KATA PENGANTAR
Segala puji
syukur bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidaya-Nya.
Sebaik-baiknya sholawat serta salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Apapun yang tergelar di
alam semesta ini adalahbrahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul model pencapaian konsep yang dibimbing oleh bapak Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd.
Makalah ini
membahas mengenai materi model pencapaian konsep dalam pembelajaran. Penulis
menuliskannya dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun dari
jurnal dan membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.
Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini, sehingga tersusun makalah yang sampai dihadapan
pembaca saat ini dan semoga makalah ini mampu menjadi salah satu acuan dalam
memberikan kemudahan untuk memahami maupun mengimplementasikan model pencapaian
konsep. Atas segala kebaikan yang mereka berikan, mudah-mudahan Allah
menganugerahi pahala yang besar pada hari ketika harta ataupun keturunan tidak
bermanfaat, kecuali mereka yang datang menghadap allah dengan kalbu yang
bersih.
Penulis
menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karenanya sangat
diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang bearsifat
menbangun demi tercapainya makalah yang lebih baik untuk selanjutnya.
Jambi,
Oktober 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………………….…..1
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………….….....2
BAB
I PENDAHULUAN …………………………………………………………………..…4
1.1 Latar
Belakang ………………………………………………………………………….…4
1.2 Tujuan
……………………………………………………………………………………..4
BAB
II LITERATUR …………………………………………………………………….........5
2.1
Kajian Teoritik ……………………………………………………………………….........5
2.1 Pengertian Model Pencapaian Konsep……………………………………..……….5
2.2
Pemahaman dan Model Pembelajaran……...……………………………….……..6
2.3 Faktor yang mempengaruhi
peahaman konsep dan model pembelajaran yang efektif…………………………………………………………………………………..6
2.4
Peran penting guru dalam model pencapaian konsep………………………..…….7
2.5 Sintaks Model Pencapaian Konsep….……………………………………………..7
2.6 Analisis model
pencapaian konsep……………………………………………..…..8
2.6.1 Sistem sosial……………………………………………………………..
2.6.2
Prinsip-Prinsip Reaksi…………………………………………………...
2.6.3
Sistem Pendukung……………………………………………………….
2.7
Contoh penerapan model pencapaian konsep……..……………………………….9
2.8
Model pemrosesan informasi………………………………………………………9
2.9 Self-Concept and Its Relation to
Achievement……….………………………..9
2.10
Planning conceptual learning model lessons………………………………………………………….10
2.11 Concept Attainment Model……………………………...............……........12
2.12 Theoretical Models and Methodological Guidelines……….…………...............13
2.13
Theoretical Models and Methodological Guidelines……………………………14
2.14 Theoretical and
Empirical Work…………………………………………............16
2.15 Kelebihan dan kekurangan model pencapaian
konsep…………………………..17
2.16 Kajian
teoritik……………………………………………………………………18
BAB II
PENUTUP……………………………………………………………………………16
3.1
Kesimpulan………………………………………………………………………………..16
3.2 Saran………………………………………………………………………………………17
Daftar
pustaka…………………………………………………………………………………18
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan
suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses
belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang
sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar
mengajar ini 60% terletak ditangan guru.
Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibabaki oleh
guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya.
Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi
telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek telah menjadikan
kehidupan manusia menjadi lebih praktis dan lebih mudah, sesuatu yang
sebelumnya tidak dapat dilakukan dan diperoleh saat ini dengan mudah dapat
segera diwujudkan termasuk didalam dunia pendidikan produk teknologi telah
menjadi guru kedua bagi anak.
Selain dari pada itu, pendidikan yang hanya menggunakan
metode-metode lama yang mana guru hanya menerangkan dan memberi tugas kepada
siswa, yang membuat siswa bosan, akhirnya proses belajar-mengajar menjadi tidak
menarik dan membosankan, yang akhirnya tidak ada kemajuan didalam dunia
pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya model-model pembelajaran yang
dijadikan pedoman untuk guru agar proses belajar mengajar lebih menarik yang nantinya
mampu membentuk anak didiknya karena kedewasaan seperti yang diharapkan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kami mengangkat
topik masalah model pembelajaran pencapaian konsep dan model latihan
penelitian mudah mudan dapat memperkaya model pembelajaran sehingga
siswa tidak bosan untuk mengikuti pelajaran.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari model pencapaian konsep
2.
Untuk
mengetahui sintaks dari model pembelajaran
3.
Untuk
mengetahui analisis model pencapaian konsep
BAB
II
LITERATUR
Kajian
Teoritik
2.1 Pengertian Model Pencapaian Konsep
Model pencapaian konsep
adalah sarana evaluasi yang sangat bagus
ketika guru ingin menentukan apakah gagasa-gagasan penting yang diperkenalkan
lebih dini telah dikuasai. Model pencapaian konsep ini dengan cepat
mengungkapkan kedalaman pemahaman siswa dan memperkuat pengetahuan mereka
sebelumnya.
Pelajaran pencapaian konsep yang
memberikan konsep-konsep penting dalam unit-unit penelitian sosial-
konsep-konsep seperti demokrasi,
sosialisme, kapitalisme, dan process (perlakuan yang adil melalui sistem
hukum normal, khususnya menyangkut hak warga negara)- dapat secara periodik
digabungkan menjadi unit-unit yang tergantung pada kemampuan membaca dan
melaporkan siswa.
Model pencapaian konsep dapat
digunakan untuk anak-anak dari semua usia dan kelas sekolah. Kita telah melihat
guru-guru sangat berhasil menggunakan model tersebut untuk anak-anak taman kanak-kanak, yang
mencintai tantangan aktivitas induktif.
Ketika model pencapaian konsep
digunakan pada pendidikan anak usia dini, materi-materi yang konkret untuk
contoh-contohnya sering tersedia. (Joyce 20)
Model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial dan untuk menetukan perangkat-perangkat pembelajaran yang
termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Penerapan
model pencapaian konsep menggunakan peta
pikiran akan menetukan bentuk aktivitas-aktivitas pembelajaran tertentu. Model
pencapaian konsep dapat menyempurnakan tujuan-tujuan instruksional, tergantung
pada tekanan pelajaran tertentu. Model ini di rancang untukmengajarkan
konsep-konsep tersebut. Model ini juga menyediakan praktik dalam logika
induktif dan kesempatan-kesempatan untuk mengubah dan mengembangkan
strategi-strategi membangun konsep yang dimiliki siswa (Rahmi,Harahap, 2013 :186-188).
2.2 Pemahaman dan Model
Pembelajaran
Pemahaman
merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai
penyerapan arti suatu materi yang dipelajari.
Namun
pada kenyataannya banyak siswa yang kesulitan dalam memahami konsep Bahkan
mereka kebanyakan tidak mampu mendefenisikan kembali bahan pelajaran dengan
bahasa mereka sendiri serta membedakan antara contoh dan bukan contoh dari
sebuah konsep. Untuk mencapai pemahaman konsep Peserta didik dalam matematika
dapat dilakukan dengan cara menerapkan model pembelajaran quantum teaching.
Model ini merupakan salah satu cara dalam usaha mengembangkan kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa. Quantum teaching menekankan agar siswa mengetahui
dan memahami bentuk nyata dari pembelajaran yang berlangsung dengan bantuan aktivitas
yang diberikan guru. Hal tersebut membuat siswa tidak mengkhayal dalam membayangkan
suatu konsep materi yang dipelajari. Sehingga siswa mampu mengungkapkan konsep
matematikanya dengan bahasa yang benar dan mudah dipahami. Adanya hal tersebut
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dapat dikembangkan (Murizal dkk, 2012 : 19-20).
2.3
Faktor yang mempengaruhi peahaman konsep dan model pembelajaran yang efektif
Berbagai
faktor dapat dipandang dapat mempengaruhi hasil belajar/pemahaman konsep siswa.
Salah satu faktor penting adalah model pembelajaran yang diterapkan guru. Model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih monoton dengan mengimplementasikan
model pembelajaran yang berorientasi pada pemrosesan informasi. Guru lebih
sering memberikan informasi yang sudah jadi, seperti konsep-konsep atau
rumus-rumus yang sudah ada di buku, kemudian memberikan contoh soal dan
memberikan latihan soal. Pada proses pembelajaran, guru kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam kegiatan memprediksi terhadap
pola-pola apa yang mungkin dapat diamati, kegiatan pengamatan atau observasi,
serta kegiatan yang dapat melatih retorika siswa yaitu mengkomunikasikan atau
menjelaskan keterkaitan antara prediksi dan hasil observasi pada orang lain,
sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Selain model,
hasil belajar juga dipengaruhi oleh gaya belajar. Gaya belajar ini tidak
mendapatkan perhatian lebih dari guru dalam memilih strategi atau model
pembelajaran yang diterapkan. Gaya belajar seorang siswa menentukan bagaimana
menyerap dan mengolah informasi, maka gaya belajar akan menjadikan seorang
siswa mampu belajar dan berkomunikasi dengan lebih mudah (Restami dkk 2013 : 2-3).
2.4 Peran penting guru dalam model
pencapaian konsep
Dalam
model pencapaian konsep ini guru sangat berperan penting dan diantaranya yang
harus diperhatikan yaitu; menciptakan suatu lingkungan sedemikian sehingga
siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan
dan ejekan. Pencapaian konsep itu juga harus dijelaskan dan diilustrasikan
bagaimana model pencapaian konsep itu berlangsung.
Dalam
penelitian ini indikator pencapaian pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika
adalah: 1). Menjelaskan ulang sebuah definisi menurut sifat-sifat/ ciri-ciri yang
esensial; 2). Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat yang dimiliki; 3).Memberi
contoh dan non contoh dari konsep; 4). Mengaplikasikan konsep atau algaritma
dalam penyelesaian masalah . Model pembelajaran pencapaian konsep merupakan
salah satu alternatif untuk dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. (Dearlina 2011 : 22).
2.5 Sintaks Model
Pencapaian Konsep
Fase Satu : Penyajian Data dan
Identifikasi Objek
1.
Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli
2.
Siswa membandingkan sifat-sifat dalam contoh positif dan
negatif
3.
Siswa menghasilkan dan menguji hipotesis
4.
Siswa menyebutkan sebuah defenisi menurut sifat-sifat
esensial.
Fase Dua : Menguji Pencapaian
Konsep
1.
Siswa mengidentifikasi contoh tambahan yang tidak diberi
label Ya atau Tidak
2.
Guru mengkonfirmasikan hipotesis,nama-nama konsep, dan
menyatakan kembali defenisi menurut sifat-sifat esensial.
3.
Siswa menghasilkan contoh-contoh.
Fase Tiga : Analisis Strategi
Berpikir
1.
Siswa menjelaskan pemikiran-pemikiran
2.
Siswa membahas peran hipotesis dan sifat-sifat
3.
Siswa membahas jenis dan jumlah hipotesis
2.6 Analisis model pencapaian konsep
2.6.1 Sistem sosial
Sebelum mengajar dengan model
pencapaian konsep, guru memilih konsep,menyeleksi dan mengolah bahan menjadi
contoh-contoh positif dan negatif, dan mengurutkan/merangkai contoh-contoh
tersebut. Meskipun demikian, seperti dideskripsikan oleh para psikolog
pendidikan, banyak bahan pengajarannya,khududnya buku ajar tidak dirancanag
sedemikian rupa sesuai dengan tujuan pembelajaran konsep. Dalam banyak kasus,
guru harus mempersiapkan contoh-contoh, mengali ide-ide dan bahan-bahan dari
buku sumber- sumber lain, dan merancangnya sedemikian rupa sehingga ciri-ciri
menjadi jelas dan tentu saja ada contoh-contoh negatif dan positf yang dibuat
dari konsep tersebut. Ketika menggunakan model pencapaian konsep, guru
bertindak sebagai perekam yang mengawasi
hipotesis –hipotesis (konsep-konsep) dan ciri-ciri yang di buat siswa.
Guru juga menyajikan contoh-contoh tambahan seperlunya. Ada tiga tugas penting
yangbharus diperhatikan guru selama aktivitas pencapaian konseop, yaitu
mencatat/merekam, “membisikkan” (isyarat ), dan menyajikan data tambahan. Dalam
tahap awal pencapaian konsep, guru setidaknya harus menyajikan contoh-contoh
yang sudah benar-benar terstruktur. Namun demikian, prosedur pembelajaran
kooperatif juga dapat berhasil digunakan.
2.6.2 Prinsip-Prinsip Reaksi
Selama proses pelajaran, guru perlu
bersifat mendukung hipotesis siswa, namun, menekankan bahwa mereka menjadi
bersifat hipotesis dan untuk menciptakan dialog dimana para siswa saling
menguji hipotesis mereka. Pada fase model berikutnya, guru harus
mengalihkan perhatian siswa ke arah
analisis konsep dan strategi berpikir mereka, sekali lagi menjadi sangat
suportif. Guru sebaiknya lebih mendorong analisi manfaat berbagai strategi
daripada guru berupaya untuk mencari
satu strategi yang terbaik untuk semua orang dalam semua situasi.
2.6.3 Sistem Pendukung
Pelajaran
pencapaian konsep mewajibkan agar contoh positif dan negtif disajikan kepada
siswa. Sebaiknya ditekankan agar pekerjaan siswa dalam pencapaian konsep tidak
untuk menemukan konsep-konsep baru, tetapi untuk mencapai konsep-konsep yang
sebelumnya telah diseleksi oleh guru. Ketika siswa disajikan dengan
contoh,mereka menjelaskan karakteristik (atribut)-nya, mencari atribut berssama
dalam contoh positif yang tidak di tampilkan dalam contoh negatif.
2.7
Contoh penerapan model pencapaian konsep
Usaha
dan Energi merupakan materi yang memiliki banyak konsep dan terkait dengan
kehidupan sehari-hari. Selain itu, terdapat keterkaitan antara konsep usaha dan
konsep energi sehingga kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan antara konsep
yang satu dengan yang lain. berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Interaktif dalam
Model Pencapaian Konsep untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi
Usaha dan Energi.
Sebelum
diterapakan pembelajaran interaktif dalam model pencapaian konsep, dilakukan pretest
pada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian, pada akhir
pertemuan dilakukan posttest untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan
pembelajaran interaktif dalam model pencapaian konsep (Septianingrum dan Anggaryani 2014 : 7).
2.8
Model pemrosesan informasi
Model model pembelajaran yg tergolong kepada
kelompok ini ialah model pencapaian konsep, model berfikir induktif, model
latihan penelitian , model pemandu awal, model memorisasi, model pengembangn
intelek dan penelitian ilmiah. Menurut Jerome Brunner model pencapaian konsep
ini bertujuan untuk mengembangkan penalaran induktif, dan untuk pengembangan
serta analisis konsep (Andayani, 2012 :
141).
2.9 Self-Concept and Its Relation to Achievement
Achievement Model This
concept is also an efficient model for presenting information that is organized
in various fields of study, one of the advantages of this concept achievement
model is increasing the ability to learn in an easier and more effective way.
Concept achievement
models are learning models designed to help students of all ages develop and
strengthen their understanding of concepts and practice critical thinking
skills. In this learning model, students are not provided with the formulation
of a concept, but they find the concept based on examples that have emphasis on
the characteristics of the concept. In the learning of this concept, the
teacher shows examples and examples of a concept imagined. While students make
hypotheses about what the concept is likely to do, analyze their hypotheses by
looking at examples and non-examples, which ultimately arrive at the concept in
question (Marsh dkk, 2005 :398 ).
Model Pencapaian Konsep
ini juga merupakan model yang efisien untuk menyajikan informasi yang diatur
dalam berbagai bidang studi, salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep
ini adalah meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah
dan lebih efektif.
Model pencapaian konsep
adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dari segala usia
mengembangkan dan memperkuat pemahaman mereka tentang konsep dan mempraktikkan
keterampilan berpikir kritis. Dalam model pembelajaran ini, siswa tidak diberikan
perumusan konsep, tetapi mereka menemukan konsep berdasarkan contoh yang
memiliki penekanan pada karakteristik konsep. Dalam pembelajaran konsep ini,
guru menunjukkan contoh dan contoh dari konsep yang dibayangkan. Sementara para
siswa membuat hipotesis tentang apa yang mungkin dilakukan oleh konsep
tersebut, menganalisis hipotesis mereka dengan melihat contoh dan non-contoh,
yang akhirnya sampai pada konsep yang dipertanyakan. (Marsh dkk , 2005 : 398 ).
2.10 Planning
conceptual learning model lessons
The things that need to be considered in designing lessons using the
concept achievement model are as follows:
1. Establish material
As with other learning models, when applying the concept achievement
model the teacher must determine the material to be taught. The material in
this case is the concept (not generalization, formula, or principle). The
concept that will be pursued should not be new at all for students. It must be
remembered that this model will be more effective if the student who will be taught has some experience about the
concepts to be taught.
2. The importance of
clear learning objectives
As explained
earlier, that the purpose of using the concept achievement model includes
helping students develop concepts and relations between the concepts and
provide training to them about the keritis thinking process, especially in the
formulation and testing of hypotheses.
3. Choose examples
and non-examples
The most important
factor in choosing an example is identifying the examples that best illustrate
the concept.
Besides that, the
chosen example must also be able to broaden students' thinking about the
concepts taught as examples.
Another thing to
note in choosing an example is not choosing an isolated example from the
context. This means that the chosen sample must exist in an environment where
students engage in daily life or within the range of their thinking.
In addition to choosing
a positive example, the teacher also prepares negative examples or
non-examples. In choosing a negative example, efforts are made to change
characteristics into non-essential characteristics of concepts that will be
taught and present all things that are not essential characteristics of the
concept.
4. Sort the examples
After choosing
examples and non-examples, the final task in planning lessons is how to sort
the examples and non examples. If the development of thinking keritis is an
important goal for teachers, the examples must be sorted so that students have
the opportunity to develop their thinking skills. Demonstrating quickly or
completely the meaning of the concept being taught, not giving students the
opportunity to do the analysis and consequently not producing a very deep
understanding of the concepts being studied.
In sorting the
sample, the teacher can do this by presenting two or more positive examples
followed by two or more negative examples (non-examples) (Moller dkk ,2011 : 1315-1316
)
Merencanakan
Pelajaran Model Pencapaian Konsep
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan model pencapaian konsep
adalah sebagai berikut
1. Menetapkan materi
Seperti halnya
dengan model-model pembelajaran yang lain, ketika akan menerapkan model
pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan.
Materi dalam hal ini bentuknya adalah konsep (bukan generalisasi, rumus, atau
prinsip). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan baru sama sekali bagi
siswa. Harus diingat bahwa model ini akan lebih efektif bila siswa yang akan
diaja itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan diajarkan.
2. Pentingnya tujuan
pembelajaran yang jelas
Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan model pencapaian konsep mencakup
membantu siswa mengembangkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan
memberikan latihan kepada mereka tentang proses berpikir keritis terutama dalam
peumusan dan pengujian hipotesis.
3. Memilih contoh
dan non-contoh
Faktor yang paling
penting dalam memilih contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling
baik mengilustrasikan konsep tersebut.
Disamping itu,
contoh yang dipilih juga harus dapat memperluas pemikiran siswa tentang konsep
yang diajarkan sebagai contoh.
Hal yang lain juga
perlu diperhatikan dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang
terisolasi dari konteks. Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan
dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam
jangkauan pemikirannya.
Selain memilih
contoh positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh.
Dalam memilih contoh negatif, diupayakan merubah karakteristikesensial menjadi
karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua
hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.
4. Mengurutkan
contoh
Setelah memilih
contoh dan non-contoh, tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah
bagaimana mengurutkan contoh dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir
keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan
sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir keritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna
dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam
melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam
terhadap konsep yang dikaji.
Dalam mengurutkan
conth, guru dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positifm
kemudian diikuti dua atau lebih contoh negatif (non-contoh) (Moller dkk ,2011 :
1315-1316)
2.11 Concept
Attainment Model
The model ermeged out of study of thinking process in human beings : it
is based on the assertion that environment is full of tremendously diverse
things and would have been imposible to adjust in it if human beings had not
been endowed with the capacity to discriminate and to categories things in
groups.this process of classifying things in group,benefits human beings in
three ways. Frist , it reduces the complexity of the environment , second in
gives the means by which we identify the objects in the world and third it
reduces the necessity of constant learning (Singh 2008 : 189).
Model ini keluar dari studi proses berpikir dalam
manusia: hal ini didasarkan pada pernyataan bahwa lingkungan penuh dengan
hal-hal yang sangat beragam dan tidak mungkin untuk menyesuaikan di dalamnya
jika manusia tidak memiliki kapasitas untuk melakukan diskriminasi dan kategori
hal-hal dalam kelompok. Ini adalah proses mengklasifikasi hal-hal dalam
kelompok, menguntungkan manusia dalam tiga cara. Pertama, mengurangi
kompleksitas lingkungan, kedua dalam memberi sarana yang kita identifikasi
objek di dunia dan ketiga itu mengurangi kebutuhan pembelajaran yang konstan (Singh 2008 : 189).
2.12 Concept
Attainment Model In Teaching
The major finding of the study were (a) selection oriented model was
found to be more effective than the reception oriented model of concept
attainment, with respect to the advertisement , of the students in mathematics
irrespective of their level of intelligence (b) selection oriented model of
concept attainment was found to be more effective than the reception oriented
model with respect to the achievement of the students of middle level of
intellegence , in mathematics, (c) selection oriented and reception oriented
models of concept attainment were equally effective with respect to achievement
in mathematics, of high and low levels of intellegences (Prabhakaram 1998 : 27) .
Temuan utama dari
penelitian ini adalah (a) model berorientasi seleksi ditemukan menjadi lebih
efektif daripada model berorientasi penerimaan pencapaian konsep, sehubungan
dengan iklan, siswa dalam matematika terlepas dari tingkat kecerdasan mereka
(b) seleksi yang berorientasi model pencapaian konsep ditemukan menjadi lebih
efektif daripada model yang berorientasi penerimaan berkenaan dengan pencapaian
siswa tingkat menengah kecerdasan, dalam matematika, (c) pemilihan berorientasi
dan penerimaan berorientasi model pencapaian konsep sama-sama efektif berkenaan
dengan prestasi dalam matematika, tingkat kecerdasan tinggi dan rendah (Prabhakaram1998 : 27) .
Science
included physics is a study to understand about nature. Through conceptual
attainment model, students compare and contrast examples that contain concept
attributes with examples that do not contain. By observing, students discuss
and identify the attributes until they develop a concept definition.
Learning
material in this study was Equilibrium and Rotational Dynamics. This material
was chosen because it contained of classical mechanics basic concepts which
applied a lot in daily life. At schools, this material was rarely presented in
experimental activities. The learning usually given by mathematical equation so
students just memorized the formulas and applied to solve exercise problems.
Therefore, this study will develop conceptual attainment worksheet for XI class
in materials of ’Equilibrium and Rotational Dynamics’ to improve physics
concept understanding and science process skills. Process skills also needed to
get the learning comprehension, which means the whole of concept understanding (Rani,dkk, 2017 :327).
Ilmu termasuk fisika adalah studi untuk memahami tentang
alam. Melalui model pencapaian konseptual, siswa membandingkan dan membedakan
contoh yang mengandung atribut konsep dengan contoh-contoh yang tidak
mengandung. Dengan mengamati, siswa mendiskusikan dan mengidentifikasi atribut sampai
mereka mengembangkan definisi konsep.
Materi pembelajaran dalam
penelitian ini adalah Equilibrium and Rotational Dynamics. Bahan ini dipilih
karena mengandung konsep-konsep dasar mekanika klasik yang banyak diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah-sekolah, materi ini jarang disajikan
dalam kegiatan eksperimen. Pembelajaran biasanya diberikan oleh persamaan
matematika sehingga siswa hanya menghafal rumus dan diterapkan untuk
menyelesaikan masalah latihan. Oleh karena itu, penelitian ini akan
mengembangkan lembar kerja pencapaian konseptual untuk kelas XI dalam materi
'Equilibrium and Rotational Dynamics' untuk meningkatkan pemahaman konsep
fisika dan keterampilan proses sains. Keterampilan proses juga diperlukan untuk
mendapatkan pemahaman pembelajaran, yang berarti seluruh pemahaman konsep (Rani,dkk,
2017 :327).
2.13 Theoretical
Models and Methodological Guidelines
Proposed
methodological guidelines to establish more clearly the nature of the relation
between academic achievement and academic self-concept. These guidelines are based
on a structural equation modeling (SEM) statistical approach. First, academic
self concept and academic achievement should be inferred on the basis of multiple
indicators, that is, at least three items per factor, although more is
preferable. Second, there is a need to control appropriately for method–halo
effects associated with the same measures collected on multiple occasions.
Because the failure to control for these effects produces positively biased estimates
of stability, we should always test for correlated uniquenesses between
measures assessed on multiple occasions. Third, academic self-concept and
academic achievement should be measured at least twice (i.e., a two-wave study)
and preferably more frequently. Although more research is needed to establish
the optimal interval between measurement points, it is recommended that the
data span more than one school year. Fourth, researchers should proceed with a
“full-forward” a priori SEM model to
test rigorously the reciprocal-effects model. This model estimates stability
coefficients and cross lage effects to determine the causal flow among the
constructs. The main advantage of this model is that other alternative models
are nested under this more general model, thereby offering a point of comparison.
Fifth, it is important to consider a sufficiently large and diverse sample to
justify the use of SEM and the generality of the findings.
Found
reasonably consistent support for the reciprocal-effects model across different
studies, suggesting that there may not be well-established development
differences in the relative support for the skill-development and
self-enhancement models. They emphasized, however, that there was insufficient research
with young children to evaluate developmental trends in early school years. We
have identified six studies aimed at testing the development of the causal
ordering between academic achievement and academic self-concept among
elementary school children (Marsh,dkk,
2003 : 125).
Pedoman
metodologis yang diusulkan untuk menetapkan lebih jelas sifat hubungan antara
prestasi akademik dan konsep diri akademik. Panduan ini didasarkan pada
pendekatan statistik pemodelan persamaan struktural (SEM). Pertama, konsep diri
akademik dan prestasi akademik harus disimpulkan atas dasar beberapa indikator,
yaitu, setidaknya tiga item per faktor, meskipun lebih disukai. Kedua, ada
kebutuhan untuk mengontrol secara tepat untuk efek metode-halo yang terkait
dengan tindakan yang sama yang dikumpulkan pada berbagai kesempatan. Karena
kegagalan untuk mengontrol efek ini menghasilkan perkiraan stabilitas yang
positif, kita harus selalu menguji keunikan yang berkorelasi antara tindakan
yang dinilai pada banyak kesempatan. Ketiga, konsep diri akademik dan prestasi
akademik harus diukur setidaknya dua kali (yaitu, studi dua gelombang) dan
lebih disukai lebih sering. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menetapkan interval optimal antara titik-titik pengukuran, direkomendasikan
bahwa rentang data lebih dari satu tahun sekolah. Keempat, peneliti harus
melanjutkan dengan "full-maju" model SEM priori untuk menguji secara
ketat model efek resiprokal. Model ini memperkirakan koefisien stabilitas dan
efek lintas lage untuk menentukan aliran sebab-akibat di antara konstruk.
Keuntungan utama dari model ini adalah bahwa model alternatif lain bersarang di
bawah model yang lebih umum ini, dengan demikian menawarkan titik perbandingan.
Kelima, penting untuk mempertimbangkan sampel yang cukup besar dan beragam
untuk membenarkan penggunaan SEM dan umum temuan Menemukan dukungan
yang cukup konsisten untuk model efek resiprokal di berbagai studi yang
berbeda, menunjukkan bahwa mungkin tidak ada perbedaan pembangunan yang mapan
dalam dukungan relatif untuk pengembangan keterampilan dan model peningkatan
diri.
Mereka menekankan, bagaimanapun, bahwa ada
penelitian yang tidak memadai dengan anak-anak muda untuk mengevaluasi tren
perkembangan di awal tahun sekolah. Kami telah mengidentifikasi enam studi yang
bertujuan menguji perkembangan pemesanan kausal antara prestasi akademik dan
konsep diri akademik di antara anak-anak sekolah dasar (Marsh,dkk, 2003 : 125).
2.14 Theoretical
and Empirical Work
Although the
research reviewed above was reasonably consistent regarding a relation between
prior ability beliefs and later persistence or educational attainment level, whether
this relation occurs over and above academic achievement, family SES, and
family structure has not systematically been verified. Nor have these relations
been tested using a ten-year time lag. The purpose of the present study was to
test the relation between academic selfconcept and level of educational
attainment. Based on the theoretical framework and previous research outlined
above, we therefore hypothesized that over and above academic achievement, SES,
and family structure, academic self-concept would predict positively children’s
level of educational attainment ten years later. To test this hypothesis, we
used data from a ten-year longitudinal study that was conducted among three
cohorts of elementary school children who, at the start of the study, attended
third, fourth, and fifth grade. Academic achievement. The measure used to assess
academic achievement was a three-item teacher rating scale. Each of the three
items was designed to assess academic achievement in reading, writing, and mathematics
(Guay,dkk, 2004 : 3-5).
Meskipun
penelitian yang ditinjau di atas cukup konsisten mengenai hubungan antara
kepercayaan kemampuan sebelumnya dan persistensi kemudian atau pencapaian
pendidikan tingkat, apakah hubungan ini terjadi di atas prestasi akademik,
keluarga SES, dan struktur keluarga belum diverifikasi secara sistematis. Juga
tidak memiliki ini hubungan telah diuji menggunakan jeda waktu sepuluh tahun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara konsep diri
akademik dan tingkat pencapaian pendidikan. Berdasarkan kerangka teoritis dan
penelitian sebelumnya yang diuraikan di atas, oleh karena itu kami
menghipotesiskan bahwa, dan di atas prestasi akademik, SES, dan struktur
keluarga, konsep diri akademik akan memprediksi tingkat pendidikan anak-anak
secara positif sepuluh tahun kemudian. Untuk menguji hipotesis ini, kami
menggunakan data dari studi longitudinal sepuluh tahun itu dilakukan di antara
tiga kohor anak-anak sekolah dasar yang, pada awal
belajar, menghadiri kelas ketiga, keempat, dan kelima. Prestasi akademik. Ukuran yang digunakan untuk menilai prestasi akademik adalah skala rating guru tiga-item. Masing-masing dari ketiga item itu dirancang untuk dinilai prestasi akademik dalam membaca, menulis, dan matematika (Guay,dkk, 2004 : 3-5).
belajar, menghadiri kelas ketiga, keempat, dan kelima. Prestasi akademik. Ukuran yang digunakan untuk menilai prestasi akademik adalah skala rating guru tiga-item. Masing-masing dari ketiga item itu dirancang untuk dinilai prestasi akademik dalam membaca, menulis, dan matematika (Guay,dkk, 2004 : 3-5).
2.15 Kelebihan
dan kekurangan model pencapaian konsep
2.15.1
kelebihan
-
siswa lebih dapat memahami konsep
-
siswa lebih mampu mengerjakan karya ilmiah
-
siswa dapat lebih berfikir logis dan kritis serta mempunyai strategi
2.15.2
kekurangan
-
masih cenderung stunt center learning
- siswa kurang
memahami pembelajaran yang didalamnya ada metode praktikum
2.16 Kajian kritis
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di
simpulkan bahwa :
1. Pencapaian
konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan
untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh yang tidak tepat
dari berbagai kategori
2. Hal
penting dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep
yaitu Menentukan Tingkat Pencapaian Konsep Tingkat pencapaian konsep (concept
attainment) dan Analisis konsep.
3. Pemahaman
merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai
penyerapan arti suatu materi yang dipelajari
4. Terdapat
beberapa model pembelajaran dalam K-13,
dintaranya model pengelolaan informasi,
model personal, kelompok model sosial dan model kelompok serta model system
prilaku. Model pengelolaan informasi ini memiliki orientasi pokok
diantaranya proses kognitif , pemahaman dunia, pemecahan masalah dan berfikir
induktif. Metode ini termasuk kedalam model pencapaian konsep
5. Peran
pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan,
adalah :
a. Menciptakan suatu
lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga
tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan.
b. Menjelaskan dan
mengilustrasikan bagaimana model pencapaian konsep itu seharusnya berlangsung,
membimbing siswa dalam proses itu, membantu siswa menyatakan dan menganalisis
hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka. Dalam membimbing
aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh
dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam
menjelaskan tentang materi di atas dan dengan sumber-sumber yang lebih banyak
dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk saran bisa kritik atau saran
terhadap penulisan jiga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan makalah
yang telah dijelaskan
DAFTAR PUSTAKA
Adi Suarman Situmorang, 2014. Desain Model
Pembelajaran Based Learning Dalam Peningkatan Kemampuan Konsep Mahasiswa
Semester Tiga Jurusan Pendidikan Matematika Fkip-UHN Medan. Jurnal Suluh Pendidikan
FKIP-UHN, Volume-1, Edisi-1, ISSN: 2356-2595.
Angga Murizal, Yaman, Yerizon, 2012.
Pemahaman Konsep Matematis dan Model
Pembelajaran Quantum Teaching. Jurnal Pendidikan Matematika Vol.1 No.1
Dr.K,S, Prabhakaram, dkk, 1998.
Concept Attainment Model in Mathematics Teaching. New Delhi : Publishing House
Dr.Y.K. Singh,dkk,2008. Education
Technologi Teaching Learning. New Delhi : Publishing Corparation
Ellya Estri Septianingrum,dkk, 2014.
Penerapan Pembelajaran Interaktif Dalam Model
Pencapaian Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi
Energi dan Usaha. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika Vol 3, No 2, ISSN:
2302-4496.
Fathia Rahmi, Mara Bangun Harahap,
2013. Pengaruh Model Pembelajaran Pencapaian
Konsep Dengan Menggunakan Peta Pikiran Sebagai Upaya Mengurangi
Miskonsepsi Siswa. Jurnal INPAFI Vol 1,
No 2.
Fredderic Guay, Hebert W. Marsh,
Michael Boivin, 2003. Acedemic Self Concept and
Academic Achievement : Developmental
Perspectives on Their Causal Ordering. Journal of Educational Psychology Vol
95, No 1.
Frederic Guay,Simon Larose,Michael
Boivin,2004. Academic Self-concept and Educational Attainment Level : a TEN YEAR Longitudinal
Study. ISSN : 1529-8868
Herbeth W. Marsh dkk , 2005 Academic
Self-Concept, Interest, Grades, and Standardized Test Scores: Reciprocal Effects Models of
Causal Ordering Volume 76, Number 2
Jens Moller dkk, 2011. The
Reciprocal Internal/External Frame of Reference Model An Integration of Models of Relations Between
Academic Achievement and Self- Concept Vol 48, no 6
M.P. Restami, K. Suma, M. Pujani,
2013. Pengaruh Model Pembelajaran POE (Predict- Observe-Explaint) Terhadap
Pemahaman Konsep Fisika Dan Sikap Ilmiah Ditinjau Dari Gaya Belajar Siwa.
e-Journal Ganesha Vol 3
Prof.Dr. Andayani,M.Pd, 2015.
Problem Dan Aksioma : Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Deepublish
S.A. Rani, Y Wiyatmo, H.
Kustanto,2017. Concept Attainment Worksheet To Enhance Concept Knowledge and
Science Process Skill In Physics Intruction. Journal Pendidikan IPA Indonesia.
Vol 6, No 2. ISSN : 326-334
0 komentar:
Posting Komentar