KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).
Makalah
ini kiranya tak akan selesai tanpa bantuan dari beberapa pihak yang terus
mendorong penulis untuk menyelesaikannya.
Terima kasih
sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan kepada Bapak Agus selaku dosen pengampu
mata kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika serta teman-teman sekalian yang
telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari sekali
didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian. Untuk itu besar harapan penulis jika ada kritik dan saran
yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah berikutnya.
Harapan yang
paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang penulis
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang
ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini
sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Jambi,
20 November 2018
Febrina
Rosa Winda
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………...……………………………….. i
DAFTAR
ISI ……………….……………………………………………………. ii
BAB
I
1.1.
Kata
Pengantar …………………………………………………………...1
1.2.
Tujuan
…………………………………………………………………………....2
BAB
II
2.1.
Kajian
Teoritik
2.1.1.
Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif……………………...3
2.1.2.
Model
TGT (Teams Games Tournament).......................................7
2.1.3.
Tujuan
Model TGT (Teams Games Tournament)……………….13
2.1.4.
Analisis
Model TGT (Teams Games Tournament)……………...17
2.1.5.
Kekurangan
dan Kelebihan Model TGT (Teams Games
Tournament)…………………………………………………………….....23
2.2.
Kajian
Kritis ………………………………………………………….....27
BAB
III
3.1.
Kesimpulan
……………………………………………………………..31
3.2.
Saran…………………………………………………………………….32
DAFTAR
PUSTAKA …………………….……………………………………...iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan
membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi
segala perubahan yang terjadi, sebagaimana tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu “Pendidikan membuat watak serta
peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.”
Selaras
dengan UU Sisdiknas tersebut, pelaksanaan pendidikan tentunya perlu mendapat
proporsi yang cukup agar diperoleh output yang unggul. Penanaman pendidikan ini
tentunya harus mengacu pada peningkatan kemampuan akademis, salah satu langkah
yang bisa ditempuh adalah dengan memaksimalkan pembelajaran di sekolah.
Kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik apabila ada komunikasi
positif antara guru dengan siswa, guru dengan guru, dan antara siswa dengan
siswa. Oleh karena itu komunikasi positif harus diciptakan agar pesan yang
ingin disampaikan, khususnya materi pembelajaran dapat diterima dengan baik
oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing aktivitas dan potensi siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran dengan model pembelajaran yang sesuai. Hal ini
perlu dilaksanakan agar kualitas pembelajaran mata pelajaran pada mata
pelajaran apapun dapat ditempuh dengan optimal.
Salah
satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam kelas
adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournament). TGT mendorong siswa untuk aktif mengkontruksi pengetahuannya,
menerapkan dan mempunyai keberanian untuk menyampaikan idenya, belajar memecahkan
masalah, dan mendiskusikan masalah pelajaran. Selain itu waktu kegiatan
pembelajaran lebih singkat dan keaktifan siswa lebih optimal karena dalam TGT
proses pembelajaran bervariasi.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui
pengertian pembelajaran kooperatif
2. Untuk mengetahui model
pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
3. Untuk mengetahui tujuan
model pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament)
4. Untuk mengetahui
analisis model pembelajaran TGT (Teams
Games Tournament)
5. Untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)
BAB II
LITERATUR
2.1.
Kajian Teoritik
2.1.1.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran merupakan landasan praktik
pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang
dirancang bersadarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya
pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula
sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan
memberi petunjuk kepada guru di kelas (Suprijono, 2009 : 41) .
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut
Arends dalam Suprijono (2009 : 41-42), model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Menurut Suusana (2017 : 94-95) model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika
memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
According to Slavin et
al (1985 : 9) cooperative learning method are structured, systematic
instructional strategies capable of being used at any grade level and it most
school subjects. All of the methods having involve having the teacher assign
the students to four to six member learning groups composed of high, average,
and low-achieving students, boys and girls, black, Anglo, and Hispanic
students, and mainstreamed academically handicapped students as well as their
nonhandicapped classmates. In other words, each group is microcosm of the class
in academic achievement.
Terjemahan
:
Menurut Slavin, dkk (1985 : 9)
metode pembelajaran kooperatif terstruktur secara sistematik dan strategi
instruksional yang dapat digunakan untuk setiap level pendidikan dan hampir
seluruh mata pelajaran di sekolah. Seluruh metode memiliki keterlibatan guru
menempatkan siswa ke dalam empat hingga enam orang anggota kelompok belajar
yang terdiri atas siswa yang memiliki pemahaman tinggi, rata-rata, hingga
rendah, laki-laki dan perempuan, berkulit hitam, keturunan Inggris, ataupun
siswa keturunan Meksiko. Dengan kata lain, setiap kelompok adalah bentuk lain
dari kelas dalam pencapaian akademik.
Nur (2002) dalam Suusana (2017 : 95) menyatakan
prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a) Setiap
anggota kelompok (siswa) bertanggungjawab atas sesuatu yang dikerjakan dalam
kelompoknya.
b) Setiap
anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
c) Setiap
anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
d) Setiap
anggota kelompok (siswa) akan di evaluasi.
e) Setiap
anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
f) Setiap
anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi
dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling
belajar berfikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi
kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai
kemampuan dan peran diri maupun teman lain.
According to
Riyanto(2009) in Ritonga (2017 : 119-120) Thus, Cooperative learning has
three important goals, as follows:
1.
Results of
academic learning: Cooperative learning aims to improve student performance in
academic tasks. Many experts argue that cooperative methods excel in helping
students to understand difficult concepts.
2.
Acceptance of
diversity: The cooperative method aims to enable students to accept their
friends who have a variety of backgrounds. The difference is between ethnic
differences, religion, academic ability, and social level.
3.
Development of
social skills: Social skills referred to in cooperative learning include
sharing tasks, actively asking, respecting the opinions of others, fishing
friends to ask questions, want to explain ideas or opinions, work in groups,
and so forth.
It is noted that advantages of applying the cooperative
learning include the following:
1.
Getting used
to being skilled in critical thinking
2.
Improving
class results
3.
Methods of
adjusting students in problem solving techniques
4.
Displaying
learning to personal taste
5.
Motivating
students in a particular curriculum
6.
Establishing
social support system in students
7.
Building a
variety of understanding between students and teachers
8.
Establishing a
good environment in modeling and implementing cooperation
9.
Building a
learning community
10. Building students’ confidence
11. Adding interest
12. Developing a
positive attitude in a teacher
13. Can use various assessment techniques
Terjemahan :
Menurut Riyanto (2009) dalam Ritonga (2017 : 119-120),
pembelajaran Kooperatif memiliki tiga tujuan penting sebagai berikut :
1.
Hasil
pembelajaran akademik: Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa metode
kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.
2.
Penerimaan
keberagaman: Metode kooperatif bertujuan untuk memungkinkan siswa menerima
teman-teman mereka yang memiliki berbagai latar belakang. Perbedaannya antara
perbedaan etnis, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3.
Pengembangan
keterampilan sosial: Keterampilan sosial yang disebut dalam pembelajaran
kooperatif termasuk berbagi tugas, secara aktif bertanya, menghormati pendapat
orang lain, memancing teman untuk mengajukan pertanyaan, ingin menjelaskan ide
atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
Perlu dicatat bahwa
keuntungan menggunakan metode pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1.
Terbiasa
menjadi terampil dalam berpikir kritis.
2.
Meningkatkan
hasil kelas
3.
Metode
menyesuaikan siswa dalam teknik pemecahan masalah
4.
Menampilkan
pembelajaran untuk selera pribadi
5.
Memotivasi
siswa dalam kurikulum tertentu
6.
Menetapkan
sistem dukungan sosial pada siswa
7.
Membangun
berbagai pemahaman antara siswa dan guru
8.
Menetapkan
lingkungan yang baik dalam pemodelan dan melaksanakan kerja sama
9.
Membangun
komunitas belajar.
10. Membangun kepercayaan
diri siswa.
11. Menambah minat.
12. Mengembangkan sikap
positif pada seorang guru.
13. Dapat menggunakan
berbagai teknik penilaian
2.1.2.
Model Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament)
Pembelajaran yang disajikan di dalam kelas hendaknya
dapat menarik perhatian dan menyenangkan bagi siswa agar pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas mampu mengaktifkan siswa dan prestasi belajar yang
diperoleh siswa bukan hanya semata-mata tergantung dari apa yang disajikan oleh
guru melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai yang diminati anak
dan bagaimana anak mengolah informasi yang baru ia dapatkan berdasarkan
pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Perbaikan pembelajaran yang dapat
dilakukan antara lain dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajara
yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi. Siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk
dirinya sendiri dan membantu sesame anggota kelompok untuk belajar.
Pembelajaran kooperatif juga dijadikan sebagai solusi ideal terhadap masalah
menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak memandang latar
belakang siswa yang memiliki etnik berbeda (Pratiwi, 2018 : 339).
TGT is a carefully
structured sequence of teaching-learning activities, a blend of three
educational techniques -small groups, instructional games, and tournaments. it
is designed to complement regular instruction in upper elementary, junior, and
senior high school class room. the purpose of TGT is to create an effective
classroom environment in which all students are actively involved in the
teaching-learning process and consistently receive encouragement for successful
performance. the TGT structure embodies both competition and cooperation in a
way that promotes peer group rewards for academic achievement. it does this by
altering the social organization of the classroom in two ways. first, it
creates an interdependency among students. second, it makes it possible for all
students, despite different learning rates, to have an equal chance to succeed
at an academic task (DeVries
et al., 1980 : 3)
Terjemahan
:
TGT adalah rangkaian
kegiatan belajar-mengajar yang disusun secara seksama, perpaduan tiga teknik
pendidikan –kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen. Itu
dirancang untuk melengkapi instruksi reguler di ruang kelas sekolah dasar atas,
SMP, dan SMA. Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif
di mana semua siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar-mengajar dan
secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT
mewujudkan baik persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan
penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Hal ini dilakukan dengan
mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan
interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa,
meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk
berhasil pada tugas akademis (DeVries et al., 1980 : 3).
Menurut Kiranawati (2007) dalam Whidiastuti dan
Fachrurroize (2014 : 50) pembelajaran kooperatif model TGT (Teams Games
Tournament) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang
dalam pembelajaran menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar.
Menurut Isjoni (2010)
dalam Abdullah (2013 : 4) model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
adalah tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan lima sampai enam orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Guru
menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok masing-masing.
Cooperative
learning type Teams Game Turnament (TGT) by Borich(2007) in Syahrir (2011: 158)
explain that a cooperative learning activity closely related to STAD is the use
ofteams game turnaments (TGT). TGT uses the same general format as STAD (4 to 5
member groups studyng work sheets). However, instead of individually
administered quizzes at the and of a study period, students play academic games
to show their mastery of the topic studied. Where as Slavin (2006: 338) explain
that Teams-Games-Tournament, or TGT, uses games that can be adapted to any
subject. Games are usually better than individual games; they provide an
opportunity for teammates to help one another and avoid one problem of
individual games, which is that more able students might consistently win. If
all students are put on mixed ability teams, all have a good chance of success.
Terjemahan :
Pembelajaran
kooperatif tipe Teams Game Turnament (TGT) oleh Borich (2007) dalam Syahrir (2011 : 158) menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran
kooperatif terkait erat dengan STAD adalah yang digunakan oleh Teams Game
Turnament (TGT). TGT menggunakan format umum yang sama dengan STAD (4 hingga 5
anggota grup mempelajari lembar kerja). Bagaimanapun juga, alih-alih kuis yang
diberikan secara individual pada akhir masa pembelajara, siswa memainkan
permainan untuk menunjukkan penguasaan mereka atas topik yang ada. Sebagaimana
yang dikatakan Slavin (2006 : 338) menjelaskan bahwa Teams Games Tournament
atau TGT, menggunakan permainan yang bisa disesuaikan dengan subjek apapun.
Permainan biasanya lebih baik dari permainan individual; mereka memberikan
kesempatan pada teman setim untuk membantu yang lain dan menghindari satu
permasalahan dari permainan individual, yang mana siswa yang lebih cakap
mungkin dapat dengan konsisten menang. Jika semua siswa diletakkan dalam
kelompok yang kemampuannya dicampurkan, semuanya akan memiliki kesempatan yang
baik untuk sukses.
Menurut Ritonga (2017: 122), skenario dalam model
TGT ini adalah sebagai berikut:
1. Para
instruktur menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dan menyajikan materi yang
akan dibahas hari itu. Kemudian instruktur menciptakan kelompok siswa yang
heterogen dari 4-5 orang, kemudian memberikan informasi subjek dan mekanisme
kegiatan.
2. Siapkan
tabel turnamen atau kontes yang cukup, misalnya, 10 meja dan untuk setiap meja
yang ditempati oleh 4 siswa dengan kemampuan yang sama, meja pertama diisi oleh
siswa dengan tingkat tertinggi masing-masing kelompok dan seterusnya sampai
meja kesepuluh ditempati oleh siswa tingkat terendah. Penentuan masing-masing
siswa yang duduk di meja tertentu adalah hasil dari kesepakatan kelompok.
3. Selanjutnya
adalah pelaksanaan turnamen atau kompetisi, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan di setiap meja dan melakukannya untuk jangka waktu
tertentu (misalnya, 3 menit). Siswa dapat mengerjakan lebih dari satu masalah
dan hasilnya diperiksa dan dinilai, menghasilkan skor turnamen atau kontes
untuk setiap individu dan pada saat yang sama skor grup asli. Siswa pada setiap
tabel turnamen atau lomba sesuai dengan skor yang diperoleh diberi gelar
(gelar) atasan, sangat baik, baik dan sedang.
4. Demikian
juga untuk turnamen atau balapan ketiga-keempat, dan seterusnya. Dan menggeser
kursi di turnamen atau meja balapan sesuai dengan judul, siswa superior di meja
turnamen yang sama atau kelompok ras, serta untuk turnamen atau meja kontes
lainnya yang diisi oleh siswa dengan tingkat yang sama.
5. Setelah
selesai, hitunglah skor untuk setiap kelompok skor asal dan individu, kelompok
hadiah dan individu
Menurut
Gora (2010 : 63) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri
atas 5 langkah tahapan, yaitu langkah penyajian kelas, belajar dalam kelompok,
permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok. Berdasarkan apa yang
diungkapkan Slavin, model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri
berikut :
1.
Siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
Siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang baranggotakan lima sampai enam
orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa
untuk saling membantu antar-siswa yang berkemampuan lebih dnegan siswa yang
berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan
tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat
menyenangkan.
2.
Games
tournament
Dalam permainan
ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang
mewakili kelompoknya masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap
meja turnamen ditempati lima sampai enam orang peserta, dan diusahakan agar
tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Permainan diawali
dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan
membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal dan kunci ditaruh
terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak dibaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan
aturan-aturan sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja
menentukan dulu pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian.
Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor
soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal
sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal
dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, pemain
akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah
jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membukakan kunci jawaban dan skor
hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama
kali memberikan jawaban yang benar.
Jika semua pemain menjawab salah maka kartu
dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua
kartu soal habis dibacakan, di mana posisi pemain diputar searah jarum jam agar
setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal,
pemain, dan penantang.
3.
Penghargaan
Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan
penghargaan kelompok adalah menghitung skor rerata skor kelompok. Untuk memilih
rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang peroleh
masing-masing anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota.
Team Game Tournament rules are as
follows 1) the game begins sequentially and alternately; 2) participants get a
turn choosing cards as desired; 3) problem is read out loud by a jury; 4) if
difficult card is answered correctly obtain +3, wrong -3, pass = 0, the medium
card if being answered correctly +2, wrong -2 = pass 0, the easy card if
answered correctly +1, wrong-1 pass = 0; 5) if the participants do not dare
answer, then the question will be thrown to the other participants until the
last participant; 6) if all participants cannot answer, then the judge will
read out the answer key; 7) after the game finished fellow judges gathered to
calculate the score (Frianto, et
al., 2016 : 75-76).
Aturan Team Game Tournament adalah sebagai berikut
1) permainan dimulai secara berurutan dan bergantian; 2) peserta mendapatkan
giliran memilih kartu sesuai keinginan; 3) masalah dibacakan keras oleh juri;
4) jika kartu yang sulit dijawab dengan benar mendapatkan +3, salah -3, pass =
0, kartu menengah jika dijawab dengan benar +2, salah -2 = pass 0, kartu mudah
jika dijawab dengan benar +1, salah-1 pass = 0; 5) jika peserta tidak berani
menjawab, maka pertanyaan akan dilemparkan kepada peserta lain sampai peserta
terakhir; 6) jika semua peserta tidak dapat menjawab, maka hakim akan
membacakan kunci jawaban; 7) setelah pertandingan selesai sesama hakim
berkumpul untuk menghitung skor (Frianto, et al., 2016 : 75-76).
2.1.3.
Tujuan Model Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament)
Menurut
Purwati (2013) dalam Kamariyah (2016 : 79) salah satu model pembelajaran aktif
yang dapat menjadikan pembelajaran berpusat pada siswa adalah model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran
di mana siswa bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil dan saling membantu
satu sama lain dalam belajar. Ada berbagai macam tipe dari pembelajaran
kooperatif diantaranya STAD (Student Teams Achievement Division), TGT
(Teams Games Tournament) dan Jigsaw. Model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Model
pembelajaran TGT yang dikembangkan oleh Robert Slavin dalam pembelajaran ini,
siswa dibagi dalam kelompok kecil, teknik belajar ini menggabungkan kelompok
belajar dengan kompetensi tim dan dapat digunakan untuk meningkatkan
pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan. Pembelajaran dengan model
ini akan merangsang keaktifan siswa, sebab siswa dituntut berpartisipasi dalam
suatu kelompok untuk berkompetisi menyelesaikan tugas-tugas akademik.
According to Kagan (1994) in Yovita (2017 : 23),
Teams-Games-Tournament, one of the cooperative learning techniques, is defined
as “a carefully structured sequence of teaching-learning activities, a blend of
three educational techniques-small groups, instructional games, and
tournaments”. It is designed to complement regular instruction in upper
elementary, junior and senior high school classrooms. The purpose of TGT is to
create an effective classroom environment in which all students get actively
involved in the teaching and learning process and consistently receive
encouragement for a successful performance. The TGT structure exhibits both
competition and cooperation in a way that promotes peer group rewards for
academic achievement. It is demonstrated by altering the social organization of
the classroom in two ways. First, it creates interdependency among students.
Second, it makes it possible for all students, despite different learning
rates, to have an equal chance to succeed at an academic task.
Terjemahan :
Menurut Kagan (1994) dalam Yovita
(2017 : 23), Teams-Games-Tournament
salah satu teknik pembelajaran kooperatif, didefinisikan sebagai "urutan
kegiatan belajar-mengajar yang disusun secara cermat, perpaduan tiga teknik
pendidikan - kelompok kecil, permainan instruksional, dan turnamen". Ini
dirancang untuk melengkapi instruksi reguler di kelas atas sekolah dasar, SMP
dan SMA. Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas yang efektif di
mana semua siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar dan secara
konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT menunjukkan
persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan penghargaan kelompok
sebaya untuk pencapaian akademik. Ini ditunjukkan dengan mengubah organisasi
sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan interdependensi di antara para
siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa, meskipun tingkat belajar yang
berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil pada tugas akademis.
According to Gonzalez and Arturo, et al., (2014 :
8-9) The main objective of the TGT
are
:
1.
To
allow students to practise the material imparted in lectures and bring early
awareness of potential difficulties,
2.
To
emphasize and meet learning outcomes (which the facilitator aligns with team
goals when providing the rules for defining the questions),
3.
To
encourage all students to learn and achieve the learning outcomes if they want
their team to succeed. Given that “higher individual score = better team
score”, students will like to contribute to the team and work harder.
4.
To
strengthen the role of the student as a team player, as students will help one
another to improve the team performance,
5.
To
make the learning experience more enjoyable, given that students will see
learning as ‘social’ instead of ‘isolated’.
A TGT is organised
to facilitate sharing of those questions among students as follows:
1.
The facilitator introduces the
topic in lectures. This introduction lays the basis for the partial or full
accomplishment of a learning outcome.
2.
Students work in small teams to prepare
questions and their answers related to the topic and in agreement with specific
guidelines provided by the facilitator that aim to meet the learning outcome.
3.
Students answer questions proposed
by other team.
4.
Students are assigned scores
according to their individual performance (quality of proposed questions and
accuracy of answers) and their team performance (based on how their answers
compared to answers by other team).
Terjemahan :
Menurut Gonzalez and
Arturo, et al., (2014 : 8) Tujuan utama dari TGT adalah :
1. Untuk memungkinkan siswa untuk mempraktekkan materi yang disampaikan dalam kuliah dan membawa kesadaran awal akan kesulitan yang potensial.
2. Untuk menekankan dan memenuhi hasil pembelajaran (yang fasilitator selaras dengan tujuan tim ketika memberikan aturan untuk mendefinisikan pertanyaan).
3. Untuk mendorong semua siswa untuk belajar dan mencapai hasil pembelajaran jika mereka ingin tim mereka berhasil. Mengingat bahwa "skor individu yang lebih tinggi = skor tim yang lebih baik", siswa akan suka berkontribusi pada tim dan bekerja lebih keras.
4. Untuk memperkuat peran siswa sebagai pemain tim, karena siswa akan saling membantu untuk meningkatkan kinerja tim.
5. Untuk membuat pengalaman belajar lebih menyenangkan, mengingat bahwa siswa akan melihat belajar sebagai 'sosial' daripada 'terisolasi'.
TGT diatur untuk
memfasilitasi berbagi pertanyaan-pertanyaan di antara siswa sebagai berikut:
1.
Fasilitator
memperkenalkan topik dalam ceramah. Pengantar ini meletakkan dasar untuk
sebagian atau penuh pencapaian hasil pembelajaran.
2.
Siswa
bekerja dalam tim kecil untuk menyiapkan pertanyaan dan jawaban mereka terkait
dengan topik dan di kesepakatan dengan pedoman khusus yang disediakan oleh
fasilitator yang bertujuan untuk memenuhi hasil pembelajaran.
3.
Siswa
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh tim lain.
4.
Siswa
diberi nilai sesuai dengan kinerjanya masing-masing (kualitas pertanyaan yang
diajukan dan akurasi jawaban) dan kinerja tim mereka (berdasarkan bagaimana
jawaban mereka dibandingkan jawaban oleh tim lain).
2.1.4.
Analisis Model Pembelajaran TGT
Menurut
Joyce dan Weil (1986) dalam Handayani (2015 : 166) setiap model mempunyai
unsur-unsur: (1) sintakmatik, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan pengiring. Sintakmatik merupakan
tahap-tahap dari kegiatan model. Sistem sosial adalah situasi atau suasana, dan
norma yang berlaku dalam suatu model pembelajaran. Prinsip reaksi merupakan
pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan
memperlakukan para pebelajar. Sistem pendukung merupakan segala sarana, bahan
dan alat yang diperlukan untuk suatu model. Dampak instruksional adalah hasil
belajar yang dicapai langsung para siswa pada tujuan yang diharapkan sedangkan
dampak pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru.
a) Sintaks
Menurut Slavin (1995) dalam Gayatri (2009 : 63) Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari
lima langkah tahapan yaitu: tahapan penyajian kelas (class precentation),
belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (class
precentation), dan penghargaan kelompok (team recognition). Dalam
turnamen itu siswa bertanding mewakili kelompoknya dengan anggota dari kelompok
lain memiliki kesetaraan dalam kemampuan akademik. Dalam TGT ada tahap game
(permainan) sehingga menimbulkan suasana kegembiraan. Pada kegiatan kelompok
siswa saling membantu menyiapkan LKS serta saling menjelaskan masalah-masalah
yang muncul, namun ketika siswa sedang bertanding, teman sesama kelompok tidak
dapat membantunya dan merupakan tanggung jawab individual. Berikut ini akan
dijabarkan lebih rinci masing-masing tahapan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT, yaitu:
1. Penyajian
Kelas
Pada
awal pembelajarn guru mempresentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan
tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan
motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan
dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja
lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game akan menentukan skor
kelompok. Materi pelajaran dalam TGT dirancang khusus untuk menunjang
pelaksanaan game turnamen. Materi ini dapat dibuat dengan cara
mempersiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
2.
Belajar dalam
kelompok (teams study)
Kelompok
biasanya terdiri dari 5-6 siswa yang anggotanya heterogen secara akademik,
jenis kelamin dan ras. Masingmasing kelompok diberi kode, misalnya I, II, III,
IV, dan seterusnya. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya
agar bekerja dengan baik dan optimal
pada saat game. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan
pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan LKS. Dalam kelompok
terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan
mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Perlu
disampaikan kepada siswa bahwa mereka akan bekerja sama dalam kelompok selama
beberapa kali pertemuan dan mereka akan memainkan suatru permainan akademik
untuk menambah poin kelompok mereka, kelompok yang memperoleh nilai tertinggi
akan mendapatkan penghargaan.
3.
Permainan
(game)
Game terdiri dari pertanyaan yang
dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
belajar kelompok. Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing
kelompok yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah
semua anggota kelompok telah menguasai materi, di mana pertanyaanpertanyaan
yang diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan
kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan sederhana bernomor.
Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang
menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya
dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4.
Turnamen
(tournament)
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertaman guru mebagi siswa ke
dalam beberpa meja turnamen. Empat siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan
pada meja A, empat siswa selanjutnya pada meja B dan
seterusnya. Untuk melaksanakan turnamen, perlu diperhatikan:
·
Membentuk meja
turnamen, disesuaikan dengan banyaknya siswa pada setiap kelompok.
·
Menentukan
rangking (berdasarkan kemampuan) setiap siswa kelompok.
·
Menempatkan
siswa yang memiliki kemampuan yang sama pada meja yang sama, misalnya siswa
pandai (IA, IIA, IIIA, dan seterusnya) ditempatkan pada meja A, dan seterusnya.
·
Masing-masing
siswa pada meja turnamen bertanding untuk mendapatkan skor sebanyak-banyaknya.
5.
Penghargaan
Kelompok (teams recognition)
Guru
kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang
ditentukan. Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin
yang diperoleh oleh kelompok dari permainan.
According to Etin and
Raharjo (2007) in Ritonga ( 2017 : 121 – 122), steps in the Implementation of
Cooperative Learning TGT Type (Teams Games Tournament). In general there are 5
main components in the application of TGT model, they are:
1. Class
Presentations At the beginning of the lesson, the teacher presents the material
in class presentation or often also called class presentation. This activity is
usually done by direct instruction or by a teacher-led lecture. At the time of
presenting this class, the student should really pay attention and understand
the material presented by the teacher, as it will help the students work better
during group work and at the time of game because game score will determine
group score.
2. Group (Teams)
Groups usually consist of 4 to 5 students whose members are heterogeneous in
terms of academic achievement, gender and race or ethnicity. The group function
is to deepen the material with the group's friends and more specifically to
prepare the group members to work properly and optimally during game. After the
teacher presents the class presentation, the group (team or study group) is in
charge of studying the worksheet. In this group learning the students'
activities are discussing problems, comparing answers, checking, and correcting
the mistakes of their friend's concepts if a group friend made a mistake.
3. Games The game consists of questions relevant to
the material, and is designed to test students' knowledge of classroom
presentation and group learning. Most games consist of simple numbered
questions. This game is played on the table of the tournament or race by 3
students representing the team or group respectively. The student selects the
numbered card and tries to answer the question according to the number.
Students who correctly answer the question will get a score. These scores are
later collected students for a tournament or weekly race.
4. Tournament or
Contest Tournaments or competitions are
learning structures, where games happen. Usually tournaments or competitions
are done at the end of the week or on each unit after the teacher makes a class
presentation and the group is already working on the student worksheet. The
teacher's first tournament or contest divides the students into several tournament
or race tables. The three highest students of his achievement are grouped on
table I, the next three students on table II and beyond.
5. Group Award
(Team Recognition) After the tournament or race ends, the teacher then
announces the winning group, each team or group will get a certificate or prize
if the average score meets a predetermined criteria. Team or group gets the
nickname "Super Team" if the average score 50 or more, "Great
Team" if the average reaches 50-40 and "Good Team" if the
average less than 40. This can please the students for the achievements they
have made.
Terjemahan :
Menurut Etin dan Raharjo (2007) dalam Ritonga (2017:
121 - 122), Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
(Teams Games Tournament) secara ecara umum ada 5 komponen utama dalam penerapan
model TGT, mereka:
1. Presentasi
Kelas Pada awal pelajaran, guru menyajikan materi dalam presentasi kelas atau
sering juga disebut presentasi kelas. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan
instruksi langsung atau oleh ceramah yang dipimpin guru. Pada saat menyajikan
kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang
disajikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik selama kerja
kelompok dan pada saat permainan karena skor pertandingan akan menentukan skor
grup.
2. Kelompok
(Kelompok) Kelompok biasanya terdiri dari 4 hingga 5 siswa yang anggotanya
heterogen dalam hal prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnis. Fungsi
kelompok adalah memperdalam materi dengan teman-teman kelompok dan lebih khusus
lagi untuk mempersiapkan anggota kelompok agar berfungsi dengan baik dan
optimal selama pertandingan. Setelah guru menyajikan presentasi kelas, kelompok
(tim atau kelompok belajar) bertugas mempelajari lembar kerja. Dalam kelompok
ini belajar aktivitas siswa mendiskusikan masalah, membandingkan jawaban,
memeriksa, dan mengoreksi kesalahan konsep teman mereka jika teman grup membuat
kesalahan.
3. Permainan
Permainan ini terdiri dari pertanyaan yang relevan dengan materi, dan dirancang
untuk menguji pengetahuan siswa tentang presentasi kelas dan pembelajaran
kelompok. Kebanyakan permainan terdiri dari pertanyaan bernomor sederhana. Game
ini dimainkan di meja turnamen atau lomba oleh 3 siswa yang mewakili tim atau
grup masing-masing. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab
pertanyaan sesuai dengan nomor. Siswa yang menjawab pertanyaan dengan benar
akan mendapatkan skor. Skor ini kemudian dikumpulkan siswa untuk turnamen atau
balapan mingguan.
4. Turnamen
atau Kontes Turnamen atau kompetisi adalah struktur pembelajaran, tempat
permainan terjadi. Biasanya turnamen atau kompetisi dilakukan pada akhir minggu
atau di setiap unit setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok sudah
bekerja pada lembar kerja siswa. Turnamen atau kontes pertama guru membagi
siswa menjadi beberapa turnamen atau tabel balapan. Tiga siswa tertinggi
prestasinya dikelompokkan dalam tabel I, tiga siswa berikutnya pada tabel II
dan seterusnya.
5. Group
Award (Team Recognition) Setelah turnamen atau balapan berakhir, guru kemudian
mengumumkan kelompok pemenang, setiap tim atau kelompok akan mendapatkan
sertifikat atau hadiah jika skor rata-rata memenuhi kriteria yang telah
ditentukan. Tim atau grup mendapat julukan "Super Team" jika skor
rata-rata 50 atau lebih, "Great Team" jika rata-rata mencapai 50-40
dan "Good Team" jika rata-rata kurang dari 40. Ini dapat menyenangkan
para siswa untuk pencapaian mereka telah membuat.
b)
Prinsip Reaksi
Menurut
Mubaroq (2017 : 97) Prinsip reaksi di dalam model ini seorang guru secara
keseluruhan bertugas sebagai 1.) Pendamping, pembimbing, fasilitator motivator,
2.) Menginterpretasi aturan-aturan dalam kegiatan tersebut, dan 3.) Bertanggung
jawab atas terpeliharanya suasana belajar dengan menunjukkan sikap yang
mendukung, salah satunnya yaitu memberikan penghargaan atas setiap apa yang
telah dicapai oleh individu maupun kelompok.
c)
Sistem Sosial
Menurut Mubaroq
(2017 : 97) Sistem sosial dari model pembelajaran ini mengharapkan guru
berperan sebagai taskmaker yaitu pengatur kegiatan yang harus dilakukan
para pebelajar, dan peran lainnya adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran
sehingga pencapaian akademik setiap siswa serta hubungan kerja sama antar
individu maupun kelompok dapat terjalin dengan baik.
d)
Sistem Pendukung
Menurut Mubaroq (2017 : 98) Sistem pendukung dalam
model ini sangat bervariasi, mulai dari penyediaan kartu akademik, buku
penunjang, sampai dengan ketersedian ruang kelas terutama meja dan kursi yang
mudah diatur dan dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan
sehingga mampu menciptakan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan semangat
belajar siswa.
e)
Dampak
penggiring
Menurut Mubaroq (2017 : 98) Dampak penggiring dari model ini
adalah sebagai berikut :
1.
Merangsang kecenderungan seseorang dalam meningkatkan minat
belajar untuk mempelajari materi pelajaran.
2.
Menumbuhkan kemandirian karena model ini cenderung menkonstruksi
kemampuan diri sendiri.
3.
Terkandung nilai kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing
individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan
demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda
2.1.5.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran
TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Suusana (2017 : 97-98) mengungkapkan
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:
1.
Lebih
meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.
2.
Mengedepankan
penerimaan terhadap perbedaan individu.
3.
Dengan waktu
yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.
4.
Proses belajar
mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
5.
Mendidik siswa
untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
6.
Motivasi belajar
lebih tinggi.
7.
Hasil belajar
lebih baik.
8.
Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Menurut Suusana (2017
: 97-98) kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:
1. Bagi Guru
Sulitnya
mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis.
Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang
kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Dan waktu yang dihabiskan
untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah
ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara
menyeluruh.
2. Bagi Siswa
Masih
adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan
penjelasan kepada siswa yang lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru
adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi
agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
Menurut Suarjana (2000) dalam Ekocin (2011) dalam
Solihah (2016 : 49) menyatakan model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di
antaranya: (a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b)
mengedepankan penerimaan terhadap
perbedaan individu, (c) dengan waktu
yang sedikit siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar
mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih
tinggi, serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang
lain. Di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya
mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis,
serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada temannya.
According to Gonzalez
and Arturo, et al.,(2014 : 17 - 18), Compared to a traditional tutorial format
as described before, in the proposed TGT format:
1.
Students
are more focused and interact more. In the 1st match, the facilitator noticed
more discussion among the 3rd year’ students than the more mature 4th year’s,
although, overall, students worked rather individually, doing their own thing,
without paying too much attention to their team mates. In the 2nd and further
matches, the attitude changed, and students shared knowledge with their peers
and supported each other significantly. This is in agreement with previous
research that indicates a minimum period of exposure to CL is necessary before
becoming efficient in developing critical thinking and social skills [34, 35].
Initially, it could have been thought that those teams composed of only Civil
Engineering students or only Structural Engineers with Architecture would
perform better than more academically heterogeneous teams given that they knew
each other longer and probably worked together in the past. The latter could
have been a trigger to experience the positive effects of CL from an early
start. However, there was a close competition without a team that clearly stood
above the others.
2.
Students
are more enthusiastic and appear to enjoy more themselves. After completing a
session they would let us know they were looking forward to the results of the
matches or an anecdotic “Good Game!” would be pointed by a student to a student
of other team. From the 2nd match onwards, students appear relaxed and often
make their opponents smile on the challenge they are confronting them with.
3.
There
is a higher level of participation and commitment. All students participate and
they do it in an original way, proposing a different question and answer. They
do so as they are aware otherwise they or their team will not be rewarded and
assessed positively. In traditional tutorials involving group work, the danger
of having a reduced number of people doing most of the work is considerably
higher.
4. A valuable and
relatively large database of questions and corrected answers (including typical
errors or misconceptions) is generated and made available online to all
students. This database is a relative measure of how far critical thinking and
level of reflection has been developed compared to other. approaches with fixed
questions and answers.
Terjemahan
:
Menurut Gonzalez dan Arturo, dkk., (2014: 17 - 18),
Dibandingkan dengan format tutorial tradisional seperti yang dijelaskan
sebelumnya, dalam format TGT yang diusulkan:
1. Siswa
lebih fokus dan berinteraksi lebih banyak. Pada pertandingan pertama,
fasilitator memperhatikan lebih banyak diskusi di antara siswa tahun ke-3
daripada tahun keempat yang lebih dewasa, meskipun, secara keseluruhan, siswa
bekerja lebih individual, melakukan hal mereka sendiri, tanpa terlalu
memperhatikan rekan tim mereka. Pada pertandingan kedua dan selanjutnya, sikap berubah,
dan siswa berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan mereka dan saling mendukung
secara signifikan. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan
periode minimum paparan CL diperlukan sebelum menjadi efisien dalam
mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan sosial [34, 35]. Awalnya, bisa
saja berpikir bahwa tim-tim yang terdiri dari hanya mahasiswa Teknik Sipil atau
hanya Insinyur Struktural dengan Arsitektur akan melakukan lebih baik daripada
tim yang lebih heterogen secara akademis mengingat bahwa mereka saling mengenal
lebih lama dan mungkin bekerja sama di masa lalu. Yang terakhir bisa menjadi
pemicu untuk mengalami efek positif dari CL sejak awal. Namun, ada persaingan
ketat tanpa tim yang jelas berdiri di atas yang lain.
2. Siswa
lebih antusias dan tampak menikmati diri mereka sendiri. Setelah menyelesaikan
sesi, mereka akan memberi tahu kami bahwa mereka menantikan hasil pertandingan
atau anekdot "Good Game!" Akan ditunjukkan oleh seorang siswa kepada
siswa dari tim lain. Dari pertandingan ke-2 dan seterusnya, siswa tampak santai
dan sering membuat lawan mereka tersenyum pada tantangan yang mereka hadapi.
3. Ada
tingkat partisipasi dan komitmen yang lebih tinggi. Semua siswa berpartisipasi
dan mereka melakukannya dengan cara yang asli, mengajukan pertanyaan dan
jawaban yang berbeda. Mereka melakukannya karena mereka sadar kalau tidak
mereka atau tim mereka tidak akan dihargai dan dinilai positif. Dalam tutorial
tradisional yang melibatkan kerja kelompok, bahaya berkurangnya jumlah orang yang
melakukan sebagian besar pekerjaan jauh lebih tinggi.
4. Database
pertanyaan yang berharga dan relatif besar dan jawaban yang dikoreksi (termasuk
kesalahan atau miskonsepsi yang khas) dihasilkan dan tersedia online untuk
semua siswa. Database ini adalah ukuran relatif dari seberapa jauh pemikiran
kritis dan tingkat refleksi telah dikembangkan dibandingkan dengan yang lain.
pendekatan dengan pertanyaan dan jawaban yang tetap.
2.2.
Kajian Kritis
Model pembelajaran
merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran pada dasarnya adalah bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajkan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan metode dan teknik pembelajaran.
Terdapat beberapa jenis model pembelajaran, salah
satunya adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Model Pembelajaran Kooperatif merupakan
pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat
kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif
hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di
dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pembelajaran kooperatif akan tercipta sebuah
interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara
guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta
didik dengan guru.
Pembelajaran yang disajikan di dalam kelas sebisa
mungkin harus menarik perhatian siswa dan menyenangkan bagi siswa agar proses
belajar mengajar dapat berjalan secara efektif dan mampu mengaktifkan keaktifan
siswa dalam berpikir kritis, sehingga prestasi belajar yang siswa peroleh tidak
hanya semata-mata diperoleh dari apa yang disajikan guru saja. Melainkan juga
dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai yang diminati anak dan bagaimana
anak mengolah informasi yang baru ia dapatkan berdasarkan pemahaman yang telah
dimiliki sebelumnya. Salah satu metode yang tepat diterapkan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
TGT adalah rangkaian kegiatan belajar-mengajar yang
disusun secara seksama, perpaduan tiga teknik pendidikan –kelompok kecil,
permainan instruksional, dan turnamen. Model pembelajaran
kooperatif yang satu ini memiliki tujuan untuk melatih siswa agar dapat bekerja
sama sekaligus memiliki rasa kompetitif yang positif. Kerja sama di sini akan
tampak dalam kelompok kecil mereka, sedangkan kompetisinya akan terlihat dalam
kelompok besar yaitu ketika mereka berkompetisi dengan kelompok lain.
Tujuan TGT adalah untuk menciptakan lingkungan kelas
yang efektif di mana semua siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar
dan secara konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses. Struktur TGT
menunjukkan persaingan dan kerja sama dengan cara yang mempromosikan
penghargaan kelompok sebaya untuk pencapaian akademik. Ini ditunjukkan dengan
mengubah organisasi sosial kelas dengan dua cara. Pertama, menciptakan
interdependensi di antara para siswa. Kedua, itu memungkinkan bagi semua siswa,
meskipun tingkat belajar yang berbeda, memiliki kesempatan yang sama untuk
berhasil pada tugas akademis.
Untuk melakukan menerapkan model
pembelajaran TGT terdapat beberapa tahapan-tahapannya. Berdasarkan uraian dari
Slavin, model TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahapan penyajian kelas
(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan
(games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team
recognition).
1.
Penyajian kelas (class
precentation).
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah.
2.
Kelompok (team). Kelompok
biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah
untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat
game.
3.
Permainan (game). Game
terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan
yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game
terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu
bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa
yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4.
Pertandingan (tournament).
Biasanya turnamen dilakukan pada
akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Dalam melakukan turnamen ini, posisi meja harus di atur. Siswa
dari suatu kelompok ditempatkan pada meja tournament berdasarkan tingkat
kemampuan mereka.
5.
Penghargaan kelompok (team
recognition). Guru kemudian
mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau
hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
Dari
sintaks pembelajaran di atas tampak bahwa pengetahuan tidak bersumber dari
guru, akan tetapi siswalah yang secara aktif membangun pengetahuan mereka
sendiri bersama anggota kelompoknya sesuai dengan prinsip-prinsip teori belajar
konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar
terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.
Penerapan
Model TGT dalam pelaksanaanya tidak memerlukan fasilitas pendukung
khusus seperti peralatan atau ruangan khusus. TGT hanya membutuhkan seperti
buku penunjang, kartu akademik, meja dan kursi untuk turnamen. Selain mudah
diterapkan dalam penerapannya TGT juga melibatkan aktivitas seluruh siswa untuk
memperoleh konsep yang diinginkan. Kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa
melaksanakan turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok membuat soal
dan jawabannya, untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan belajar
bersama. Sedangkan untuk memotivasi belajar siswa dalam TGT terdapat
unsur reinforcement.
Model
Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) mempunyai banyak manfaat
antara lain sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam
kegiatan belajar mengajar, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah
dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas
proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa dan melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, juga melibatkan peran
siswa sebagai ”tutor sebaya”.
Model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memiliki beberapa kelebihan di
antaranya : (a) lebih
meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b) mengedepankan penerimaan
terhadap perbedaan individu, (c) dengan waktu yang sedikit
siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar mengajar
berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih tinggi,
serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
Namun, di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya
mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis,
serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit memberikan
penjelasan kepada temannya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ialah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun
tutorial. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Model pembelajaran kooperatif
mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Model
pembelajaran TGT adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam
kelompok yang berbeda kemampuan dengan menggunakan sistem turnamen akadmik yang
diikuti oleh seluruh siswa dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir positif
dalam pelajaran. Dalam permainan ini
digunakan kartu yang berisi soal dan kunci jawabannya. Setiap siswa yang
bersaing merupakan wakil dari kelompoknya, dan masing-masing ditempatkan ada
meja turnamen. Cara memainkannya dengan membagikan kartu-kartu soal, pemain
mengambil kartu dan memberikannya kepada pembaca soal. Kemudian soal dikerjakan
secara mandiri oleh pemain dan penantang hingga dapat menyelesaikan
permainnnya.
Model
pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas
(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permaianan (games),
pertandingan dan turnamen (tournament), dan penghargaan kelompok (team
recognition). Guru sebagai taskmaker
yaitu pengatur kegiatan yang harus dilakukan para pebelajar, dan peran
lainnya adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Model pembelajaran TGT
tidak membutuhkan fasilitas khusus. TGT hanya membutuhkan meja dan bangku untuk
turnamen dan kartu akademik, buku penunjang, dan juga LKS.
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
memiliki beberapa kelebihan di antaranya :
(a) lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, (b) mengedepankan
penerimaan terhadap perbedaan individu, (c) dengan waktu yang sedikit
siswa dapat menguasai materi secara mendalam, (d) proses belajar mengajar
berlangsung dengan keaktifan dari siswa, (e) motivasi belajar lebih tinggi,
serta (f) mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.
Namun, di dalam TGT juga terdapat kelemahan di antaranya: bagi guru sulitnya
mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis,
serta adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada temannya.
3.2
Saran
Model pembelajaran adalah salah satu unsur penting
dalam berlangsungnya proses belajar dan pembelajaran, karena tidak hanya akan
mempengaruhi minat siswa tapi juga akan mempengaruhi bagaimana cara guru
tersebut menyampaikan materi yang diajarkan. Oleh karena itu, sebaiknya
pendidik memilih dengan bijak dengan mempertimbangkan beberapa faktor untuk
memilih model pembelajaran yang akan menjadi dasar dalam menyampaikan materi
pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Husni dan Astutik, Tri. 2013. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa SD.
Jurnal PGSD, 1(2)
DeVries, David et al. 1980. The Instructional Design Library. New Jersey : Education Technology
Publications
Frianto,
et al. 2016. The Implementation of
Cooperative Learning Model Team Game Tournament and Fan N Pick To Enhance
Motivation and Social Studies Learning Outcomes. IOSR Journal Of Humanities
And Social Science (IOSR-JHSS).Volume 21, Issue 5. e-ISSN: 2279-0837, p-ISSN:
2279-0845.
Gayatri, Yuni. 2009. Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) sebagai Model
Pembelajaran Biologi. Didaktis, 8(3)
Gonzalez
and Arturo, et al. 2014. Multi-faceted
Impact of a Team Game Tournament on the Ability of the Learners to Engage and
Develop their Own Critical Skill Set. International Journal of Engineering
Education. 30 (5): 1213-1224
Gora
dan Sunato. 2010. PAKEMATIK : Strategi
Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo
Handayani,
Fitri dan Panjaitan, Keysar. 2015. Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif dan Interaksi Sosial Terhadap Hasil Belajar
Ekonomi. Jurnal Teknologi Pendidikan, 8 (1) : 1979-6692
Kamariyah,
E.I. 2006. Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil
Belajar Siswa SMA. Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains, 4(1) :
2337-9820
Leavey,
Marshall.B dan Hollifield, John. H. 1980. Teacher’s
Manual Using Teams Games Tournament (TGT) in The Life Science Classroom. United
States : Johns Hopkins University Press
Mubaroq, Syahrul. 2017. Inovasi Pembelajaran
Melalui Kombinasi Model Cooperative
Learning Jigsaw Ii, Team Games
Tournaments dan Role Playing.Vol.2 (1) : 2502-5864
Pratiwi,
Annisa Eka. 2018. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Prestasi Belajar
IPA Siswa Kelas V SD Negeri Gedongtengen Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.
Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 4(2)
Ritonga,
M.N. 2017. Application Of Team Games
Tournament To Increase Students’ Knowledge In National Economic Of Indonesia. Asian
Journal of Management Sciences & Education. Vol. 6(4). ISSN: 2186-845X.
ISSN: 2186-8441.
Slavin
et al. 1985. Learning to Cooperative.
New York : Plenum Press
Solihah,
Ai. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal SAP,
1(1) : 2527-967X
Suprijono,
Agus. 2013. Cooperative Learning : Teori
dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suusana.
2017. Penerapan Teams Games Tournament
(TGT) Melalui Media Kartu Domino pada Materi Minyak Bumi Siswa Kelas XI MAN 4
Aceh Besar. Lantanida Jurnal, 5(4)
Syahrir.
2011. Effects of The Jingsaw and Teams
Games Tournament (TGT) Cooperative Learning on The Learning Motivation and
Mathematical Skills of Junior High School Student. ISBN : 978-989-16353-7-0
Yovita,
Diana. 2017. Young Learners Achievement
Towards The Use of Teams Games Tournament (TGT) Technique and Flash Cards
Teaching Technique in Learning Grammar. ISSN : 0852-078X
0 komentar:
Posting Komentar