Sabtu, 08 Desember 2018

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJRAN FISIKA (Model Pengajaran Induktif.)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.43.00

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Perkembangan pengetahuan saat ini telah melaju dengan pesat dan erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Maka seharusnya seorang guru harus mampu menyesuaikan kondisi perkembangan yang telah ada saat ini dengan lebih mengembangkan sesuatu pembelajaran atau metode yang harus dilakukan ketika melakukan pembelajaran kepada siswanya. Seorang guru di tuntut mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap professional dalam memberikan pembelajaran terhadap siswa-siswanya saat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dapat dikatakan berhasil atau tidaknya kegiatan pembelajaran, tergantung pada efektif tidaknya metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi.  Hal itu mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara optimal.
Dalam proses kegiatan pembelajaran terdapat berbagai jenis strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru. Strategi pembelajaran tersebut dapat diklasifikasi dengan menggunakan berbagai dasar (titik tolak) klasifikasi. Bagi seorang guru pemahaman tentang berbagai dasar klasifikasi tersebut disamping bermanfaat sebagai kerangka acuan untuk memahami dengan lebih baik setiap strategi pembelajaran, juga pada gilirannya akan sangat bermanfaat didalam memilih serta menggunakan setiap jenis trategi pembelajarann tersebut secara lebih efektif didalam penciptaan sistem lingkungan belajar-mengajar.
Terdapat beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih secara asal-asalan. Strategi yang digunakan haruslah strategi yang direncanakan berdasarkan pertimbangan perbedaan individu diantara siswa, yang dapat memberi feedback dan inisiatif murid untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.




1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui Pengertian Model pengajaran  Induktif.
2.    Untuk mengetahui Model Pengajaran Induktif.
3.    Untuk mengetahui Tahapan-Tahapan dalam Model Pengajaran Induktif.
4.    Untuk mengetahui Strategi Pengajaran Model Induktif.
5.    Untuk mengetahui Prinsip Pengajaran Model Induktif.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Model Induktif
2.1.1 Pengertian Model Induktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah, logika dan matematika, serta logika dan statistika. Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum (Sari,2016:80-81).

Penalaran induktif adalah proses penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi spesifik untuk mencapai kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta-fakta tersebut secara koheren. Penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang khusus atau spesifik ke hal-hal yang bersifat umum. Demikian juga dengan Tim PPPG (dalam Shadiq : 2004) mengemukakan bahwa penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran induktif diartikan sebagai suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar (Theresia,2015:70).

 Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamatan terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah kontekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan Hudoyo (2001) yang mengatakan bahwa pendekatan induktif berperan dari hal-hal yang bersifat konkret ke yang bersifat abstrak, dari contoh-contoh khusus ke rumus umum. Setelah siswa memahami dan merumuskan suatu konsep berdasarkna sejumlah contoh konkret, maka kemudian siswa akan sampai kepada proses generalisasi. Major (Dahiana, 2010) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju pada kesimpulan atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun suatu konsep atau generalisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi siswa akan sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati. Pendekatan induktif dirancang berlandaskan teori kontruktivisme, karena pada rancangan sintaks pembelajaran didominasi dengan kegiatan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasarkan pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Sehingga siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif (Aisyah,2016:5-6).

Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek dan umum. Generalisasi adalah salah satu ciri yang paling khas dalam metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak berarti dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas. Justru, melalui metode ini, diberikan suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian, bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar, sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas. Maksud probabilitas disini adalah Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau “ramalan” dengan suatu tingkat keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian dimasa yang akan datang. Penalaran model ini dipublikasikan secara massive oleh Francis Bacon (1561-1626), Bacon yang merasa tidak puas dengan penalaran deduktif, merasa kecewa kenapa, misalnya masalah jumlah gigi kuda saja harus berdebat habis-habisan, bukannya dengan menggunakan logika induktif pemecahannya sangat mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya. Dalam satu sisi, walaupun Bacon dianggap sebagai pencetus penalaran ini namun pada hakekatnya telah berhutang budi pada sarjana muslim yang telah mengenalkan metode ini, dalam kurun waktu antara abad 9-12 masehi. H.G. Wells menyimpulkan bahwa semangat pencarian kebenaran ini dimulai oleh para pemikir Yunani, dan kembali dikobarkan oleh pemikir Muslim. Sehingga estafet penalaran ini dimulai dari pemikir Yunani, disesuaikan oleh Muslim, dan ditiru oleh Bacon. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, induksi merupakan sebuah cara berfikir yang memiliki andil besar dalam perkembangan peradaban manusia. Maka dari itu setiap pola berfikir memiliki identitasnya masing-masing. Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di desa memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula ragukan. Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak lengkap. Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap. Bahkan manakala seseorang seusai mengamati hal-hal partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah menggunakan induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun yang lebih perlu dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi (Mustofa,2016:135-136).

2.2 Model Pengajaran Induktif
     2.2.1 Sintaks
Fase Satu : Mengidentifikasi Domain
·         Menetapkan focus dan batas penelitian awal.
·         Mengklarifikasi tujuan jangka panjang.
Fade Dua : Mengumpulkan dan Menghitung Data
·         Menggabungkan dan menampilkan perangkat data.
·         Menghitung dan memberi label data.
Fase Tiga : Memeriksa Data
·         Meneliti item-item secara menyeluruh pada perangkat data dan mengidentifikasi sifat-sifatnya.
Fase Empat : Membentuk Konsep-Konsep dengan Mengklasifikasi
·         Mengklasifikasi item-item dalam perangkat data dan saling mengungkapkan hasilnya.
·         Menambahkan data ke perangkat.
·         Mengklasifikasikan kembali, kemungkinan berulang kali.
Fase Lima : Menghasilkan dan Menguji Hipotesis
·         Memeriksa implikasi perbedaan antara kategori-kategori.
·         Mengklasifikasikan kategori-kategori, jika diperlukan.
·         Mengklasifikasikan kembali matriks dua arah, serta dengan koreksi, jika diperlukan.
Fase Enam : Mengkonsolidasi dan Mentransfer
·         Mencari item-item data tambahan dalam materi sumber daya.
·         Mensintesis dengan menulis tentang domain, menggunakan kategori-kategori.
·         Mengonversi kategori menjadi keterampilan.
2.2.2 Sistem Sosial
            Model pengajaran ini memiliki keunggulan untuk struktur yang moderat. Model ini bersifat kooperatif, tetapi guru sangat aktif, terus-menerus mengajarkan keterampilan yang diperlukan dan menenangkan pembahasan ketika diperlukan. Ketika instruktur mengembangkan perangkat data dan menampilkannya kepada para siswa, diperlukan control tingkat tinggi.
2.2.3 Prinsip-Prinsip Aksi -Reaksi
            Guru mengatur tugas-tugas dengan mempertimbangkan level konseptual dan apakah siswa siap untuk melaksanakan fase-fase tertentu, dan yang penting, menggunakan proses ketika diperlukan (Bruce joyce, 2016:102-105).
2.2.4 Sistem Pendukung
            Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah hal-hal yang dapat
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dengan menerapkan model itu. Hal-hal yang diamaksud berupa perangkat dan alat/bahan (Buhaerah, 2005:160)
   2.3 Tahapan-Tahapan Model Induktif
Terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), Tahap Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure), dan Aplikasi (Penerapan / Application). Didalam tahap-tahap model pembeljaran induktif terdapat tahapan yang mencerminkan aspek keterampilan metakognitif, yaitu : Fase 1 Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), dalam Induktif dapat dipadukan dengan tahap perencanaan (planning) pada strategi metakognitif yang ditandai dengan observasi dan deskripsi. Dimulai dengan menunjukkan contoh-contoh kepada siswa sehingga siswa Berpikir dan menulis apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Fase 2 Tahap Konvergen (Convergent Phase), dalam Induktif dapat dipadukan dengan tahap pemonitoran (monitoring) pada strategi metakognitif yakni untuk mencapai tujuan belajar guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi atau mengenal pola-pola dalam contoh menggunakan beberapa pertanyaan dengan mengecek proses pemecahan masalah dengan tujuan belajar (Aprilianti dan Sugiarto, 2014:248).
Sistem pembelajaran menggunakan kesimpulan induktif dilanjutkan dengan melakukan serangkaian transmutasi pengetahuan ke set pelatihan yang diberikan, untuk mendapatkan generalisasi kasus-kasus (model konsep yang diteliti). Pelajar yang diawasi lainnya juga ada menggunakan mekanisme inferensi lain atau bahkan membatasi diri untuk menyimpan kasus (mis.pembelajar berbasis instance; Aha et al, 1991). Tergantung pada jenis pengetahuannya transmutasi yang dilakukan oleh pembelajar kita dapat memperoleh berbagai jenis konsep deskripsi (atau model). Dalam kasus tertentu pembelajar menggunakan beberapa kesimpulan induktif alternatif ada dalam literature.

Learning systems using inductive inference proceed by performing a series of knowledge transmutations to the given training set, in order to obtain a generalisation of the cases (a model of the concept under study). Other supervised learners exist that either use other inference mechanisms or even limit themselves to storing the cases (e.g. instance-based learners; Aha et al, 1991). Depending on the type of knowledge transmutations carried out by the learner we can obtain different types of concept descriptions (or models). In the particular case of learners using inductive inference several alternatives exist within the literature.( Luís Fernando Raínho Alves Torgo, 1999 )

Inferensi induktif memungkinkan manusia untuk menjadi kuatgeneralisasi dari data jarang ketika belajar tentang arti kata, sifat tak teramati, kausal hubungan, dan banyak aspek lain di dunia. Akun tradisional induksi menekankan baik kekuatan pembelajaran statistik, atau pentingnya kendala kuat dari pengetahuan domain terstruktur, teori atau skema intuitif. Kami berpendapat bahwa keduanya komponen diperlukan untuk menjelaskan sifat, penggunaan dan akuisisi pengetahuan manusia, dan kami perkenalkan kerangka Bayesian berbasis teori untuk pemodelan pembelajaran induktif dan penalaran sebagai infer- statistic ences atas representasi pengetahuan terstruktur.

Inductive inference allows humans to make powerful generalizations from sparse data when learning about word meanings, unobserved properties, causal relationships, and many other aspects of the world.Traditional accounts of induction emphasize either the power of statistical learning, or the importance of strong constraints from structured domain knowledge, intuitive theories or schemas. We argue that both components are necessary to explain the nature, use and acquisition of human knowledge, and we introduce a theory-based Bayesian framework for modeling inductive learning and reasoning as statistical inferences over structured knowledge representations.( Joshua B, 2006:1 )

Induksi berarti menawarkan kebenaran umum dengan menunjukkan, bahwa jika itu benar untuk kasus tertentu. Itu benar untuk semua kasus semacam itu. Pendekatan induktif bersifat psikologis. Metode induktif mengembangkan rasa ingin tahu dengan individu yang membutuhkan hari. Pendekatan induktif disponsori oleh Pestalozzi dan Francis Bacon. Pendekatan induktif didasarkan pada proses induksi dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia matematika, ini adalah metode membangun formula dengan bantuan sejumlah besar contoh nyata, nyata, dan nyata. Dengan menggunakan metode pengajaran matematika ini siswa mengikuti konten dengan minat dan pemahaman yang besar di berbagai tingkatan terutama di tingkat dasar. Metode induktif lebih berguna dalam pelajaran aljabar, geometri, trigonometri, dan aritmatika. Metode induktif berasal dari contoh-contoh khusus untuk aturan umum rumus, ilustrasi konkret untuk aturan abstrak, dikenal tidak diketahui dan sederhana hingga kompleks.
Induction means to offer a general truth by showing, that if it is true for a particular case. It is true for all such cases. Inductive approach is psychological in nature. Inductive method develops curiosity with in the individual which is need of the day. Inductive approach is sponsored by Pestalozzi and Francis Bacon. Inductive approach is based on the process of induction in teaching learning process. In the world of mathematics it is a method of constructing a formula with the help of a sufficient number of concrete, actual and real examples. By using this method of teaching mathematics the students follow the content with great interest and understanding at various levels especially at elementary level. Inductive method is more useful in algebra, geometry, trigonometry and arithmetic teaching and learning. Inductive method proceeds from particular examples to general rules of formulae, concrete illustration to abstract rules, known to unknown and simple to complex.
( Dr. Malik Amer Atta, 2015 :21)

Pendekatan induktif mengacu pada gaya pengenalan bahasa konteks yang mengandung aturan sasaran di mana siswa dapat menginduksi aturan tersebut melalui konteks dan contoh contoh praktis. Dengan kata lain, urutannya dalam pendekatan ini pergi dari menciptakan situasi dan memberikan contoh kepada generalisasi di mana siswa harus menemukan generalisasi seperti itu oleh diri mereka sendiri atau dengan bantuan guru. Mautone (2004) mengatakan bahwa dengan pendekatan induktif, guru menunjukkan kepada siswa mereka serangkaian contoh dan tidak ada contoh, kemudian pandu mereka untuk memperhatikan suatu pola dan muncul dengan generalisasi atau aturan konsep. Pendekatan induktif, pada gilirannya, bergerak dari spesifik ke umum. Para pembelajar pertama kali ditunjukkan banyak contoh yang mengandung tertentu struktur gramatikal dalam konteks yang berbeda dan mereka harus bekerja aturan sendiri. Selanjutnya para siswa menerapkan aturan dengan berbagai latihan dan dalam konteks yang berbeda untuk belajar bagaimana mereka benar-benar bekerja secara nyata penggunaan bahasa.

The inductive approach refers to the style of introducing language context containing the target rules where students can induce such rulethrough the context and practical examples. In other words, the sequence in this approach goes from creating a situation and giving examples to the generalization where students should discover such generalization by themselves or with the teacher's help. Mautone (2004) says that with and inductive approach, teachers show their students a series of examples and non-examples, then guide them toward noticing a pattern and coming up with the generalization or concept rule.The inductive approach, in its turn, moves from specific to general.The learners are first shown many examples that contain a certain grammatical structure in different contexts and they have to work out the rules by themselves. Next the learners apply the rules with various exercises and in different contexts to learn how they actually work in real language use. (Limris Gorat ,2013:80-81)
               
Pendekatan pengajaran induktif yang diarahkan adalah di mana instruksi dimulai dengan ‘spesifik,’ biasanya satu set pengamatan atau data eksperimental. Ketika para pembelajar mencoba menganalisis dan menafsirkan contoh-contoh spesifik, skenario khusus dengan beberapa petunjuk dan bantuan lain dari guru, pelajar kemudian menyadari atau menemukan generalisasi matematika, aturan, prosedur dan prinsip matematika (Prince and Felder, 2006, p.1). Maka dengan pengajaran induktif hubungan matematika dibangun oleh peserta didik karena mereka mengevaluasi secara kuantitatif generalisasi dalam subset yang tepat dari semua kemungkinan kasus (Stylianides, 2011, hal. 1; Harel dan Sowder, 1998, 2007). Evaluasi kuantitatif ini mungkin melibatkan tes numerik atau uji coba hubungan dan refleksi yang diberikan pada contoh spesifik (Morselli, 2006, hal 6). Beberapa manfaat berasal dari eksplorasi spesifik yang induktif ini. Beberapa manfaat termasuk membangun koneksi matematika (Morselli, 2006), menemukan pola, memberikan wawasan tentang apa yang perlu dipecahkan selama pemecahan masalah (Harel dan Sowder, 1998) dan retensi fakta matematika (Prince and Felder, 2006). Pemikiran induktif adalah kecenderungan alamiah untuk mengevaluasi pernyataan matematika secara probabilistik. Berpikir induktif kebiasaan telah terbukti mapan di antara peserta didik (CadawalladerOlsker, 2009). Setelah ditanamkan di peserta didik kebiasaan berpikir induktif mereka telah dilaporkan sulit untuk dihilangkan atau dibatalkan (CadawalladerOlsker, 2009; Harel and Sowder, 1998). Itu adalah salah satu tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pemahaman ini dengan baik didokumentasikan keterbatasan pengajaran induktif di antara guru-guru matematika di-layanan guru terlepas dari itu manfaat tersebut. Kami sekarang beralih ke pemikiran deduktif.

Directed inductive teaching approach is whereby instruction begins with ‘specifics,’ typically a set of observations or experimental data. As the learners try to analyse and interpret the specific examples, specific scenarios with some hints and other assistance from the teacher, the learners then realize or discover the mathematical generalizations, rules, procedures and mathematical principles (Prince and Felder, 2006, p.1). Hence with inductive teaching mathematical relationships are built by learners as they quantitatively evaluate the generalizations in a proper subset of all possible cases (Stylianides, 2011, p. 1; Harel and Sowder, 1998, 2007). These quantitative evaluations may involve numeric tests or trials of given relationships and reflections on the specific examples (Morselli, 2006, p. 6). Several benefits are derived from these inductive explorations of specifics. Some of the benefits include building mathematical connections (Morselli, 2006), discovering of patterns, providing insights on what needs to be solved during problem solving (Harel and Sowder, 1998) and retention of mathematical facts (Prince and Felder, 2006). Inductive thinking is the natural tendency to evaluate mathematical statements probabilistically. Inductive thinking habits have been shown to be well established among learners (CadawalladerOlsker, 2009). Once inculcated in learners inductive thinking habits they have been reported to be difficult to eradicate or undo (CadawalladerOlsker, 2009; Harel and Sowder, 1998). It was one of the goals of this study to find out the level of grasp of this well documented limitation of inductive teaching among in-service mathematics student teachers in spite of its aforementioned benefits. We now turn to deductive thinking. (Zakaria Ndemo, 2017: 76)


2.4  Strategi Pembelajaran Model Induktif
Menurut (Dr.warsiman,m.pd,2016:47-48) Ia mengatakan bahwa system berpikir yang dianggap paling baik menurutnya adalah berpikir yang dilandasi oleh cara induktif, yaitu proses dalam berpikir  berlangsung dari hal hal bersifat khusus ke hal hal yang bersifat umum. Proses belajar yang demikian menuntut agar suatu simpulan ditarik atas dasar adanya fakta fakta yang kongkret sebanyak banyaknya . semakin banyak fakta yang terkumpul akan semakin mendukung suatu simpulan yang akurat. Menurut Dahar (1996:6) suatu teori yang di dasari oleh kontruksi induktif akan bekerja dari bawah ke atas . lebih lanjut ia mencontohkan bahwa penelitian yang berangkat dari teori induktif akan menghasilkan rumusan teori yang mencakup pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Menurut(Moedjiono dan dimyati, 1992:113) Model induktif sebenarnya di rancang untuk mengembangkan proses berpikir yang induktif . berpikir induktif yang di maksud adalah berpikir yang di rancang menurut pola penalaran setapak demi setapak. Pola penalaran yang demikian ini dengan perkembangan proses berpikir anak, bahwa anak pada umumnya  memiliki kemampuan berpikir secara gradual,terutama anak pada masa masa pencarian jati diri (Ali dan Asrun, 2006:8). Bahkan pada masa tersebut anak mengalami saat transisi intelektual, yakni dari kemampuan berpikir konkret berangsur angsur menuju pada kemampuan berpikir abstrak.
Model berfikir induktif jika di hubungkan dengan proses pembelajaran setidaknya memiliki tiga strategi yaitu :
1.      Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada fase ini langkah pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan menguraikan masalah menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian mengelompokkan fakta fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan selanjutnya adalah menentukan susunan fakta tersebut .
2.      Interprestasi data . pada fase ini langkah pembelajaran dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan hubungan antar fakta, lalu menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.
3.      Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran yang di ambil adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan yang terakhir adalah pemeriksaan ramalan.

Menurut (Firmina angela nai,2017:243) Strategi induktif merupakan cara pembelajaran yang di kembangkan atas dasar pemikiran induktif yakni pemikiran untuk menarik suatu simpulan dari data yang teramati. Model ini menekankan pengalaman lapangan seperti mengamati suatu gejala, mencoba suatu proses , dan menyimpulkan . model ini dapat di gunakan untuk belajar semua mata pelajaran , di kembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi dan di kembangkan atas dasar pemikiran bahwa kemampuan berpikir dapat di ajarkan. Aktifitas berpikir (pembentukan konsep),merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data . proses bepikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan artinya untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu , prasyarat tertentu harus di kuasai terlebih dahulu.
2.5 Prinsip Model Pembelajaran Induktif
Model ini direancang untuk memanfaatkan kemampuan anak laki-laki untuk berpikir secara induktif. PWIM memungkinkan mereka untuk melakuka generalisasi yang membentuk dasar analisis sruktural dan fonetik. Dan itu menghormati kemampuan berpikir mereka. Dengan demikian, prinsip utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang gambar mereka.
The picture word inductive model can be used to teach phonics and spelling both inductively and explicitly. However, the model is designed to capitalize on hildren’s ability to think inductively. The PWIM enables them to buid generalizations that form the basis of sructural and phonetic analysis. And it respects their ability to think. Thus, a major principle of the model is that students have the capability to make generalizations that can help them to master the conventions of language.the instructional sequence of the model cycles and recycles through the following activities: The students study a picture selected by the teacher identify what they see in the picture for the teacher to label read and review the words generated use the picture word chart to read their own sets of word classify words according to properties they can identify and develop titles, sentences, and paragraphs about their picture (Calhoun, 1999:21-22).

Meskipun belum menjadi isu yang jauh lebih menonjol dalam ILP daripada perdebatan yang eksplisit, pertanyaan mengenai keefektifan metode pembelajaran induktif sebagai lawan deduktif adalah untaian penelitian yang sangat menjanjikan dalam penelitian pragmatik. Sebenarnya, ini bisa dilihat sebagai perpanjangan atau penyempurnaan dari perdebatan implisit-eksplisit karena dibutuhkan analisis desain instruksional selangkah lebih maju, mengatasi masalah urutan instruksi dan peran kegiatan peningkatan kesadaran di kelas.
Although as yet a much less prominent issue in ILP than the explicitimplicit debate, the question concerning the effectiveness of inductive as opposed to deductive teaching methods is a highly promising strand of research in acquisitional pragmatics resaerch. In fact, it could be seen as the extension or refinement of the explicit-implicit debate since it takes the analysis of instructional designs one step further, addressing issues of the sequencing of instruction and the role of consciousness-raising activities in the classroom (Glaser,2014:58-59).
2.6 Kajian Kritis                                                      
Pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing
Struktur sosial dalam pembelajaran menjadi ciri lingkungan kelas yang sangat dibutuhkan untuk belajar melalui model pembelajaran induktif. Model pembelajaran induktif mensyaratkan sebuah lingkungan belajar yang mana di dalamnya siswa merasa bebas dan terlepas dari resiko takut dan malu saat memberikan pendapat, bertanya, membuat konklusi dan jawaban. Mereka harus bebas dari kritik tajam yang dapat menjatuhkan semangat belajar.

Model ini dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut:
1. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Artinya, dalam seting kelas, bahan-bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitiftertentu.
Dalam seting tersebut, dimana siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam suatu sistem konsep,yaitu:

  • Saling menghubung-hubungkan data yang diperoleh satu sama lain serta membuat kesimpulan berdasarkan hubungan-hubungan tersebut 
  • Menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahuinya dalam rangka membangun hipotesis,dan 
  • Memprediksi dan menjelaskan suatu fenomena tertentu. Guru, dalam hal ini, dapat membantu proses internalisasi dan konseptualisasi berdasarkan informasi tersebut 

2. Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful). Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berpikir tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasai terlebih dahulu, dan urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karenanya, konsep tahapan beraturan ini memerlukan strategi mengajar tertentu agar dapat mengendalikan tahapan-tahapan tersebut. Peran guru dalam pembelajaran :
Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Sekali lagi, diingatkan, bahwa model pembelajaran induktif memerlukan keterampilan bertanya yang bagus dari guru. Selain itu guru juga harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, dan selalu menunjukkan ekspektasi positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa-siswanya. Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif juga bergantung pada contoh-contoh /ilustrasi yang digunakan oleh guru serta kemampuan guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap contoh/ilustrasi.

Kelebihan Model Pembelajaran Induktif
  1. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran. 
  2. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa denganguru 
  3. Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses tanya jawab tersebut. 

Kelemahan Model Pembelajaran Induktif
  1. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi. 
  2. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir 
  3. Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secarasempurna 
  4. Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru harus telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan metode ini maka kemandirian siswa tidak dapat berkembangoptimal. 
  5. Guru harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, sehingga peran guru sangat vital dalam mengontrol proses belajar siswa. 
  6. Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif bergantung pada contoh-contoh atau ilustrasi yang digunakan oleh guru. 
  7. Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.






BAB III
PENUTUP
3.1  kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :

1.      Pengertian Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.
2.      Tahapan-tahapan model induktif Terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), Tahap Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure), dan Aplikasi (Penerapan / Application).
3.      Strategi model pembelajaran induktif
1.      Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada fase ini langkah pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan menguraikan masalah menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian mengelompokkan fakta fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan selanjutnya adalah menentukan susunan fakta tersebut .
2.      Interprestasi data . pada fase ini langkah pembelajaran dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan hubungan antar fakta, lalu menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.
3.      Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran yang di ambil adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan yang terakhir adalah pemeriksaan ramalan. 



4.      Prinsip pembelajaran model induktif
prinsip utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang gambar mereka.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fkus dan details dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan makalah yang telah di jelaskan.










DAFTAR PUSTAKA
Aisyah ani , 2016. Study literatur:Pendekatan induktif untuk meningkatkan kemampuan                 generalisasi dan self confident siswa smk. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Aprilianti, Nur faida fitri,2014. Penerapan model pembelajaran induktif untuk melatih keterampilan metakognitif siswa pada materi larutan penyangga. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Bruce Joice, 2015. Model of teaching. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Buhaerah, dkk, 2005. Model pengajaran dan pelatihan strategi kognitif (model p2sk) yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
Calhoun, Emily f. 1999. Teaching beginning reading and writing with the picture work inductive model.  Virginia : USA.
Dr. Malik Amer , dkk. 2015. Comparative study of inductive& deductive methods of teaching mathematics at elementary level. Pakistan : Institute Of Education and Research Gomal University.
Dr. Warsiman, M.Pd. 2016. Membumikan pembelajaran sastra yang humanis .Malang : Universitas Brawijaya.
Firmina Angela Nai. 2017. Teori belajar dan pembelajaran. Yogyakarta : Budi Utama.
Glaser, Karen .2014. Inductive or Deductive. Luniburg : Universitat.
Joshua B, dkk. 2006. Theory-based Bayesian models of inductive learning and reasoning. Department of Brain and Cognitive Sciences, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA, USA.

Limris Gorat. 2013. The effect of using deductive approach and inductive approach in teaching English to student on their conditional sentence mastery. Surabaya : Universitas Katolik Widya Mandala.

Luís Fernando Raínho Alves Torgo. 1999. INDUCTIVE LEARNING OF TREE-BASED REGRESSION MODELS. Departamen to de Ciência de Computadores Faculdade de Ciências da Universidade do Porto Setembro de 1999.

Mustofa, Imron . 2016. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar                   Penalaran Ilmiah.  Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2.

Sari, Diah Prawitha.2016. Berpikir matematis dengan metode induktif , deduktif, analogi, integrative dan abstrak. Jurnal matematika dan pendidikan matematika vol. 5 universitas khairun ternate.

Teresia, Maria Nike K. 2015.  Penalaran deduktif dan induktif siswa dalam pemecahan                                                                                    masalah trigonometri di tinjau dari tingkat IQ . Surabaya : santa maria.

Zakaria ndemo. 2017. Mathematics Undergraduate Student Teachers’ Conceptions of Guided
Inductive and Deductive Teaching Approaches. Journal of Curriculum and Teaching  Vol.6 No.2


0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadillah's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review