Sabtu, 08 Desember 2018

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA (MODEL KONSIDERASI)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.28.00


KATA PENGANTAR

            Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seruan alam yang selalu melimpahkan petunjuk, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Model konsiderasi”.
            Penulisan makalah ini bertujuan dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Strategi Belajran Mengajar Fisika dan menambah pengetahuan serta wawasan dalam bidang pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan pembelajaran. Selama proses penulisan makalah ini hingga selesai banyak sekali kesulitan-kesulitan yang penulis temui baik dalam proses mencari sumber maupun dalam merangkai kata demi kata. Namun berkat usaha yang gigih dan tidak pernah menyerah serta kerja sama yang baik dari kelompok, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan, penyusunan kata demi kata maupun dalam penyusunan bahasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada semua pihak untuk memberi sumbangan pemikiran berupa kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun yang akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.

                                                                                                  Penulis









DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....……………………………………….…….................i
DAFTAR ISI …….................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II LITERATUR …...........……..………………………………..................3
2.1  Kajian Teoritik.................................................................................................3
2.1.1        pengertian dari model pembelajaran model konsiderasi................3
2.1.2        pengaruh model Pembelajaran model konsiderasi..........................5
2.1.3        kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model    konsiderasi......................................................................................5
2.1.4        Implementasi Pembelajaran model konsiderasi.............................6
2.1.5        Proses Pembentukan sikap Pembelajaran model konsiderasi.....................................................................................11
2.1.6        Model pembelajaran dari model konsiderasi................................12
2.2  Kajian Kritis....................................................................................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................22
3.2 Saran...............................................................................................................22
Daftar Pustaka.......................................................................................................23





BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam undang – undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada orang yang beranggapan bahwa sikap bukan untuk diajarkan, seperti halnya matematika, fisika, ilmu sosial, dan lain sebagainya, akan tetapi untuk dibentuk. Oleh karena itu, yang lebih tepat untuk bidang afektif bukanlah istilah pengajaran, namun pendidikan. Namun,  oleh karena strategi pembelajaran yang dibicarakan dalam naskah ini diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga dimensi yang lainnya, yaitu sikap dan keterampilan, melalui proses pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa sebagai subjek belajar. Strategi pembelajaran afektif memang beda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan.
Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batasan tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah.
Kita tak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan. Meski demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Maka dari permasalahan tersebut kami membuat makalah yang berjudul model Pembelajaran Behavioral system (Model Konsiderasi)
1.2 Tujuan
      Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui pengertian dari model pembelajaran
2.       Mengetahui pengaruh model Pembelajaran model konsiderasi
3.       Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model konsiderasi
4.       Mengetahui Implementasi Pembelajaran model konsiderasi
5.      Mengetahui Proses Pembentukan sikap Pembelajaran model konsiderasi
6.      Mengetahui Model Pembelajaran dari model konsiderasi




















BAB II
LITELATUR
2.1   Kajian Teoritik
2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran konsiderasi
            Model Pembelajaran adalah atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dikelas. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pemebelajaran adalah pola interaksi peserta didik dengan guru didalam kelas yang menyangkut pendekatan, startegi, dan metode, teknik pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tapi menyangkut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan peserta didik, serta sistem penunjang yang diisyaratkan (Himawan P et al, 2018: 3)
            Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, atau teori-teori lain. Model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. Mosel tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan (Rusman,2017: 244)  
Model Konsiderasi dikembangkan oleh Mc. Paul seorang Humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian (Prianggita,2016:73). 
            Model ini berupaya membebaskan individu dari sifat destruktif yang mungkin tersamar dalam bentuk kecintaan pada diri sendiri (suka mementingkan diri sendiri atau kelompoknya sendiri tanpa mau tahu bahwa diluar juga ada kelompok lain). Sehingga tercipta pribadi yang memiliki kepedulian atau perhatian pada orang lain atas dasar cinta kasih dan saling menghormati. Model ini didasarkan atas hasil McPhail yang dilakukan terhadap 800 siswa pria dan wanita yang berusia 13 - 18 tahun tentang perlakuan baik dan perlakuan tidak baik yang dilakukan orang dewasa terhadap dirinya. Dan riset yang dilakukannya, McPhail menginterpretasikan bahwa kelakuan yang baik adalah kelakuan yang memperlihatkan kepedulian terhadap kebutuhan, perasaan dan perhatian orang lain. McPhail berpendapat bahwa sekolah terlalu membebani siswa dengan penumpukan dan pemanipulasian informasi serta terlalu sedikit memberi perhatian pada kemampuan memecahkan persoalan sekitar identitas pribadi dan hubungan sosial (Salim, 2010 : 51).
            Manusia seringkali egoistis, lebih memperhatikan mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi siswa didorong untuk lebih peduli, lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, berkerja sama dan hidup secara harmonis dengan orang lain. Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi antara lain: (a) menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konsiderasi, (b) meminta siswa menganalisis situasi dan menemukan isyarat-isyarat yang tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (c) siswa menuliskan responnya masing-masing, (d) siswa menganalisis respon siswa lain, (e) mengajak siswa melihat konsekuensi dari tiap tindakannya, (f) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri  (Fauzi, 2017 : 61).      
                    Menurut Armadani et al (2017 : 1586) Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Manusia seringkali bersidat egoistis, lebih memperhatikan, mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Kebutuhan yang fundamnetal pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lian, saling memberi dan saling menerima dengan penuh cinta kasih dan sayang. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama, hidup secara harmonis dengan orang lain, dan dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
 
Consideration Learning Model  the moral formation is not the same as the development of rational cognition. Moral learning student thinks is not the intellectual development of personality formation. Humans often selfish, more caring, concerned and busy taking care of him. Fundamental human needs are to get along in harmony with others, give and accept each other with love and affection. Therefore, this model emphasizes the learning strategies that can shape the personality. The goal is for students to become human beings who have a concern for others so that they can get along, work together, live in harmony with others, and be able to feel what the other
2.1.2 Pengaruh model pembelajaran model konsiderasi
Setelah diterapkannya model konsiderasi, keenam sampel penelitian menunjukan perubahan perilaku kearah postif, yakni anak sudah mulai memanggil atau menyapa teman dengan nama panggilan yang sopan, mau meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan, mengucapkan terimakasih ketika diberi pertolongan, datang tepat waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mulai menunjukkan kerja sama dalam kelompok, menyepakati ketentuan yang telah disepakati bersama, dan memakai seragam. Secara keseluruhan, anak dengan hambatan emosi dan perilaku yang menjadi sampel penelitian mengalami peningkatan dalam keterampilan sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui pembelajaran konsiderasi (Yulida et al, 2018 : 20-21)
2.1.3  kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model konsiderasi
Menurut kadir (2015:147) Kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran model konsiderasi sebagai berikut :
1. Kelebihan
a. Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban Bangsa yang bermatabat.
b. Mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai dan sikap.
c. Menjadi sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d. Peserta didik akan lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang halal dan yang tidak halal.
e. Peserta didik akan mengetahui hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berharga atau tidak berguna (sikap negatif).
f. Dengan pelaksanaannya strategi pembelajaran sikap akan memperkuat karakter bangsa indonesia, apalagi apabila diterapkan pada anak sejak dini.
g. Dengan pelaksanaan pembelajaran sikap peserta didik dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang di anggap baik dan tidak bertentangan dengan norma- norma yang berlaku.
2. Kekurangan
a. Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral.
b. Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang
2.1.4 Implementasi Pembelajaran model konsiderasi
Menurut Priangita (2016:73) Implementasi model konsiderasi dapat dilaksanakan melalui tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
1) Menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung masalah/konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2) Meminta siswa untuk menganalisis suatu masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak tetapi juga menganalisis permasalahan yang tersirat (perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain).
3) Meminta siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.
4) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan
5) Mengajak siswa untuk merumuskan konsekuensi dari pilihan yang siswa usulkan. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan pilihannya. Guru perlu untuk
6) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
7) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
Menurut Gillet (2017 : 196) Pembelajaran berbasis masalah adalah metode pembelajaran filsafat pendidikan di mana pemecahan masalah adalah mekanisme yang memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri dan dalam kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah. Pembelajaran berbasis masalah telah meneliti1–8 dalam profesi perawatan kesehatan dan menemukan berbagai dampak positif. menemukan masalah berbasis belajar untuk menjadi lebih unggul dalam kuliah dalam belajar kerja sama tim, apresiasi aspek sosial dan emosional dari perawatan kesehatan,dan sikap yang tepat terhadap kesehatan dan kesejahteraan pribadi.Ada bukti kuat bahwa siswa yang bekerja dikelompok-kelompok kecil di dalam kelas mengungguli rekan-rekan mereka dalam pengembangan pengetahuan, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, dan tentu saja kepuasan.
Problem-based learning is an instructional method as well as an educational philosophy in which problem solving is the mechanism that enables students learning. Students work independently and in small groups to acquire knowledge through problem solving. Problem-based learning has been
researched1–8 in other health care professions and found to have a positive impact. Koh et al3 found problem-based learning to be superior to lecture in learning teamwork, appreciation of social and emotional aspects of health care, and appropriate attitudes toward personal health and wellbeing.There is strong evidence4 that students who work in small groups within the classroom outperform their counterparts in knowledge development, thinking skills, social skills,and course satisfaction.

            Menurut johnson (2016:39) pemimpin sebagai orang yang paling utama, tujuannya bukan untuk mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk menetapkan suatu lingkungan dan hubungan kekuasaan bersama dan otonomi. Sementara pelatih harus didorong untuk mendukung kemajuan instruksional guru, yang mempengaruhi pembelajaran siswa, mereka harus membina hubungan dengan guru yang telah menghormati profesionalisme mereka. Administrator perlu fokus pada perekrutan pelatih yang memiliki kemampuan untuk menyeimbangan jenis kepemimpinan situsional. Mempekerjakan banyak pelatih yang efektif akan membuat guru bisa fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing dan juga dapat mendorong tujuan pembangunan atau tingkat distrik para pemimpin sekolah.
leaders as people whose ultimate  goal is not to control or manipulate, but to establish an environment and relationship of shared power and autonomy. While coaches must be driven to support the instructional progress of teachers to impact student learning, they must also foster a relationship with teachers that honors their professionalism. Administrators will need to focus on hiring coaches who have the ability to balance this type of situational leadership. Hiring the most effective coaches will mean that these individuals can be flexible to the needs of individual teachers and also be able to drive the building or district level goals set by school leaders
Menurut Kennedy (2012 : 131) Misalnya, di Finlandia, semua guru dilatih untuk mendiagnosis siswa dengan pembelajaran yang sulit dan penyesuaian pengajaran yang sulit pula dengan mepertimbangkan kebutuhan belajar dan gaya hidup siswa Ini juga terjadi di Swedia, di mana pendidikan guru bertujuan mempersiapkan calon guru untuk menciptakan kondisi di mana semua siswa dapat belajar dan mengembangkan diri: semua guru mempersiapkan secara khusus untuk mengajar siswa dari beragam latar belakang. Itu Sebaliknya bisa menjadi hambatan untuk peningkatan siswa. Di Jerman, misalnya, salah satu dari kelemahan yang dapat menjelaskan hasil negara yang relatif rendah pada tes PISA 2000 hasilnya para guru tidak dipersiapakan untuk menangani siswa dari latar belakang imigran
For example, in Finland, all teachers are trained in diagnosing students with learning  difficulties and in adapting their teaching to the varying learning needs and styles of their  students It is also the case in Sweden, where teacher education aims to prepare future teachers to create the conditions in which all students can learn and develop: all teachers receive a specific preparation to teach students from diverse backgrounds. The contrary can be an obstacle to student improvement. In Germany, for example, one of the weaknesses that may explain the country’s relatively low result on the PISA 2000 test was that the teachers were ill-equipped to deal with students from an immigrant background
Menurut DfES (2004:4) Seorang guru yang efektif memiliki repertoar luas pengajaran dan pembelajaran yang berbeda model, strategi dan teknik dan tahu cara menciptakan kondisi yang tepat untuk belajar. Pilihannya ditentukan oleh sifat dari tujuan pembelajaran. Itu Buklet Kunci Strategi 3 Strategi Nasional Pesan-pesan utama: Pedagogi dan praktik memberikan panduan tentang hubungan antara pedagogik pendekatan (model pengajaran), strategi pengajaran, teknik dan metode menciptakan kondisi untuk belajar untuk menginformasikan desain pelajaran.Unit dibagi menjadi empat kategori warna-kode yang berbeda: Merancang pelajaran,Mengajar repetoire, Menciptakan pembelajar yang efektif dan Menciptakan kondisi untuk belajar.Unit dalam kategori Membuat pelajar yang efektif mendukung kunci utama 3 Inisiatif seluruh sekolah Strategi Nasional.
An effective teacher has a wide-ranging repertoire of different teaching and learning models, strategies and techniques and knows how to create the right conditions for learning. The choice is determined by the nature of the learning objective. Them Key Stage 3 National Strategy booklet Key messages: Pedagogy and practice provides guidance on the relationship between pedagogic approaches (teaching models), teaching strategies, techniques and methods of creating the conditions for learning in order to inform lesson design. The units are divided into four distinct colour-coded categories: Designing lessons,Teaching repetoire, Creating effective learners and Creating conditions for learning.The units in the Creating effective learners category support the Key Stage 3 National Strategy whole-school initiatives.

Menurut Parr dan Helen (2008:59) Studi pertama menganggap bahwa proses pengambilan keputusan dilihat dalam konteks sehari-hari di ruang kelas. Data berasal dari proyek penelitian yang mendokumentasikan pelaksanaan paket literasi yang tersedia secara komersial ke dalam kelas junior di sekolah dasar di Selandia Baru, sekolah memiliki otonomi lengkap dalam pemilihan bahan sumber daya. Sekolah dilacak selama dua tahun saat mereka memilih, menerapkan, dan membuat pilihan tentang yang sedang berlangsungpenggunaan bahan literasi. Data ini menginformasikan pertanyaan penelitian tentang sifat daribukti yang dikumpulkan untuk memantau keberhasilan materi baru.

The first study considers the process of decision-making viewed in the everyday context of the classroom. The data are from a research project that documented the implementation of commercially available literacy packages into junior classes in primary schools. In New Zealand, schools have complete autonomy in the selection of resource materials. Schools were tracked over two years as they selected, implemented and made choices about the ongoing use of the literacy materials. These data inform a research question concerning the nature of evidence that is collected to monitor the success of new materials.

            Menurut Judge dan joyce (2000 : 763 ) pembelajaran ini memberikan kontribusi bagi pengetahuan kita menegenai kepemimpinan transformasional dalam hal ini adalah yang pertama kali ditunjukkan hubungan antara Lima Besar dimensi kepribadian dan kepemimpinan transformasional. Selain itu, penelitian ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki relasi atau teman itu yang dinakamakan pemimpin efektif. Selanjutnya, karena hasil ini memperoleh sampel pemimpin dari sekitar 200 organisasi yang berbeda, termasuk industri swasta, perusahaan publik, dan pemerintah, kita yakin bahwa hasil yang akan di peroleh positif terkait dengan kepemimpinan transformasional secara umum dapat digeneralisasikan. Kami berharap bahwa penelitian ini akan merangsang penelitian masa depan pada pemilihan dan pengembangan pemimpin transformasional.
this study makes a contribution to our knowledge of transformational leadership in that it is the first to demonstrate relationships between the Big Five dimensions of personality and transformational leadership. In addition, this study provides evidence that individuals who are rated by their followers as exhibiting
transformational behaviors are judged by their superiors to be more effective leaders. Furthermore, because these results were obtained on a sample of leaders from approximately 200 different organizations, including private industry, publicly held companies, and government, we can be confident that the positive outcomes associated with transformational leadership are broadly generalizable. We hope that this study will stimulate future research on the selection and development of transformational leaders.






2.1.5    Proses Pembentukan sikap
Menurut kadir (2008:145-147) proses pembentukan sikpa sebagai berikut :
1. Pola Pembiasaan
Belajar membentuk sikap melalui pembiasan dilakukan oleh Watson dan Skinner. Dimana proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang di lakukan oleh Watson menekankan kepada cara belajar sikap tertentu terhadap suatu objek.Sedangkan skinner lebih menekankan pada proses peneguhan respon anak. Dimana setiap kali anak menunjukan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan, lama-kelamaan anak berusaha meningkatkan sikap positifnya. Pada suatu hari Watson melihat anak yang senang dengan tikus berbulu putih. Kemana pun anak itu pergi, ia selalu membawa tikus putih yang disenanginya. Watson ingin mengubah sikap senang terhadap tikus
tersebut menjadi benci. Maka ketika si anak hendak memegang tikus berbulu putih itu, Watson memberi kejutan dengan suara keras hingga anak tersebut terkejut. Terus-menerus hal tersebut dilakukan. Ketika anak mendekati dan hendak membawa tikus itu, dimunculkan suara keras; anak semakin terkejut dan lama-kelamaan anak benar-benar menjadi takut dengan tikus putih peliharaannya. Jangankan mau membawa atau memegangnya, melihat saja ia menangis dan ketakutan. Mengapa anak berubah sikap positif terhadap tikus putih menjadi sikap negatif? Hal ini disebabkan kebiasaan (conditioning). Cara belajar sikap demikian menjadi dasar penanaman sikap tertentu  terhadap suatu objek
2. Modelling
Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modelling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi dan proses mencontoh. Modeling merupakan proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Hal yang ditiru disini adalah perilaku yag diperagakan atau didemonstrasikan oleh yang menjadi idolanya. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang ialah keinginannya untuk meniru (imitasi). Hal yang ditiru adalah perilakuperilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Prinsip peniruan ini yang dimaksud modeling. Modeling ialah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anak kagum terhadap kepintaran orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. Secara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan anak tersebut akan meniru perilaku yang dilakukan oleh idolanya. Misalnya, jika idolanya (guru atau siapa saja) menunjukkan perilaku tertentu terhadap suatu objek, maka anak akan cendrung berperilaku sama seperti apa yang dilakukan idolanya. Jika idolanya begitu perduli terhadap kebersihan lingkungan, membuang sampah pada tempatnya, memungut sampah yang berserakkan, maka anak juga akan berperilaku seperti apa yang dilakukan oleh idolanya terhadap lingkungannya; jika anak mengagumi gurunya karena kecantikkan gurunya maka anak akan berperilaku seperti gurunya. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh. Namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal tersebut dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan. Dan dampak yang terjadi apabila kita tidak menjaga lingkungan. Proses pemahaman ini diperlukan agar sikap yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu nilai.

2.1.6    Model Pembelajaran dari model konsiderasi
Menurut Joyce dan Weil (2015:465-469) model pembelajaran dari model konsiderasi memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
A. Sintaks
Fase Pertama :
Menjelaskan keadaan yang membutuhkan pertolongan
Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaan dengan bebas
Fase Kedua :
Menelusuri Masalah
Siswa didorong untuk menjabarkan masalah Guru menerima dan mengapresisasi perasaan-perasaan
Fase Ketiga :
Mengembangkan Wawasan
Siswa mendiskusikan masalah
Guru Menyemangati siswa
Fase Keempat :
Merencanakan Dan membuat keputusan
Siswa merencanakan urutan pertama dalam proses pengambilan keputusan Guru menjelaskan keputusan yang mungkin diambil
Fase Kelima :
Keterpaduan
Siswa mendapat wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan positif
Tindakan di luar
Wawancara
Siswa mulai melakukan tindakan yang positif
           
            Pada tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan yang membutuhkan bantuan. Tahap ini mencakup serangkaian pernyataan yang memberikan kebebasan pada siswakebebasan pada siswa untuk megungkapkan perasaan, sebuag persetujuan mengenai fokus umum dalam pembelajaran memang akan dilanjutkan), dan penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya berlangsung selama sesi pertama dalam membahsa masalah tertentu. Namun, penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja diburuhkan dalam beberapara waktu, meskipun hal ini seringkali memberikan kesimpulan yang berubah-ubah dalam menajabarkan kembali masalah dan kemajuan yang diperoleh. Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan terjabarkan ini akan berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan saja,negosiasi kontrak akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi situasi-situasi problematik yang berhubungan dengan perilaku.
            Pada tahap kedua,melalui penerimaan guru dan kejelasan masalah, siswa siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan positig dan negatif serta mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
            Pada tahap ketiga, secara bertahap dan perlahan-lahan, siswa mulai mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa merasakan ada makna baru dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah hubungan baru anatar sebab dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah laku yang dirasakannya. Pada kebanyakan situasi, siswa diminta untuk menjelaskan masalah dan mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya secara bergantian.
Pada tahap keempat, konsentrasi siswa diarahkan untuk perencanaan dan pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru pada tahap ini menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif
            Tahap kelima, siswa melaporkan tindakan yang dialakukannya, mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan yang lebih positif, terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B. Sistem sosial
            Sistem sosial dalam strategi tak terararah mengharuskan guru berperan sebgai fasilitator atau reflektor. Namun, hal yang paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini. Rewards dalam wawancara tidak terarah (Nondirective interview) lebih subtil dan bersifat instrinsik penerimaan, pemahaman, dan empati dari guru. Pengetahuan mengenai diri sendiri dan reward psikologis yang diperoleh dari kepercayaan diri dikembangkan sendiri oleh siswa.
C. Prinsip-Prinsip Reaksi
            Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung jawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
D. Sistem Pendukung
            Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuh sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan  kontrak akademik, maka hal-hal diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini. Dalam kedua kasus tersebut, situasi one-to-one mensyaratkan susuanan ruang yang memudahkan siswa untk berpindah diseluruh penjuru kelas dan untuk melakukan aktivitas yang berbeda serta menyedisksn bsnyak waktu dan tidak terburu-buru dalam membeberkan sebuah masalah dengan cukup metdetail. Untuk wilayah kurikulum akademik, semisal membaca, menulis, ilmu kesusastraan, dan ilmu sosial mebutuhkan deretan materi yang cukup memadai.

2.2 Kajian Kritis
1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran model konsiderasi
Model pembelajaran adalah suatu interaksi peserta didik dengan guru didalam kelas yang menyangkut pendekatan,startegi,dan metode, teknik pembelajaran. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan hanya apa yang harus dilakukan oleh guru, tapi menyangjut tahapan-tahapan, prinsip-prinsip reaksi guru dan peserta didik, serta sistem penunjang yang diisyaratkan.
Model Konsiderasi merupakan pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/ tujuan pembelajaran yang diharapkan. model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk memebentuk kurikulum (Rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.
 Model ini berupaya membebaskan individu dari sifat destruktif yang mungkin tersamar dalam bentuk kecintaan pada diri sendiri (suka mementingkan diri sendiri atau kelompoknya sendiri tanpa mau tahu bahwa diluar juga ada kelompok lain). Sehingga tercipta pribadi yang memiliki kepedulian atau perhatian pada orang lain atas dasar cinta kasih dan saling menghormati
a) Pendidikan moral harus memperhatikan kepribadian secara menyeluruh, khusus yang berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain, perilaku atau etika kita
b) Siswa-siswa menghargai orang dewasa yang memperagakan model standar pertimbangan (konsiderasi) modal yang tinggi. Siswa lebih banyak belajar moralitas dari “bagaimana” guru berperilaku dan siapa guru itu sebagai seorang pribadi, daripada “apa” yang diajarkannya.
c) Moralitas tidak dapat diajarkan melalui bujukan terhadap siswa secara rasional untuk menganalisis konflik nilai-nilai dalam membuat keputusan. Kepada siswa harus diajarkan melalui peragaan (modeling). Tahap yang dilakukan dalam pembelajaran menggunakan model konsiderasi adalah sebagai berikut:
a) Menghadapi siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan situasi “seandainya siswa ada dalam kondisi tersebut”
b) Meminta siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melibatkan bukan hanya yang tampak, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain
c) Meminta siswa menuliskan tanggapan terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaan sendiri sebelum mendengar respon orang lain untuk dibandingkan
d) Mengajak siswa untuk menganalisis respon orang lain serta membuat kategori dari setiap respon yang diberikan siswa
e) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Pada tahap ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan ditimbulkan sehubungan dengan tindakannya. Guru perlu menjaga agar siswa dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta dapat saling menghargai pendapat orang lain. Diupayakan agar poerbedaan pendapat tumbuh dengan baik sesuai dengan titik pandang yang berbeda.
f) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pemilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai benar atau salah atas pilihan siswa. Yang dipelukan adalah guru dapat membimbing mereka menentukan pilihan yang lebih matan sesuai dengan pertimbangnnya sendiri.

2.1.2 Pengaruh model pembelajaran konsiderasi
Setelah diterapkannya model konsiderasi, dapat dilihat dari sampel penelitian anak sudah mulai memanggil atau menyapa teman dengan nama panggilan yang sopan, mau meminjamkan alat tulis kepada teman yang membutuhkan, mengucakan terimakasih ketika diberi pertolongan, datang tepat waktu, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mulai menunjukkan kerja sama dalam kelompok, menyepakati ketentuan yang telah disepakati bersama, dan memakai seragam. Secara keseluruhan, anak dengan hambatan emosi dan prilaku yang menjadi sampel penelitian mengalami peningkatan dalam keterampilan sosial setelah diberi perlakuan yakni melalui pembelajaran konsiderasi.
2.1.3  kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran model konsiderasi
1. Kelebihan
Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban seseorang, mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai-nilai moral,sarana pembentukan manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, peserta didik bisa membedakan hal yang buruk dan yang baik, peserta didik berlaku seperti norma yang berlaku
2. Kekurangan
Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral, Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
2.1.4 Implementasi model konsiderasi
pembelajaran kooperatif dalam rana model konsiderasi adalah metode pengajaran di mana siswa bekerja sama mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu topik. Itu adalah seorang siswa berpusat dalam pembelajaran di mana peran guru berubah dari pusat penyampaian informasi menjadi fasilitator, yang berfungsi untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, Disini mereka mengumpulkan pengetahuan mereka sendiri dan menciptakan makna pembelajaran mereka sendiri. lima kritis elemen grup yang diperlukan untuk memastikan bahwa tugas CL paling efektif interdependensi positif,akuntabilitas individu,tindakan mempromosikan interaksi keterampilan sosial yang sesuai, dan kelompok pengolahan. Ketika kelima elemen ini tercapai, group anggota mengalami manfaat terbesar. Ini termasuk manfaat akademik, seperti tingkat pencapaian yang lebih tinggi dan banyak lagi metakognisi, dan manfaat sosial seperti mendapatkan kerja kelompok keterampilan, diri yang lebih besar
            pemimpin sebagai orang yang paling utama, tujuannya bukan untuk mengendalikan atau memanipulasi, tetapi untuk menetapkan suatu lingkungan dan hubungan kekuasaan bersama dan otonomi. Sementara pelatih harus didorong untuk mendukung kemajuan instruksional guru, yang mempengaruhi pembelajaran siswa, mereka harus membina hubungan dengan guru yang telah menghormati profesionalisme mereka. Administrator perlu fokus pada perekrutan pelatih yang memiliki kemampuan untuk menyeimbangan jenis kepemimpinan situsional. Mempekerjakan banyak pelatih yang efektif akan membuat guru bisa fleksibel terhadap kebutuhan masing-masing dan juga dapat mendorong tujuan pembangunan atau tingkat distrik para pemimpin sekolah.
2.1.5 Proses Pembentukan sikap
Proses pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain yakni melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial. Dalam proses inipun dilalui dalam beberapa proses lainnya antara lain :
1.      Classical conditioning adalah Bentuk dasar dari pembelajaran di mana satu stimulus, yang awalnya netral menjadi memiliki kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui rangsangan yang berulang kali dengan stimulus lain. Dengan kata lain satu stimulus menjadi sebuah tanda bagi kehadiran stimulus lainnya. Dalam proses ini seorang anak yang awalnya biasa saja menyaksikan Ibunya bersikap marah terhadap suku bangsa tertentu namun karena sikap sang Ibu tersebut dilakukan berulang kali maka terjadilah proses classical conditioning pada diri sang anak. Sang anak yang awalnya netral menjadi ter-stimulasi untuk bersikap negatif seperti yang dilakukan Ibunya. Dalam hal ini anak memperlajari bagaimana bersikap dari orang terdekatnya.
2.       Instrumental conditioning adalah Bentuk dasar dari pembelajaran di mana respon yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negarif yang diperkuat. Dalam proses ini kita bisa mengambil contoh anak yang tidak memahami apa-apa tentang partai politik misalnnya maka akan bersikap sama dengan orang tuanya. Dalam perspektif behavior, tingkah laku sang anak adalah buah dari reinforcement. Dengan memberikan senyuman, pujian atau hadiah kepada anak yang telah melakukan dukungan kepada salah satu partai politik (padahal ia baru berusia 3 tahun) seperti yang menjadi dambaan orang tuanya maka akan membentuk sikap anak sama dengan sikap orang tuanya tersebut. Proses adopsi sikap seperti dinamakainstrumental condioning.
3.      Pembelajaran melalui observasi adalah Salah satu bentuk belajar di mana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain. Proses ini terjadi hanya dengan memperhatikan tingkah laku orang lain. Contohnya seorang anak yang melihat ayahnya memukul Ibunya maka sikap dan perbuatan tersebut akan menurun pada anaknya meski sang ayah melarang anaknya melakukan kekerasan kepada siapapun. Dalam hal ini sang anak seringkali belajar apa yang dilakukan orang tuanya, bukan apa yang dikatakan oleh orang tuanya.
4.      Perbandingan Sosial adalah Proses di mana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita terhadap kenyataan sosial benar atau salah. Dalam proses ini kita bisa melihat bagaimana anggota masyarakat menentukan siapa pemimpinnya dalam satu komunitas di pedesaan cenderung sama karena mereka memiliki kecenderungan untuk memperbandingkan diri mereka masing-masing dengan orang lain untuk menentikan apakah pandangan dan sikapnya terhadap siapa yang akan dipilihnya benar atau salah Dalam masyarakat desa berbeda pandangan dan sikap dengan lingkungannya akan anggap aneh dan tidak lazim dan bahkan mendapat resiko dikucilkan. Dalam banyak kasus, sikap terbentuk dari informasi sosial yang berasal dari orang lain, dan keinginan kita sendiri untuk menjadi serupa dengan orang yang kita sukai atau hormati.
2.1.6 Model Pembelajaran dari model konsiderasi
Pada tahap pertama, penejelasan mengenai keadaan yang membutuhkan bantuan. Tahap ini mencakup serangkaian pernyataan yang memberikan kebebasan pada siswakebebasan pada siswa untuk megungkapkan perasaan, sebuag persetujuan mengenai fokus umum dalam pembelajaran memang akan dilanjutkan), dan penetapan prosedur tatap muka. Tahap pertama ini biasanya berlangsung selama sesi pertama dalam membahsa masalah tertentu. Namun, penyusunan dan penjelasan yang diberikan oleh guru mungkin saja diburuhkan dalam beberapara waktu, meskipun hal ini seringkali memberikan kesimpulan yang berubah-ubah dalam menajabarkan kembali masalah dan kemajuan yang diperoleh. Secara alamiah, komentar-komentar yang sudah tersusun dan terjabarkan ini akan berbeda dengan masalah yang dihadapi siswa. Misalkan saja,negosiasi kontrak akademik akan sangat berbeda dibandingkan mengahadapi situasi-situasi problematik yang berhubungan dengan perilaku.
            Pada tahap kedua,melalui penerimaan guru dan kejelasan masalah, siswa siswa didorong untuk mengungkapkan perasaan positig dan negatif serta mengatakan dan menjelaskan masalah yang ada.
            Pada tahap ketiga, secara bertahap dan perlahan-lahan, siswa mulai mengembangkan wawasan yang dimilikinya; siswa merasakan ada makna baru dari pengalaman pribadinya, melihat adanya sebuah hubungan baru anatar sebab dan akibat, serta memahami makna dibalik tingkah laku yang dirasakannya. Pada kebanyakan situasi, siswa diminta untuk menjelaskan masalah dan mengembangkan wawasan baru mereka mengenai perasaanya secara bergantian.
            Pada tahap keempat, konsentrasi siswa diarahkan untuk perencanaan dan pembuatan keputusan dengan mengacu pada masalah yang ada. Peran guru pada tahap ini menjelaskan dan membeberkan beberapa alternatif
            Tahap kelima, siswa melaporkan tindakan yang dialakukannya, mengembangkan wawasan, serta merencanakan tindakan yang lebih positif, terpadu, dan menunjukkan kemajuan.
B. Sistem sosial
            Sistem sosial dalam strategi tak terararah mengharuskan guru berperan sebgai fasilitator atau reflektor. Nmaun, hal yang paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi (kontrol); adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward, untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya hukuman tidak diterapkan dalam strategi ini..
C. Prinsip-Prinsip Reaksi
            Tugas-tugas guru didasarkan pada upaya mengiring siswa pada ranah penelitian tentang pengaruh. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian dan masalah yang dihadapi, dan merespond dengan berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaannya, bertanggung jawab pada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran serta metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
D. Sistem Pendukung
            Sistem pendukung dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuh sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan  kontrak akademik, maka hal-hal diperlukan dalam pembelajaran terarah-diri (self-directed learning) harus tersedia dan sesuai. Jika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah-masalah perilaku, harus sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.      Model Konsiderasi merupakan pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/ tujuan pembelajaran yang diharapkan
2.      Kelebihan : Dalam pelaksanaan pembelajaran sikap akan dapat Membentuk watak serta peradaban seseorang, mengembangkan potensi peserta didik dalam hal nilai-nilai moral,
Kekurangan : Kurikulum yang berlaku selama ini cendrung diarahkan untuk pembentukan intelektual (kemampuan kognitif) dimana anak diarahkan kepada menguasai materi tanpa memperhatikan pembentukan sikap dan moral, Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
3.      Proses pembentukan sikap terjadi dengan sistem adopsi dari orang lain yakni melalui satu proses yang disebut proses pembelajaran sosial
4.      Pembelajaran berbasis masalah adalah metode pembelajaran filsafat pendidikan di mana pemecahan masalah adalah mekanisme yang memungkinkan siswa untuk belajar. Siswa bekerja secara mandiri dan dalam kelompok kecil untuk memperoleh pengetahuan melalui pemecahan masalah
   3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Armadani, L. Et al.(2017). Consideration learning model in character          education.Internasional Journal of Science and Research. 6(7) : 1586      1591
DfES.(2004). Pedagogy and practice : Teaching ang learning in secondary    schools leadership guide : education and skill  
Fauzi, A.(2017). Daya serap siswa terhadap pembelajaran taksonomi. Jurnal pustaka. 8 : 50-67
           
Gillete,CM.(2017). Consideration of Problem-Based Learning in Athletic Training
Education. Athletic Training Education Journal. 12(3) : 195-201                                             

Himawan et al. (2018). Model Pembelajaran Sitem perilaku.Yogyakarta:                      Media Akademi
Joyce,Marsha weil dan Emily Calhoun. 2015. Models of       Teaching.Yogyakarta:  Pustaka Pelajar
Johnson KG.(2016). Instructional coaching implementation : Considerations for     k-12 Administrators. Journal of School Administration Research and  Development.1(2) : 37-40
Kennedy, B. (2012). Equity and quality in education.OECD
Kadir, F.(2015). Strategi pembelajaran afektif untuk investasi pendidikan masa
depan. 8(2) : 135-149
Prianggita, VA.(2016). Penerapan model konsiderasi dan pembentukan rasional   dalam pembelajaran. Jurnal kajian pendidikan dan pengajaran.
2(1) : 71-80

Parr, JM dan Helen S. Timperley.(2008). Teachers, schools and using evidence : considaretion of preparedness. 15(1) : 57-71
Rusman.(2017). Belajar dan pembelajaran berorientasi standar proses        pendidikan. Jakarta : Rajawali Persada
Salim, N.(2010). Pengaruh penerapan model pembelajaran konsiderasi terhadap  sikap tegang rasa. Efektor.(16) : 49-56

Judge Timothy A and Joyce E. Bono.(2000). Five-Factor Model of Personality      and Transformational Leadership. journal of applied phsycology.           
85(5) :  751-765

Yulida dea, Nandi Warnandi, dan Dedy Kuniadi.( 2018). Model konsiderasi untuk           melatih keterampilan sosial anak dengan hambtan emosi dan        perilaku.Jassi_anakku. 18(2) : 15-21















                  


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Casino Sites 2021 ⋆ Bonus up to €100 + 125 Free Spins!
Casino Sites 바카라 사이트 with Bonus Codes ⋆ Updated 2021 ✓ 100+ Casino Site Reviewed 1xbet korean ✓ Fast Withdrawals ✓ Best choegocasino Welcome Bonus Offers & Exclusive

Posting Komentar

 

Fadillah's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review