aforementioned benefits. We now turn to deductive thinking. (Zakaria Ndemo, 2017: 76)
2.4 Strategi Pembelajaran
Model Induktif
Menurut (Dr.warsiman,m.pd,2016:47-48) Ia mengatakan
bahwa system berpikir yang dianggap paling baik menurutnya adalah berpikir yang
dilandasi oleh cara induktif, yaitu proses dalam berpikir berlangsung dari hal hal bersifat khusus ke
hal hal yang bersifat umum. Proses belajar yang demikian menuntut agar suatu
simpulan ditarik atas dasar adanya fakta fakta yang kongkret sebanyak banyaknya
. semakin banyak fakta yang terkumpul akan semakin mendukung suatu simpulan yang
akurat. Menurut Dahar (1996:6) suatu teori yang di dasari oleh kontruksi
induktif akan bekerja dari bawah ke atas . lebih lanjut ia mencontohkan bahwa
penelitian yang berangkat dari teori induktif akan menghasilkan rumusan teori
yang mencakup pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Menurut(Moedjiono dan
dimyati, 1992:113) Model induktif sebenarnya di rancang untuk mengembangkan
proses berpikir yang induktif . berpikir induktif yang di maksud adalah
berpikir yang di rancang menurut pola penalaran setapak demi setapak. Pola
penalaran yang demikian ini dengan perkembangan proses berpikir anak, bahwa
anak pada umumnya memiliki kemampuan
berpikir secara gradual,terutama anak pada masa masa pencarian jati diri (Ali
dan Asrun, 2006:8). Bahkan pada masa tersebut anak mengalami saat transisi
intelektual, yakni dari kemampuan berpikir konkret berangsur angsur menuju pada
kemampuan berpikir abstrak.
Model
berfikir induktif jika di hubungkan dengan proses pembelajaran setidaknya
memiliki tiga strategi yaitu :
1. Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada
fase ini langkah pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan
menguraikan masalah menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian
mengelompokkan fakta fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan
selanjutnya adalah menentukan susunan fakta tersebut .
2. Interprestasi data . pada fase ini langkah
pembelajaran dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan
hubungan antar fakta, lalu menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan
dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.
3. Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran
yang di ambil adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan
yang terakhir adalah pemeriksaan ramalan.
Menurut (Firmina angela nai,2017:243) Strategi
induktif merupakan cara pembelajaran yang di kembangkan atas dasar pemikiran
induktif yakni pemikiran untuk menarik suatu simpulan dari data yang teramati.
Model ini menekankan pengalaman lapangan seperti mengamati suatu gejala,
mencoba suatu proses , dan menyimpulkan . model ini dapat di gunakan untuk
belajar semua mata pelajaran , di kembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengolah informasi dan di kembangkan atas dasar pemikiran bahwa kemampuan
berpikir dapat di ajarkan. Aktifitas berpikir (pembentukan konsep),merupakan
suatu transaksi aktif antara individu dengan data . proses bepikir merupakan
suatu urutan tahapan yang beraturan artinya untuk menguasai keterampilan
berpikir tertentu , prasyarat tertentu harus di kuasai terlebih dahulu.
2.5 Prinsip Model Pembelajaran Induktif
Model ini direancang untuk memanfaatkan
kemampuan anak laki-laki untuk berpikir secara induktif. PWIM memungkinkan
mereka untuk melakuka generalisasi yang membentuk dasar analisis sruktural dan
fonetik. Dan itu menghormati kemampuan berpikir mereka. Dengan demikian,
prinsip utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat
generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan
instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan
berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi
apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan
meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca
kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka
dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang
gambar mereka.
The picture word inductive model can be used
to teach phonics and spelling both inductively and explicitly. However, the
model is designed to capitalize on hildren’s ability to think inductively. The
PWIM enables them to buid generalizations that form the basis of sructural and
phonetic analysis. And it respects their ability to think. Thus, a major
principle of the model is that students have the capability to make
generalizations that can help them to master the conventions of language.the
instructional sequence of the model cycles and recycles through the following
activities: The students study a picture selected by the teacher identify what
they see in the picture for the teacher to label read and review the words
generated use the picture word chart to read their own sets of word classify
words according to properties they can identify and develop titles, sentences,
and paragraphs about their picture (Calhoun, 1999:21-22).
Meskipun belum menjadi isu yang jauh lebih
menonjol dalam ILP daripada perdebatan yang eksplisit, pertanyaan mengenai
keefektifan metode pembelajaran induktif sebagai lawan deduktif adalah untaian
penelitian yang sangat menjanjikan dalam penelitian pragmatik. Sebenarnya, ini
bisa dilihat sebagai perpanjangan atau penyempurnaan dari perdebatan
implisit-eksplisit karena dibutuhkan analisis desain instruksional selangkah
lebih maju, mengatasi masalah urutan instruksi dan peran kegiatan peningkatan
kesadaran di kelas.
Although as yet a much less prominent issue in
ILP than the explicitimplicit debate, the question concerning the effectiveness
of inductive as opposed to deductive teaching methods is a highly promising
strand of research in acquisitional pragmatics resaerch. In fact, it could be
seen as the extension or refinement of the explicit-implicit debate since it
takes the analysis of instructional designs one step further, addressing issues
of the sequencing of instruction and the role of consciousness-raising
activities in the classroom (Glaser,2014:58-59).
2.6 Kajian
Kritis
Pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang
bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Model
pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi
sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru
langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi
tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa
untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan.
Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam
belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning)
dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing
siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan
membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini,
jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan
pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing
Struktur sosial dalam pembelajaran menjadi ciri lingkungan kelas yang sangat dibutuhkan untuk belajar melalui model pembelajaran induktif. Model pembelajaran induktif mensyaratkan sebuah lingkungan belajar yang mana di dalamnya siswa merasa bebas dan terlepas dari resiko takut dan malu saat memberikan pendapat, bertanya, membuat konklusi dan jawaban. Mereka harus bebas dari kritik tajam yang dapat menjatuhkan semangat belajar.
Struktur sosial dalam pembelajaran menjadi ciri lingkungan kelas yang sangat dibutuhkan untuk belajar melalui model pembelajaran induktif. Model pembelajaran induktif mensyaratkan sebuah lingkungan belajar yang mana di dalamnya siswa merasa bebas dan terlepas dari resiko takut dan malu saat memberikan pendapat, bertanya, membuat konklusi dan jawaban. Mereka harus bebas dari kritik tajam yang dapat menjatuhkan semangat belajar.
Model ini dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut:
1. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Artinya, dalam seting kelas, bahan-bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitiftertentu.
Dalam seting tersebut, dimana siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam suatu sistem konsep,yaitu:
- Saling menghubung-hubungkan data yang diperoleh satu sama lain serta membuat kesimpulan berdasarkan hubungan-hubungan tersebut
- Menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahuinya dalam rangka membangun hipotesis,dan
- Memprediksi dan menjelaskan suatu fenomena tertentu. Guru, dalam hal ini, dapat membantu proses internalisasi dan konseptualisasi berdasarkan informasi tersebut
2. Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful). Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berpikir tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasai terlebih dahulu, dan urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karenanya, konsep tahapan beraturan ini memerlukan strategi mengajar tertentu agar dapat mengendalikan tahapan-tahapan tersebut. Peran guru dalam pembelajaran :
Saat
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru
telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan
mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap
ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Sekali lagi, diingatkan, bahwa model pembelajaran induktif
memerlukan keterampilan bertanya yang bagus dari guru. Selain itu guru juga
harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan,
dan selalu menunjukkan ekspektasi positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa-siswanya.
Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran
induktif juga bergantung pada contoh-contoh /ilustrasi yang digunakan oleh guru
serta kemampuan guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap
contoh/ilustrasi.
Kelebihan Model Pembelajaran Induktif
Kelebihan Model Pembelajaran Induktif
- Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
- Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa denganguru
- Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses tanya jawab tersebut.
Kelemahan Model Pembelajaran Induktif
- Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi.
- Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir
- Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secarasempurna
- Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru harus telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan metode ini maka kemandirian siswa tidak dapat berkembangoptimal.
- Guru harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, sehingga peran guru sangat vital dalam mengontrol proses belajar siswa.
- Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif bergantung pada contoh-contoh atau ilustrasi yang digunakan oleh guru.
- Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1.
Pengertian Model
pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi
sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru
langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan
ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru
membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi
yang diberikan. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori
konstruktivisme dalam belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam
bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah
guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan
cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran
induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya
dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan
untuk membuat siswa berpikir.
2.
Tahapan-tahapan model induktif Terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran
induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), Tahap
Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure),
dan Aplikasi (Penerapan / Application).
3.
Strategi model pembelajaran induktif
1.
Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada fase ini langkah
pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan menguraikan masalah
menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian mengelompokkan fakta fakta
yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan selanjutnya adalah
menentukan susunan fakta tersebut .
2.
Interprestasi data . pada fase ini langkah pembelajaran dilakukan dengan
memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan hubungan antar fakta, lalu
menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau
hipotesis dan ramalan.
3.
Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran yang di ambil
adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan yang terakhir
adalah pemeriksaan ramalan.
4.
Prinsip pembelajaran model induktif
prinsip
utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat
generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan
instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan
berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi
apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan
meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca
kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka
dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang
gambar mereka.
3.2 Saran
Penulis
menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih
fkus dan details dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber
yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa
berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dan bahasan makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah ani , 2016. Study
literatur:Pendekatan induktif untuk meningkatkan kemampuan generalisasi dan self confident
siswa smk. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Aprilianti, Nur faida fitri,2014. Penerapan model pembelajaran induktif untuk melatih keterampilan
metakognitif siswa pada materi larutan penyangga. Surabaya : Universitas Negeri
Surabaya.
Bruce Joice, 2015. Model
of teaching. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Buhaerah, dkk, 2005. Model pengajaran dan pelatihan
strategi kognitif (model p2sk) yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif
Calhoun, Emily f. 1999. Teaching beginning reading and writing with the picture work inductive
model. Virginia : USA.
Dr. Malik Amer , dkk. 2015. Comparative study of inductive& deductive methods of teaching
mathematics at elementary level. Pakistan : Institute Of Education and Research
Gomal University.
Dr. Warsiman, M.Pd. 2016. Membumikan pembelajaran sastra yang humanis .Malang : Universitas
Brawijaya.
Firmina Angela Nai. 2017. Teori belajar dan pembelajaran. Yogyakarta : Budi Utama.
Glaser, Karen .2014. Inductive or Deductive. Luniburg : Universitat.
Joshua B, dkk. 2006. Theory-based Bayesian models of inductive learning and
reasoning. Department of Brain and Cognitive Sciences, Massachusetts Institute of
Technology, Cambridge, MA, USA.
Limris Gorat. 2013. The effect of
using deductive approach and inductive approach in teaching English to student
on their conditional sentence mastery. Surabaya : Universitas Katolik Widya
Mandala.
Luís Fernando Raínho Alves Torgo. 1999. INDUCTIVE LEARNING OF
TREE-BASED REGRESSION MODELS. Departamen to de Ciência de
Computadores Faculdade de Ciências da Universidade do Porto Setembro de 1999.
Mustofa, Imron . 2016. Jendela Logika dalam Berfikir:
Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah.
Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2.
Sari,
Diah Prawitha.2016. Berpikir matematis
dengan metode induktif , deduktif, analogi, integrative dan abstrak. Jurnal
matematika dan pendidikan matematika vol. 5 universitas khairun ternate.
Teresia,
Maria Nike K. 2015. Penalaran deduktif dan induktif siswa dalam pemecahan masalah trigonometri di tinjau dari tingkat IQ . Surabaya : santa maria.
Zakaria ndemo. 2017. Mathematics
Undergraduate Student Teachers’ Conceptions of Guided
Inductive and Deductive
Teaching Approaches. Journal of Curriculum and Teaching Vol.6 No.2
0 komentar:
Posting Komentar