Sabtu, 08 Desember 2018

Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.46.00


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
Makalah ini kiranya tak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak yang terus mendorong penulis untuk menyelesaikannya.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan kepada Bapak Agus selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari sekali didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian. Untuk itu besar harapan penulis jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah berikutnya.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang penulis susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Jambi, 20 November 2018

Febrina Rosa Winda


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………...……………………………….. i
DAFTAR ISI ……………….……………………………………………………. ii
BAB I
1.1.   Kata Pengantar …………………………………………………………...1
1.2.   Tujuan …………………………………………………………………………....2
BAB II
2.1.   Kajian Teoritik
2.1.1.      Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif……………………...3
2.1.2.      Model TGT (Teams Games Tournament).......................................7
2.1.3.      Tujuan Model TGT (Teams Games Tournament)……………….13
2.1.4.      Analisis Model TGT (Teams Games Tournament)……………...17
2.1.5.      Kekurangan dan Kelebihan Model TGT (Teams Games Tournament)…………………………………………………………….....23
2.2.   Kajian Kritis ………………………………………………………….....27
BAB III
3.1.   Kesimpulan ……………………………………………………………..31
3.2.   Saran…………………………………………………………………….32
DAFTAR PUSTAKA …………………….……………………………………...iii



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, sebagaimana tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “Pendidikan membuat watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Selaras dengan UU Sisdiknas tersebut, pelaksanaan pendidikan tentunya perlu mendapat proporsi yang cukup agar diperoleh output yang unggul. Penanaman pendidikan ini tentunya harus mengacu pada peningkatan kemampuan akademis, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan memaksimalkan pembelajaran di sekolah.
Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik apabila ada komunikasi positif antara guru dengan siswa, guru dengan guru, dan antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu komunikasi positif harus diciptakan agar pesan yang ingin disampaikan, khususnya materi pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing aktivitas dan potensi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan model pembelajaran yang sesuai. Hal ini perlu dilaksanakan agar kualitas pembelajaran mata pelajaran pada mata pelajaran apapun dapat ditempuh dengan optimal.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). TGT mendorong siswa untuk aktif mengkontruksi pengetahuannya, menerapkan dan mempunyai keberanian untuk menyampaikan idenya, belajar memecahkan masalah, dan mendiskusikan masalah pelajaran. Selain itu waktu kegiatan pembelajaran lebih singkat dan keaktifan siswa lebih optimal karena dalam TGT proses pembelajaran bervariasi.

1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif
2.      Untuk mengetahui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
3.      Untuk mengetahui tujuan model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
4.      Untuk mengetahui analisis model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
5.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)













BAB II
LITERATUR

2.1.  Kajian Teoritik
2.1.1.  Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang bersadarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono, 2009 : 41) .
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends dalam Suprijono (2009 : 41-42), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
            Menurut Suusana (2017 : 94-95) model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
According to Slavin et al (1985 : 9) cooperative learning method are structured, systematic instructional strategies capable of being used at any grade level and it most school subjects. All of the methods having involve having the teacher assign the students to four to six member learning groups composed of high, average, and low-achieving students, boys and girls, black, Anglo, and Hispanic students, and mainstreamed academically handicapped students as well as their nonhandicapped classmates. In other words, each group is microcosm of the class in academic achievement.
Terjemahan :
            Menurut Slavin, dkk (1985 : 9) metode pembelajaran kooperatif terstruktur secara sistematik dan strategi instruksional yang dapat digunakan untuk setiap level pendidikan dan hampir seluruh mata pelajaran di sekolah. Seluruh metode memiliki keterlibatan guru menempatkan siswa ke dalam empat hingga enam orang anggota kelompok belajar yang terdiri atas siswa yang memiliki pemahaman tinggi, rata-rata, hingga rendah, laki-laki dan perempuan, berkulit hitam, keturunan Inggris, ataupun siswa keturunan Meksiko. Dengan kata lain, setiap kelompok adalah bentuk lain dari kelas dalam pencapaian akademik.
Nur (2002) dalam Suusana (2017 : 95) menyatakan prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a)      Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggungjawab atas sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b)      Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c)      Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
d)     Setiap anggota kelompok (siswa) akan di evaluasi.
e)      Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f)       Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berfikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peran diri maupun teman lain.
According to Riyanto(2009) in Ritonga (2017 : 119-120) Thus, Cooperative learning has three important goals, as follows:
1.      Results of academic learning: Cooperative learning aims to improve student performance in academic tasks. Many experts argue that cooperative methods excel in helping students to understand difficult concepts.
2.      Acceptance of diversity: The cooperative method aims to enable students to accept their friends who have a variety of backgrounds. The difference is between ethnic differences, religion, academic ability, and social level.
3.      Development of social skills: Social skills referred to in cooperative learning include sharing tasks, actively asking, respecting the opinions of others, fishing friends to ask questions, want to explain ideas or opinions, work in groups, and so forth.
It is noted that advantages of applying the cooperative learning include the following:
1.      Getting used to being skilled in critical thinking
2.      Improving class results
3.      Methods of adjusting students in problem solving techniques
4.      Displaying learning to personal taste
5.      Motivating students in a particular curriculum
6.      Establishing social support system in students
7.      Building a variety of understanding between students and teachers
8.      Establishing a good environment in modeling and implementing cooperation
9.      Building a learning community
10.  Building students’ confidence
11.  Adding interest
12.   Developing a positive attitude in a teacher
13.  Can use various assessment techniques
Terjemahan :
            Menurut Riyanto (2009) dalam Ritonga (2017 : 119-120), pembelajaran Kooperatif memiliki tiga tujuan penting sebagai berikut :
1.      Hasil pembelajaran akademik: Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa metode kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.
2.      Penerimaan keberagaman: Metode kooperatif bertujuan untuk memungkinkan siswa menerima teman-teman mereka yang memiliki berbagai latar belakang. Perbedaannya antara perbedaan etnis, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3.      Pengembangan keterampilan sosial: Keterampilan sosial yang disebut dalam pembelajaran kooperatif termasuk berbagi tugas, secara aktif bertanya, menghormati pendapat orang lain, memancing teman untuk mengajukan pertanyaan, ingin menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Perlu dicatat bahwa keuntungan menggunakan metode pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1.      Terbiasa menjadi terampil dalam berpikir kritis.
2.      Meningkatkan hasil kelas
3.      Metode menyesuaikan siswa dalam teknik pemecahan masalah
4.      Menampilkan pembelajaran untuk selera pribadi
5.      Memotivasi siswa dalam kurikulum tertentu
6.      Menetapkan sistem dukungan sosial pada siswa
7.      Membangun berbagai pemahaman antara siswa dan guru
8.      Menetapkan lingkungan yang baik dalam pemodelan dan melaksanakan kerja sama
9.      Membangun komunitas belajar.
10.  Membangun kepercayaan diri siswa.
11.  Menambah minat.
12.  Mengembangkan sikap positif pada seorang guru.
13.  Dapat menggunakan berbagai teknik penilaian

2.1.2.  Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
Pembelajaran yang disajikan di dalam kelas hendaknya dapat menarik perhatian dan menyenangkan bagi siswa agar pembelajaran yang dilaksanakan di kelas mampu mengaktifkan siswa dan prestasi belajar yang diperoleh siswa bukan hanya semata-mata tergantung dari apa yang disajikan oleh guru melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai yang diminati anak dan bagaimana anak mengolah informasi yang baru ia dapatkan berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Perbaikan pembelajaran yang dapat dilakukan antara lain dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajara yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesame anggota kelompok untuk belajar. Pembelajaran kooperatif juga dijadikan sebagai solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak memandang latar belakang siswa yang memiliki etnik berbeda (Pratiwi, 2018 : 339).
TGT is a carefully structured sequence of teaching-learning activities, a blend of three educational techniques -small groups, instructional games, and tournaments. it is designed to complement regular instruction in upper elementary, junior, and senior high school class room. the purpose of TGT is to create an effective classroom environment in which all students are actively involved in the teaching-learning process and consistently receive encouragement for successful performance. the TGT structure embodies both competition and cooperation in a way that promotes peer group rewards for academic achievement. it does this by altering the social organization of the classroom in two ways. first, it creates an interdependency among students. second, it makes it possible for all students, despite different learning rates, to have an equal chance to succeed at an academic task (DeVries et al., 1980 : 3)
Terjemahan :
TGT adalah rangkaian kegiatan belajar-mengajar yang disusun secara seksama, perpaduan tiga teknik pendidikan –kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen. Itu dirancang untuk melengkapi instruksi reguler di ruang kelas sekolah dasar atas, SMP, dan SMA. Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif di mana semua siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar-mengajar dan secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT mewujudkan baik persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Hal ini dilakukan dengan mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa, meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil pada tugas akademis (DeVries et al., 1980 : 3).
Menurut Kiranawati (2007) dalam Whidiastuti dan Fachrurroize (2014 : 50) pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games Tournament) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Menurut Isjoni (2010) dalam Abdullah (2013 : 4) model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan lima sampai enam orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok masing-masing.
Cooperative learning type Teams Game Turnament (TGT) by Borich(2007) in Syahrir (2011: 158) explain that a cooperative learning activity closely related to STAD is the use ofteams game turnaments (TGT). TGT uses the same general format as STAD (4 to 5 member groups studyng work sheets). However, instead of individually administered quizzes at the and of a study period, students play academic games to show their mastery of the topic studied. Where as Slavin (2006: 338) explain that Teams-Games-Tournament, or TGT, uses games that can be adapted to any subject. Games are usually better than individual games; they provide an opportunity for teammates to help one another and avoid one problem of individual games, which is that more able students might consistently win. If all students are put on mixed ability teams, all have a good chance of success.
Terjemahan :
Pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Turnament (TGT) oleh Borich (2007)  dalam Syahrir (2011 : 158)  menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran kooperatif terkait erat dengan STAD adalah yang digunakan oleh Teams Game Turnament (TGT). TGT menggunakan format umum yang sama dengan STAD (4 hingga 5 anggota grup mempelajari lembar kerja). Bagaimanapun juga, alih-alih kuis yang diberikan secara individual pada akhir masa pembelajara, siswa memainkan permainan untuk menunjukkan penguasaan mereka atas topik yang ada. Sebagaimana yang dikatakan Slavin (2006 : 338) menjelaskan bahwa Teams Games Tournament atau TGT, menggunakan permainan yang bisa disesuaikan dengan subjek apapun. Permainan biasanya lebih baik dari permainan individual; mereka memberikan kesempatan pada teman setim untuk membantu yang lain dan menghindari satu permasalahan dari permainan individual, yang mana siswa yang lebih cakap mungkin dapat dengan konsisten menang. Jika semua siswa diletakkan dalam kelompok yang kemampuannya dicampurkan, semuanya akan memiliki kesempatan yang baik untuk sukses.
Menurut Ritonga (2017: 122), skenario dalam model TGT ini adalah sebagai berikut:
1.      Para instruktur menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dan menyajikan materi yang akan dibahas hari itu. Kemudian instruktur menciptakan kelompok siswa yang heterogen dari 4-5 orang, kemudian memberikan informasi subjek dan mekanisme kegiatan.
2.      Siapkan tabel turnamen atau kontes yang cukup, misalnya, 10 meja dan untuk setiap meja yang ditempati oleh 4 siswa dengan kemampuan yang sama, meja pertama diisi oleh siswa dengan tingkat tertinggi masing-masing kelompok dan seterusnya sampai meja kesepuluh ditempati oleh siswa tingkat terendah. Penentuan masing-masing siswa yang duduk di meja tertentu adalah hasil dari kesepakatan kelompok.
3.      Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen atau kompetisi, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan di setiap meja dan melakukannya untuk jangka waktu tertentu (misalnya, 3 menit). Siswa dapat mengerjakan lebih dari satu masalah dan hasilnya diperiksa dan dinilai, menghasilkan skor turnamen atau kontes untuk setiap individu dan pada saat yang sama skor grup asli. Siswa pada setiap tabel turnamen atau lomba sesuai dengan skor yang diperoleh diberi gelar (gelar) atasan, sangat baik, baik dan sedang.
4.      Demikian juga untuk turnamen atau balapan ketiga-keempat, dan seterusnya. Dan menggeser kursi di turnamen atau meja balapan sesuai dengan judul, siswa superior di meja turnamen yang sama atau kelompok ras, serta untuk turnamen atau meja kontes lainnya yang diisi oleh siswa dengan tingkat yang sama.
5.      Setelah selesai, hitunglah skor untuk setiap kelompok skor asal dan individu, kelompok hadiah dan individu
            Menurut Gora (2010 : 63) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri atas 5 langkah tahapan, yaitu langkah penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok. Berdasarkan apa yang diungkapkan Slavin, model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri berikut :
1.      Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang baranggotakan lima sampai enam orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar-siswa yang berkemampuan lebih dnegan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
2.      Games tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati lima sampai enam orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak dibaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan-aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membukakan kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban yang benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, di mana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang.
3.      Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung skor rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang peroleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota.
Team Game Tournament rules are as follows 1) the game begins sequentially and alternately; 2) participants get a turn choosing cards as desired; 3) problem is read out loud by a jury; 4) if difficult card is answered correctly obtain +3, wrong -3, pass = 0, the medium card if being answered correctly +2, wrong -2 = pass 0, the easy card if answered correctly +1, wrong-1 pass = 0; 5) if the participants do not dare answer, then the question will be thrown to the other participants until the last participant; 6) if all participants cannot answer, then the judge will read out the answer key; 7) after the game finished fellow judges gathered to calculate the score (Frianto, et al., 2016 : 75-76).
Aturan Team Game Tournament adalah sebagai berikut 1) permainan dimulai secara berurutan dan bergantian; 2) peserta mendapatkan giliran memilih kartu sesuai keinginan; 3) masalah dibacakan keras oleh juri; 4) jika kartu yang sulit dijawab dengan benar mendapatkan +3, salah -3, pass = 0, kartu menengah jika dijawab dengan benar +2, salah -2 = pass 0, kartu mudah jika dijawab dengan benar +1, salah-1 pass = 0; 5) jika peserta tidak berani menjawab, maka pertanyaan akan dilemparkan kepada peserta lain sampai peserta terakhir; 6) jika semua peserta tidak dapat menjawab, maka hakim akan membacakan kunci jawaban; 7) setelah pertandingan selesai sesama hakim berkumpul untuk menghitung skor (Frianto, et al., 2016 : 75-76).
2.1.3.  Tujuan Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Purwati (2013) dalam Kamariyah (2016 : 79) salah satu model pembelajaran aktif yang dapat menjadikan pembelajaran berpusat pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil dan saling membantu satu sama lain dalam belajar. Ada berbagai macam tipe dari pembelajaran kooperatif diantaranya STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Teams Games Tournament) dan Jigsaw. Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Model pembelajaran TGT yang dikembangkan oleh Robert Slavin dalam pembelajaran ini, siswa dibagi dalam kelompok kecil, teknik belajar ini menggabungkan kelompok belajar dengan kompetensi tim dan dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan. Pembelajaran dengan model ini akan merangsang keaktifan siswa, sebab siswa dituntut berpartisipasi dalam suatu kelompok untuk berkompetisi menyelesaikan tugas-tugas akademik.
According to Kagan (1994) in Yovita (2017 : 23), Teams-Games-Tournament, one of the cooperative learning techniques, is defined as “a carefully structured sequence of teaching-learning activities, a blend of three educational techniques-small groups, instructional games, and tournaments”. It is designed to complement regular instruction in upper elementary, junior and senior high school classrooms. The purpose of TGT is to create an effective classroom environment in which all students get actively involved in the teaching and learning process and consistently receive encouragement for a successful performance. The TGT structure exhibits both competition and cooperation in a way that promotes peer group rewards for academic achievement. It is demonstrated by altering the social organization of the classroom in two ways. First, it creates interdependency among students. Second, it makes it possible for all students, despite different learning rates, to have an equal chance to succeed at an academic task.
Terjemahan :
            Menurut Kagan (1994) dalam Yovita (2017 : 23), Teams-Games-Tournament salah satu teknik pembelajaran kooperatif, didefinisikan sebagai "urutan kegiatan belajar-mengajar yang disusun secara cermat, perpaduan tiga teknik pendidikan - kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen". Ini dirancang untuk melengkapi instruksi reguler di kelas atas sekolah dasar, SMP dan SMA. Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif di mana semua siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT menunjukkan persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Ini ditunjukkan dengan mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa, meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil pada tugas akademis.
According to Gonzalez and Arturo, et al., (2014 : 8-9) The main objective of the TGT
are :
1.        To allow students to practise the material imparted in lectures and bring early awareness of potential difficulties, 
2.        To emphasize and meet learning outcomes (which the facilitator aligns with team goals when providing the rules for defining the questions), 
3.        To encourage all students to learn and achieve the learning outcomes if they want their team to succeed. Given that “higher individual score = better team score”, students will like to contribute to the team and work harder. 
4.        To strengthen the role of the student as a team player, as students will help one another to improve the team performance, 
5.        To make the learning experience more enjoyable, given that students will see learning as ‘social’ instead of ‘isolated’.
A TGT is organised to facilitate sharing of those questions among students as follows:
1.        The facilitator introduces the topic in lectures. This introduction lays the basis for the partial or full accomplishment of a learning outcome.
2.        Students work in small teams to prepare questions and their answers related to the topic and in agreement with specific guidelines provided by the facilitator that aim to meet the learning outcome.
3.        Students answer questions proposed by other team.
4.        Students are assigned scores according to their individual performance (quality of proposed questions and accuracy of answers) and their team performance (based on how their answers compared to answers by other team).
Terjemahan :
Menurut Gonzalez and Arturo, et al., (2014 : 8) Tujuan utama dari TGT adalah :
1.      Untuk memungkinkan siswa untuk mempraktekkan materi yang disampaikan dalam kuliah dan membawa kesadaran awal akan kesulitan yang potensial.
2.      Untuk menekankan dan memenuhi hasil pembelajaran (yang fasilitator selaras dengan tujuan tim ketika memberikan aturan untuk mendefinisikan pertanyaan).
3.      Untuk mendorong semua siswa untuk belajar dan mencapai hasil pembelajaran jika mereka ingin tim mereka berhasil. Mengingat bahwa "skor individu yang lebih tinggi = skor tim yang lebih baik", siswa akan suka berkontribusi pada tim dan bekerja lebih keras.
4.      Untuk memperkuat peran siswa sebagai pemain tim, karena siswa akan saling membantu untuk meningkatkan kinerja tim.
5.      Untuk membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan, mengingat bahwa siswa akan melihat belajar sebagai 'sosial' daripada 'terisolasi'.
TGT diatur untuk memfasilitasi berbagi pertanyaan-pertanyaan di antara siswa sebagai berikut:
1.      Fasilitator memperkenalkan topik dalam ceramah. Pengantar ini meletakkan dasar untuk sebagian atau penuh pencapaian hasil pembelajaran.
2.      Siswa bekerja dalam tim kecil untuk menyiapkan pertanyaan dan jawaban mereka terkait dengan topik dan di kesepakatan dengan pedoman khusus yang disediakan oleh fasilitator yang bertujuan untuk memenuhi hasil pembelajaran.
3.      Siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh tim lain.
4.      Siswa diberi nilai sesuai dengan kinerjanya masing-masing (kualitas pertanyaan yang diajukan dan akurasi jawaban) dan kinerja tim mereka (berdasarkan bagaimana jawaban mereka dibandingkan jawaban oleh tim lain).

2.1.4.  Analisis Model Pembelajaran TGT
Menurut Joyce dan Weil (1986) dalam Handayani (2015 : 166) setiap model mempunyai unsur-unsur: (1) sintakmatik, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan pengiring. Sintakmatik merupakan tahap-tahap dari kegiatan model. Sistem sosial adalah situasi atau suasana, dan norma yang berlaku dalam suatu model pembelajaran. Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan para pebelajar. Sistem pendukung merupakan segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk suatu model. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung para siswa pada tujuan yang diharapkan sedangkan dampak pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.

a)      Sintaks
Menurut Slavin (1995) dalam Gayatri (2009 : 63)  Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan yaitu: tahapan penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (class precentation), dan penghargaan kelompok (team recognition). Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili kelompoknya dengan anggota dari kelompok lain memiliki kesetaraan dalam kemampuan akademik. Dalam TGT ada tahap game (permainan) sehingga menimbulkan suasana kegembiraan. Pada kegiatan kelompok siswa saling membantu menyiapkan LKS serta saling menjelaskan masalah-masalah yang muncul, namun ketika siswa sedang bertanding, teman sesama kelompok tidak dapat membantunya dan merupakan tanggung jawab individual. Berikut ini akan dijabarkan lebih rinci masing-masing tahapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu:

1.      Penyajian Kelas
Pada awal pembelajarn guru mempresentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game akan menentukan skor kelompok. Materi pelajaran dalam TGT dirancang khusus untuk menunjang pelaksanaan game turnamen. Materi ini dapat dibuat dengan cara mempersiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
2.      Belajar dalam kelompok (teams study)
Kelompok biasanya terdiri dari 5-6 siswa yang anggotanya heterogen secara akademik, jenis kelamin dan ras. Masingmasing kelompok diberi kode, misalnya I, II, III, IV, dan seterusnya. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Perlu disampaikan kepada siswa bahwa mereka akan bekerja sama dalam kelompok selama beberapa kali pertemuan dan mereka akan memainkan suatru permainan akademik untuk menambah poin kelompok mereka, kelompok yang memperoleh nilai tertinggi akan mendapatkan penghargaan.
3.      Permainan (game)
Game terdiri dari pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua anggota kelompok telah menguasai materi, di mana pertanyaanpertanyaan yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4.      Turnamen (tournament)
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertaman guru mebagi siswa ke dalam beberpa meja turnamen. Empat siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja A, empat siswa selanjutnya pada meja B dan seterusnya. Untuk melaksanakan turnamen, perlu diperhatikan:
·         Membentuk meja turnamen, disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.
·         Menentukan rangking (berdasarkan kemampuan) setiap siswa kelompok.
·         Menempatkan siswa yang memiliki kemampuan yang sama pada meja yang sama, misalnya siswa pandai (IA, IIA, IIIA, dan seterusnya) ditempatkan pada meja A, dan seterusnya.
·         Masing-masing siswa pada meja turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.
5.      Penghargaan Kelompok (teams recognition)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang diperoleh oleh kelompok dari permainan.
According to Etin and Raharjo (2007) in Ritonga ( 2017 : 121 – 122), steps in the Implementation of Cooperative Learning TGT Type (Teams Games Tournament). In general there are 5 main components in the application of TGT model, they are:
1.      Class Presentations At the beginning of the lesson, the teacher presents the material in class presentation or often also called class presentation. This activity is usually done by direct instruction or by a teacher-led lecture. At the time of presenting this class, the student should really pay attention and understand the material presented by the teacher, as it will help the students work better during group work and at the time of game because game score will determine group score.
2.      Group (Teams) Groups usually consist of 4 to 5 students whose members are heterogeneous in terms of academic achievement, gender and race or ethnicity. The group function is to deepen the material with the group's friends and more specifically to prepare the group members to work properly and optimally during game. After the teacher presents the class presentation, the group (team or study group) is in charge of studying the worksheet. In this group learning the students' activities are discussing problems, comparing answers, checking, and correcting the mistakes of their friend's concepts if a group friend made a mistake.
3.      Games  The game consists of questions relevant to the material, and is designed to test students' knowledge of classroom presentation and group learning. Most games consist of simple numbered questions. This game is played on the table of the tournament or race by 3 students representing the team or group respectively. The student selects the numbered card and tries to answer the question according to the number. Students who correctly answer the question will get a score. These scores are later collected students for a tournament or weekly race.
4.      Tournament or Contest  Tournaments or competitions are learning structures, where games happen. Usually tournaments or competitions are done at the end of the week or on each unit after the teacher makes a class presentation and the group is already working on the student worksheet. The teacher's first tournament or contest divides the students into several tournament or race tables. The three highest students of his achievement are grouped on table I, the next three students on table II and beyond.
5.      Group Award (Team Recognition) After the tournament or race ends, the teacher then announces the winning group, each team or group will get a certificate or prize if the average score meets a predetermined criteria. Team or group gets the nickname "Super Team" if the average score 50 or more, "Great Team" if the average reaches 50-40 and "Good Team" if the average less than 40. This can please the students for the achievements they have made.
Terjemahan :
Menurut Etin dan Raharjo (2007) dalam Ritonga (2017: 121 - 122), Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) secara ecara umum ada 5 komponen utama dalam penerapan model TGT, mereka:
1.      Presentasi Kelas Pada awal pelajaran, guru menyajikan materi dalam presentasi kelas atau sering juga disebut presentasi kelas. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan instruksi langsung atau oleh ceramah yang dipimpin guru. Pada saat menyajikan kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disajikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik selama kerja kelompok dan pada saat permainan karena skor pertandingan akan menentukan skor grup.
2.      Kelompok (Kelompok) Kelompok biasanya terdiri dari 4 hingga 5 siswa yang anggotanya heterogen dalam hal prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi kelompok adalah memperdalam materi dengan teman-teman kelompok dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok agar berfungsi dengan baik dan optimal selama pertandingan. Setelah guru menyajikan presentasi kelas, kelompok (tim atau kelompok belajar) bertugas mempelajari lembar kerja. Dalam kelompok ini belajar aktivitas siswa mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban, memeriksa, dan mengoreksi kesalahan konsep teman mereka jika teman grup membuat kesalahan.
3.      Permainan Permainan ini terdiri dari pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan siswa tentang presentasi kelas dan pembelajaran kelompok. Kebanyakan permainan terdiri dari pertanyaan bernomor sederhana. Game ini dimainkan di meja turnamen atau lomba oleh 3 siswa yang mewakili tim atau grup masing-masing. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapatkan skor. Skor ini kemudian dikumpulkan siswa untuk turnamen atau balapan mingguan.
4.      Turnamen atau Kontes Turnamen atau kompetisi adalah struktur pembelajaran, tempat permainan terjadi. Biasanya turnamen atau kompetisi dilakukan pada akhir minggu atau di setiap unit setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok sudah bekerja pada lembar kerja siswa. Turnamen atau kontes pertama guru membagi siswa menjadi beberapa turnamen atau tabel balapan. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan dalam tabel I, tiga siswa berikutnya pada tabel II dan seterusnya.
5.      Group Award (Team Recognition) Setelah turnamen atau balapan berakhir, guru kemudian mengumumkan kelompok pemenang, setiap tim atau kelompok akan mendapatkan sertifikat atau hadiah jika skor rata-rata memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Tim atau grup mendapat julukan "Super Team" jika skor rata-rata 50 atau lebih, "Great Team" jika rata-rata mencapai 50-40 dan "Good Team" jika rata-rata kurang dari 40. Ini dapat menyenangkan para siswa untuk pencapaian mereka telah membuat.
b)     Prinsip Reaksi
Menurut Mubaroq (2017 : 97) Prinsip reaksi di dalam model ini seorang guru secara keseluruhan bertugas sebagai 1.) Pendamping, pembimbing, fasilitator motivator, 2.) Menginterpretasi aturan-aturan dalam kegiatan tersebut, dan 3.) Bertanggung jawab atas terpeliharanya suasana belajar dengan menunjukkan sikap yang mendukung, salah satunnya yaitu memberikan penghargaan atas setiap apa yang telah dicapai oleh individu maupun kelompok.
c)      Sistem Sosial
Menurut Mubaroq (2017 : 97) Sistem sosial dari model pembelajaran ini mengharapkan guru berperan sebagai taskmaker yaitu pengatur kegiatan yang harus dilakukan para pebelajar, dan peran lainnya adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran sehingga pencapaian akademik setiap siswa serta hubungan kerja sama antar individu maupun kelompok dapat terjalin dengan baik.
d)     Sistem Pendukung
Menurut Mubaroq (2017 : 98) Sistem pendukung dalam model ini sangat bervariasi, mulai dari penyediaan kartu akademik, buku penunjang, sampai dengan ketersedian ruang kelas terutama meja dan kursi yang mudah diatur dan dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
e)      Dampak penggiring                                                                                     
Menurut Mubaroq (2017 : 98) Dampak penggiring dari model ini adalah sebagai berikut :
1.      Merangsang kecenderungan seseorang dalam meningkatkan minat belajar untuk mempelajari materi pelajaran.
2.      Menumbuhkan kemandirian karena model ini cenderung menkonstruksi kemampuan diri sendiri.
3.      Terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda

2.1.5.  Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Suusana (2017 : 97-98) mengungkapkan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:
1.      Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2.      Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3.      Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4.      Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
5.      Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
6.      Motivasi belajar lebih tinggi.
7.      Hasil belajar lebih baik.
8.      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Menurut Suusana (2017 : 97-98) kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:
1.      Bagi Guru
Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Dan waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
2.      Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
Menurut Suarjana (2000) dalam Ekocin (2011) dalam Solihah (2016 : 49) menyatakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di antaranya: (a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b) mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, (c) dengan waktu yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih tinggi, serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis, serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada temannya.
According to Gonzalez and Arturo, et al.,(2014 : 17 - 18), Compared to a traditional tutorial format as described before, in the proposed TGT format:
1.      Students are more focused and interact more. In the 1st match, the facilitator noticed more discussion among the 3rd year’ students than the more mature 4th year’s, although, overall, students worked rather individually, doing their own thing, without paying too much attention to their team mates. In the 2nd and further matches, the attitude changed, and students shared knowledge with their peers and supported each other significantly. This is in agreement with previous research that indicates a minimum period of exposure to CL is necessary before becoming efficient in developing critical thinking and social skills [34, 35]. Initially, it could have been thought that those teams composed of only Civil Engineering students or only Structural Engineers with Architecture would perform better than more academically heterogeneous teams given that they knew each other longer and probably worked together in the past. The latter could have been a trigger to experience the positive effects of CL from an early start. However, there was a close competition without a team that clearly stood above the others. 
2.      Students are more enthusiastic and appear to enjoy more themselves. After completing a session they would let us know they were looking forward to the results of the matches or an anecdotic “Good Game!” would be pointed by a student to a student of other team. From the 2nd match onwards, students appear relaxed and often make their opponents smile on the challenge they are confronting them with.
3.      There is a higher level of participation and commitment. All students participate and they do it in an original way, proposing a different question and answer. They do so as they are aware otherwise they or their team will not be rewarded and assessed positively. In traditional tutorials involving group work, the danger of having a reduced number of people doing most of the work is considerably higher.
4.      A valuable and relatively large database of questions and corrected answers (including typical errors or misconceptions) is generated and made available online to all students. This database is a relative measure of how far critical thinking and level of reflection has been developed compared to other. approaches with fixed questions and answers.
Terjemahan :
Menurut Gonzalez dan Arturo, dkk., (2014: 17 - 18), Dibandingkan dengan format tutorial tradisional seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam format TGT yang diusulkan:
1.      Siswa lebih fokus dan berinteraksi lebih banyak. Pada pertandingan pertama, fasilitator memperhatikan lebih banyak diskusi di antara siswa tahun ke-3 daripada tahun keempat yang lebih dewasa, meskipun, secara keseluruhan, siswa bekerja lebih individual, melakukan hal mereka sendiri, tanpa terlalu memperhatikan rekan tim mereka. Pada pertandingan kedua dan selanjutnya, sikap berubah, dan siswa berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan mereka dan saling mendukung secara signifikan. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan periode minimum paparan CL diperlukan sebelum menjadi efisien dalam mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan sosial [34, 35]. Awalnya, bisa saja berpikir bahwa tim-tim yang terdiri dari hanya mahasiswa Teknik Sipil atau hanya Insinyur Struktural dengan Arsitektur akan melakukan lebih baik daripada tim yang lebih heterogen secara akademis mengingat bahwa mereka saling mengenal lebih lama dan mungkin bekerja sama di masa lalu. Yang terakhir bisa menjadi pemicu untuk mengalami efek positif dari CL sejak awal. Namun, ada persaingan ketat tanpa tim yang jelas berdiri di atas yang lain.
2.      Siswa lebih antusias dan tampak menikmati diri mereka sendiri. Setelah menyelesaikan sesi, mereka akan memberi tahu kami bahwa mereka menantikan hasil pertandingan atau anekdot "Good Game!" Akan ditunjukkan oleh seorang siswa kepada siswa dari tim lain. Dari pertandingan ke-2 dan seterusnya, siswa tampak santai dan sering membuat lawan mereka tersenyum pada tantangan yang mereka hadapi.
3.      Ada tingkat partisipasi dan komitmen yang lebih tinggi. Semua siswa berpartisipasi dan mereka melakukannya dengan cara yang asli, mengajukan pertanyaan dan jawaban yang berbeda. Mereka melakukannya karena mereka sadar kalau tidak mereka atau tim mereka tidak akan dihargai dan dinilai positif. Dalam tutorial tradisional yang melibatkan kerja kelompok, bahaya berkurangnya jumlah orang yang melakukan sebagian besar pekerjaan jauh lebih tinggi.
4.      Database pertanyaan yang berharga dan relatif besar dan jawaban yang dikoreksi (termasuk kesalahan atau miskonsepsi yang khas) dihasilkan dan tersedia online untuk semua siswa. Database ini adalah ukuran relatif dari seberapa jauh pemikiran kritis dan tingkat refleksi telah dikembangkan dibandingkan dengan yang lain. pendekatan dengan pertanyaan dan jawaban yang tetap.

2.2.  Kajian Kritis
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajkan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan metode dan teknik pembelajaran.
Terdapat beberapa jenis model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model Pembelajaran Kooperatif merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pembelajaran kooperatif akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan guru.
Pembelajaran yang disajikan di dalam kelas sebisa mungkin harus menarik perhatian siswa dan menyenangkan bagi siswa agar proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan mampu mengaktifkan keaktifan siswa dalam berpikir kritis, sehingga prestasi belajar yang siswa peroleh tidak hanya semata-mata diperoleh dari apa yang disajikan guru saja. Melainkan juga dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai yang diminati anak dan bagaimana anak mengolah informasi yang baru ia dapatkan berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Salah satu metode yang tepat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
TGT adalah rangkaian kegiatan belajar-mengajar yang disusun secara seksama, perpaduan tiga teknik pendidikan –kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen. Model pembelajaran kooperatif yang satu ini memiliki tujuan untuk melatih siswa agar dapat bekerja sama sekaligus memiliki rasa kompetitif yang positif. Kerja sama di sini akan tampak dalam kelompok kecil mereka, sedangkan kompetisinya akan terlihat dalam kelompok besar yaitu ketika mereka berkompetisi dengan kelompok lain.
Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif di mana semua siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT menunjukkan persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Ini ditunjukkan dengan mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa, meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil pada tugas akademis.
Untuk melakukan menerapkan model pembelajaran TGT terdapat beberapa tahapan-tahapannya. Berdasarkan uraian dari Slavin, model TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahapan penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition).
1.      Penyajian kelas (class precentation). Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah.
2.      Kelompok (team). Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3.      Permainan (game). Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4.      Pertandingan (tournament). Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Dalam melakukan turnamen ini, posisi meja harus di atur. Siswa dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament berdasarkan tingkat kemampuan mereka.
5.      Penghargaan kelompok (team recognition). Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Dari sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber dari guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.
Penerapan Model TGT dalam pelaksanaanya tidak memerlukan  fasilitas pendukung khusus seperti peralatan atau ruangan khusus. TGT hanya membutuhkan seperti buku penunjang, kartu akademik, meja dan kursi untuk turnamen. Selain mudah diterapkan dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa untuk memperoleh konsep yang diinginkan. Kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok membuat soal dan jawabannya, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama. Sedangkan untuk memotivasi belajar siswa dalam TGT terdapat unsur reinforcement.
Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa dan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, juga melibatkan peran siswa sebagai ”tutor sebaya”.
            Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di antaranya : (a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b) mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, (c) dengan waktu yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih tinggi, serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Namun, di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis, serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada temannya.
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran TGT adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok yang berbeda kemampuan dengan menggunakan sistem turnamen akadmik yang diikuti oleh seluruh siswa dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam pelajaran. Dalam permainan ini digunakan kartu yang berisi soal dan kunci jawabannya. Setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya, dan masing-masing ditempatkan ada meja turnamen. Cara memainkannya dengan membagikan kartu-kartu soal, pemain mengambil kartu dan memberikannya kepada pembaca soal. Kemudian soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang hingga dapat menyelesaikan permainnnya.
Model pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permaianan (games), pertandingan dan turnamen (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). Guru sebagai taskmaker yaitu pengatur kegiatan yang harus dilakukan para pebelajar, dan peran lainnya adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Model pembelajaran TGT tidak membutuhkan fasilitas khusus. TGT hanya membutuhkan meja dan bangku untuk turnamen dan kartu akademik, buku penunjang, dan juga LKS.
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di antaranya : (a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b) mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, (c) dengan waktu yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih tinggi, serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Namun, di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis, serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada temannya.
3.2  Saran
Model pembelajaran adalah salah satu unsur penting dalam berlangsungnya proses belajar dan pembelajaran, karena tidak hanya akan mempengaruhi minat siswa tapi juga akan mempengaruhi bagaimana cara guru tersebut menyampaikan materi yang diajarkan. Oleh karena itu, sebaiknya pendidik memilih dengan bijak dengan mempertimbangkan beberapa faktor untuk memilih model pembelajaran yang akan menjadi dasar dalam menyampaikan materi pembelajarannya.









DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Husni dan Astutik, Tri. 2013. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa SD. Jurnal PGSD, 1(2)
DeVries, David et al. 1980. The Instructional Design Library. New Jersey : Education Technology Publications
Frianto, et al. 2016. The Implementation of Cooperative Learning Model Team Game Tournament and Fan N Pick To Enhance Motivation and Social Studies Learning Outcomes. IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS).Volume 21, Issue 5. e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN: 2279-0845.
Gayatri, Yuni. 2009. Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) sebagai Model Pembelajaran Biologi. Didaktis, 8(3)
Gonzalez and Arturo, et al. 2014. Multi-faceted Impact of a Team Game Tournament on the Ability of the Learners to Engage and Develop their Own Critical Skill Set. International Journal of Engineering Education. 30 (5): 1213-1224
Gora dan Sunato. 2010. PAKEMATIK : Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo
Handayani, Fitri dan Panjaitan, Keysar. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Interaksi Sosial Terhadap Hasil Belajar Ekonomi. Jurnal Teknologi Pendidikan, 8 (1) : 1979-6692
Kamariyah, E.I. 2006. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains, 4(1) : 2337-9820
Leavey, Marshall.B dan Hollifield, John. H. 1980. Teacher’s Manual Using Teams Games Tournament (TGT) in The Life Science Classroom. United States : Johns Hopkins University Press
Mubaroq, Syahrul. 2017. Inovasi Pembelajaran Melalui Kombinasi Model Cooperative Learning Jigsaw Ii, Team Games Tournaments dan Role Playing.Vol.2 (1) : 2502-5864
Pratiwi, Annisa Eka. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Gedongtengen Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 4(2)
Ritonga, M.N. 2017. Application Of Team Games Tournament To Increase Students’ Knowledge In National Economic Of Indonesia. Asian Journal of Management Sciences & Education. Vol. 6(4). ISSN: 2186-845X. ISSN:  2186-8441.
Slavin et al. 1985. Learning to Cooperative. New York : Plenum Press
Solihah, Ai. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal SAP, 1(1) : 2527-967X
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning : Teori dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suusana. 2017. Penerapan Teams Games Tournament (TGT) Melalui Media Kartu Domino pada Materi Minyak Bumi Siswa Kelas XI MAN 4 Aceh Besar. Lantanida Jurnal, 5(4)
Syahrir. 2011. Effects of The Jingsaw and Teams Games Tournament (TGT) Cooperative Learning on The Learning Motivation and Mathematical Skills of Junior High School Student. ISBN : 978-989-16353-7-0
Yovita, Diana. 2017. Young Learners Achievement Towards The Use of Teams Games Tournament (TGT) Technique and Flash Cards Teaching Technique in Learning Grammar. ISSN : 0852-078X

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadillah's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review