Sabtu, 08 Desember 2018

Makalah Model Pembelajaran Synectics

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.25.00

MODEL PEMBELAJARAN PERSONAL
(Model Pembelajaran Synectics)

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika
Dosen : Dwi Agus Kurniawan, S. Pd., M.Pd.







Oleh:
KelompokV
1.      Fadillah Rahmayani             RSA1C317002
2.      Visca Rizki Magrhiva           RSA1C317013


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA PGMIPA-U
JURUSAN PENDIDIKAN\ MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2018
 



Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Synectik" ini tepat pada waktu. Tak lupa sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita nanti-nanti syafaatnya di akhir masa. Amin ya robbal’alamin.
Sebagai rasa terimakasih atas bantuan dan bimbingan serta dorongan dari semua pihak, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Bapak Dwi Agus Kurniawan, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Fisika.
2.      Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Semoga Tuhan selau membalas segala kebaikan Kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa penyusunan dari makalah ini msih belum sempurna dan pastinya ada kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi kebaikan makalah ini kedepannya. Akhir kata, kami seluruh penyusun berharap agar makalah ini mampu memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca dan di lingkungan akademis.
Jambi, November 2018
Penyusun



Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang…………………………………………......……………...1
1.2.Tujuan ………………………………………………………….……..…...2
BAB II LITERATUR
2.1.Kajian Teoritik…………………………………………………...........….3
2.1.1.      Pengertian Model Pembelajaran Synectics……………..……….…..3
2.1.2.      Model dan Tahapan Pembelajaran Synectics………………….……8
2.1.3.      Tahap Kreatif dalam Proses Syenctik...............................................15
2.1.4.      Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Synectics............19
2.1.5.      Karakteristik Model Pengajaran Synectics........................................20
1.      Sintaks.........................................................................................20
2.      Sistem Sosial...............................................................................23
3.      Prinsip-Prinsip Reaksi.................................................................23
4.      Sistem Pendukung......................................................................24
2.1.1.      Penerapan Model Pembelajaran Synektik........................................24
2.1.Kajian Kritis………………………………................................……......27
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan………............................................…......…………….........35
3.2.Saran………………………………………......……...……....................36
DAFTAR PUSTAKA………………………………………......………..….....37




BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
            Dalam proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi antara yang belajar (siswa) dengan pengajar (guru). Seorang siswa telah dikatakan belajar apabila ia telah mengetahui sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat mengetahuinya, termasuk sikap tertentu yang sebelumnya belum dimilikinya. Sebaliknya, seorang guru dikatakan telah mengajar apabila ia telah membantu siswa atau orang lain untuk memperoleh perubahan yang dikehendaki.
            Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada tantangan yang sangat krusial, berkaitan dengan penyiapan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam masyarakat global, yang diwarnai oleh ketatnya kompetisi dan revolusi informasi sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi pribadipribadi anggota masyarakat yang mandiri. Pribadi yang mandiri adalah pribadi yang secara mandiri mampu berpikir, menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada, melainkan juga mampu melakukan perubahan dan menciptakan sesuatu yang baru. Kemandirian ini terbentuk melalui kemampuan berpikir nalar dan kemampuan berpikir kreatif yang mewujudkan kreativitas. Sumber daya manusia seperti itu sungguh diperlukan oleh bangsa kita dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis, menjunjung tinggi supremasi hukum, egalitarian, dan religius.
            Suatu pendekatan baru yang menarik dalam mengembangkan kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan nama Synectik. Model Synectik ini merupakan strategi pengajaran yang baik sekali untuk mengembangkan kemampuan kreatif dalam menulis. Dalam proses pengajaran bahasa, pengembangan dimensi kreativitas sangat penting dan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan berbahasa. Kreativitas merupakan hal yang penting dan menjadi salah satu ciri manusia yang berkualitas.
            Hasil-hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengajaran beberapa bidang studi dengan model Synectik cukup berhasil. Hasil-hasil penelitian tersebut antara lain: (1) hasil penelitian yang dilakukan Heavilin di Indiana (1982) menunjukkan bahwa perkuliahan English 104 (komposisi) yang berorientasi Synectik lebih berhasil meningkatkan sikap positif terhadap mata kuliah 104 daripada sebelumnya; (2) hasil penelitian yang dilakukan oleh Dodd di Maine (1988) menunjukkan bahwa para guru yang diajar melalui program pelatihan yang berbasis Synectik meningkat kemampuannya khususnya dalam perilaku kognitif (pelatihan dilakukan selama 8 bulan terhadap 12 guru.                                                                                                                       
1.2    Rumusan Masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.      Apakah model pembelajaran Synectik?
2.      Apa saja model dan tahapan pada Model Pembelajaran Synectik?
3.      Bagaimana Tahap Kreatif dari Proses Syenctics?
4.      Apa saja Kebihan dan kelemahan model Pembelaharan Synectik?
5.      Bagaimana Model Pengajaran dari Model Pembelajaran Synectik?
6.      Apa Saja Bentuk Penerapan Dari Model Pembelajaran Synectik?




BAB II
LITERATUR
2.1.         Kajian Teoritik
2.1.1.      Pengertian Model Pembelajaran Synectik
Teknik Synectik dikenal sebagai salah satu teknik kreativitas yang populer diterapkan untuk pendekatan pemecahan masalah. Ini adalah teknik pemecahan masalah kelompok yang sangat luar biasa dan bagi yang bukan inisiat, yang terlihat seperti metode gila untuk menemukan solusi dengan cara yang inovatif. Karya awal Gordon dengan prosedur Synectik adalah mengembangkan "kelompok kreativitas" dalam organisasi individu. Yaitu, sekelompok orang yang dilatih untuk bekerja bersama secara kooperatif untuk berfungsi sebagai pemecah masalah atau pengembang produk. Dalam beberapa tahun terakhir, Gordon telah mengadopsi teknik Synectik untuk digunakan bersama anak-anak sekolah, dan bahan-bahan yang mengandung banyak kegiatan Synectik sekarang sedang diterbitkan. Usia ruang memproses ide lama yang cepat tidak lagi berlaku. Banyak yang dibutuhkan dalam hal potensi kreatif anak-anak sekolah hari ini. Masalah membayangi kita untuk mempertimbangkan bagaimana anak-anak dapat menjadi yang terbaik, dan mencari cara-cara baru untuk membantu anak-anak mengembangkan kemampuan potensial kreatif mereka.
Synectik technique is known as one of the creativity technique popularly applied for problem solving approach. It is very remarkable technique of group problem solving and to a non-initiate, which look like a mad method for finding solutions in an innovative way. Gordon’s initial work with Synectik procedure was to develop “creativity groups” within individual organizations. That is, group of persons trained to work together co-operatively to function as problem solvers or product-developers. In recent years, Gordon has adopted Synectik technique for use with school children, and materials containing many of the Synectik activities are now being published. The space age is processing fast old ideas are no longer apply. Much is required in the matter of creative potential of today’s school children. Problems are looming us to consider how children may become at their best, and to search for new ways of helping children to develop their creative potential ability (Chandrasekaran,2014:38).
Model pembelajaran Synectik merupakan suatu pendekatan baru yang menarik guna mengembangkan kreativitas, dirancang oleh William J.J Gordon menerapkan prosedur Synectik untuk keperluan mengembangkan aktivitas kelompok dalam organisasi-organisai industri, di mana individu dilatih untuk mampu bekerja sama satu dengan yang lainnya. Model pembelajaran Synectik mendorong siswa untuk lebih mudah memahami setiap konsep. Sebab mereka langsung terlibat dalam proses belajar. Siswa dilatih untuk berpikir dalam hal memahami dan memecahkan suatu masalah.
Synectik adalah model pengembangan kreativitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerja sama mengatasi problema sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya. Sementara itu, Sudjana dan Suwariyah mengemukakan pengertian Synectik, bahwa “Synectik adalah suatu pendekatan untuk mengembangkan kreativitas siswa, termasuk kreativitas dalam mengarang (creative writing) (Alia,dkk,2016:354-355).
Synectik Model of teaching was developed by William J. J. Gordon and his colleagues in 1961. This model uses a series of analogies in the classroom. Synectik is a creative word coined to mean "amalgamation of different and apparently irrelevant elements" . It brings diverse and apparently irrelevant elements together. The process of Synectik invokes creative process by discovering and unifying themes in seemingly disconnected parts. Synectik Model operates on the principle of using mind's remarkable capacity to connect seemingly irrelevant elements of thought (Khan and Mahmood,2018:187).
Model pengajaran Synectik dikembangkan oleh William J. J. Gordon dan rekan-rekannya pada tahun 1961. Model ini menggunakan serangkaian analogi di kelas. Synectik adalah kata kreatif yang diciptakan untuk berarti "peleburan unsur-unsur yang berbeda dan tampaknya tidak relevan". Ini membawa unsur-unsur yang beragam dan tampaknya tidak relevan bersama-sama. Proses Synectik memanggil proses kreatif dengan menemukan dan menyatukan tema di bagian yang tampaknya terputus. Model Synectik beroperasi pada prinsip menggunakan kemampuan pikiran yang luar biasa untuk menghubungkan yang tampaknya tidak relevan unsur pemikiran
Synectik is one of several techniques used to enhance brainstorming by taking a more active role and introducing metaphor and structure into the process. In the following, Synectik technique is defined in an applicative and practical manner. Addressing new applicative structures of teaching techniques allows instructors to get empirically and practically acquainted with different techniques of teaching and makes the classroom more dynamic and more active through modeling and simulation. Synectik is a Greek term which means relation and connection and association of elements which are apparently unrelated, to provide unlimited number of topics. The technique is massively applied in the education of different courses.
In 1961, Gordon developed Synectik technique as a creative problem-solving technique to think in a creative way through the use of analogies or metaphors. Gordon wanted creative people routinely use this technique which was about using metaphoric thinking to support novel ways of looking at issues or problems. Gordon suggests that good teaching traditionally makes ingenious use of analogies and metaphors to help students visualize content.
Originally, Synectik was designed as a problem solving strategy, and has been successfully used in education to introduce students to difficult or unfamiliar concepts .The key to a successful learning experience that incorporates Synectik is the ability to make physical, symbolic, or behavioral connections between the strange and the familiar things (Fatemipour and Kordnaeej,2014:416).
Synectik adalah salah satu dari beberapa teknik yang digunakan untuk meningkatkan brainstorming dengan mengambil peran yang lebih aktif dan memperkenalkan metafora dan struktur ke dalam proses. Berikut ini, teknik Synectik didefinisikan dengan cara yang aplikatif dan praktis. Mengatasi struktur penerapan teknik pengajaran yang baru memungkinkan instruktur untuk secara empiris dan praktis berkenalan dengan teknik pengajaran yang berbeda dan membuat ruang kelas lebih dinamis dan lebih aktif melalui pemodelan dan simulasi. Synectik adalah istilah Yunani yang berarti hubungan dan koneksi dan asosiasi elemen-elemen yang tampaknya tidak berhubungan, untuk menyediakan sejumlah topik yang tidak terbatas. Teknik ini diterapkan secara besar-besaran dalam pendidikan kursus yang berbeda.
Pada tahun 1961, Gordon mengembangkan teknik Synectik sebagai teknik pemecahan masalah yang kreatif untuk berpikir dengan cara kreatif melalui penggunaan analogi atau metafora. Gordon ingin orang-orang kreatif secara rutin menggunakan teknik ini yaitu tentang menggunakan pemikiran metafora untuk mendukung cara-cara baru dalam memandang masalah atau masalah. Gordon menunjukkan bahwa pengajaran yang baik secara tradisional membuat penggunaan analogi dan metafora yang cerdik untuk membantu siswa memvisualisasikan konten.
Awalnya, Synectik dirancang sebagai strategi pemecahan masalah, dan telah berhasil digunakan dalam pendidikan untuk memperkenalkan siswa kepada konsep yang sulit atau tidak dikenal. Kunci untuk pengalaman belajar yang sukses yang menggabungkan Synectik adalah kemampuan untuk membuat koneksi fisik, simbolik, atau perilaku antara hal-hal aneh dan akrab.
Model Synectik mendorong siswa untuk menggunakan imajinasi, wawasan, dan intuisi mereka untuk mengembangkan citra metafora yang dapat diekspresikan melalui bahasa deskriptif yang unik. Sementara Synectik pada dasarnya merupakan kegiatan kelompok, siswa yang telah belajar menggunakan pendekatan Synectik dapat bekerja melalui beberapa langkah dari kegiatan Synectik terpandu dalam pembelajaran cende secara individu atau dalam kelompok kooperatif juga. menggunakan strategi Synectik untuk mengembangkan asosiasi bahasa di pusat pembelajaran memungkinkan siswa untuk mempraktikkan keterampilan yang mengarahkan mereka untuk menjadi penulis yang lebih kreatif, pemikir, dan pemecah masalah yang memproses dan mengingat melalui visualisasi metafora.
The Synectik model encourages students to use their imagination, insight, and intuition to develop metaphorical images that can be expressed through unique, descriptive language. While Synectik is by nature a group activity, student who have learned to use the Synectik approach can work through some of steps of a guided Synectik activity in a learning cende individually or in cooperative groups as well. using the Synectik strategy of developing language assosiations in the learning center allows students to practice the skills that lead them to become more creative writers, thinkers, adn problem solver who process and remember through metaphorical visualization (Canady and Rettig, 1996:182).

Gordon mendasarkan Synectik dalam empat gagasan yang menantang pandangan konvensional tentang kreativitas. 'Pertama, kreativitas itu penting dalam kegiatan sehari-hari. Sebagian besar dari kita mengasosiasikan proses kreativitas dengan pengembangan karya-karya seni atau musik yang hebat, atau mungkin dengan penemuan baru.
Kedua, Proses kreatif tidak semuanya misterius. itu dapat dijelaskan, dan adalah mungkin untuk melatih orang secara langsung untuk meningkatkan kreativitas mereka. Tradiosional, kreativitas dipandang sebagai kapasitas misterius, bawaan dan pribadi yang dapat dihancurkan jika prosesnya diselidiki secara mendalam.
Ketiga, penemuan Kreatif serupa di semua bidang - ars, ilmu, proses intelektual yang mendasari yang sama ciri rekayasa. Ide ini bertentangan dengan kepercayaan umum; pada kenyataannya, bagi banyak orang kreativitas terbatas pada seni, sementara dalam teknik dan ilmu-ilmu itu adalah penemuan.
Asumsi keempat Gordon adalah bahwa penemuan individu dan kelompok (Berpikir Kreatif) sangat mirip. Individu dan kelompok menghasilkan ide dan produk dengan cara yang sama. Sekali lagi, ini sangat berbeda dari sikap bahwa, kreatvitas adalah pengalaman yang sangat pribadi
Gordon bases Synectik in four ideas that challenge conventional views about creativity. 'First, creativity is important in everyday activities. Most of us associate the creativity process with the development of great works of art or music, or perhaps with a cleaver new invention.
Second, The creative process is not t all mysterious. it can be described, and it is posible to train persons directly to increased their creativity. Tradiotionally, creativity is viewed as a mysterious, innate and personal capacity that can be destroyed if its processes are probed to deeply.
Third, Creative invention is similar in all fields - the ars, the sciences, the same underlying intellectual processes characterize engineering. This idea is contrary to common belief; in fact, to many people creativity is confined to the arts, while in engineering and the sciences it is invention.
Gordon's fourth assumption is that individual and group invention (Creative Thinking) is very similar. Individuals and groups generate ideas and products in much the same fashion. Again, this is very different from the stance that, creatvity is an intensely personal experience (Singh, et.al,l2008:194-196).
2.1.2.      Model dan Tahapan Pembelajaran Synectik
Model pembelajaran Synectik menolak asumsi bahwa guru memberikan pengetahuan dan siswa hanya menyimpannya. Hal ini didasarkan pada filosofi konstruktivis yang menganjurkan pembelajar menemukan dan membangun versi pengetahuan mereka sendiri dengan pengalaman dan pengamatan mereka sendiri dan dengan membentuk koneksi pribadi antara pengetahuan baru dan yang sudah ada. Dalam model ini, bertujuan untuk merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa dengan membuat individu membawa perspektif yang berbeda dan dengan menggunakan metafora, analogi, dan kontras yang terkait dengan subjek. Model ini dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar motivasi bagi siswa karena membawa perspektif baru dan kreatif untuk mata pelajaran kompleks yang sulit dipelajari. Dalam langkah-langkah penerapan model, ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk secara aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif melalui berbagi pendapat yang berbeda tentang subjek pada saat yang sama.
Synectik instructional model rejects the assumption that teachers provide knowledge and students merely store it. It is based on the constructivist philosophy that advocates learnersdiscover and construct their own versions of knowledge by their own experiences and observations and by forming personal connections between new and existing knowledge. In this model, it is aimed that stimulating creative thinking skills of students by making individuals bring different perspectives and by using metaphors, analogies, and contrasts related to the subject. The model can be used to create motivational learning environments for students because it brings new and creative perspectives to complex subjects that are difficult to learn. In the application steps of the model, it is aimed that encouraging students to actively participate in learning processes and to create collaborative learning environments through sharing of different opinions about the subject at the same time (Eristi and Polat,2017:61).
Ada tiga Model Synectik: Model Synectik asli, Model Synectik Korporat, dan Model Sinectik K-12 Dalam studi terkini, Model Sinectik K-12 digunakan. Model ini mengikuti dua kegiatan dasar; membuat orang asing yang asing / menciptakan sesuatu yang baru dan membuat familiar yang aneh.
Kegiatan "membuat familiar aneh" digunakan dalam penelitian ini dan
menurut Seligmann, kegiatan ini sering kali dimulai dengan bimbingan langsung guru. Ini mencegah siswa untuk membuat analogi yang tidak pantas dan menyebabkan belajar materi baru secara tidak benar
.
There are primarily three Synectik Models: the original Synectik Model, corporate Synectik Model, and K-12 Synectik Model In current study K-12 Synectik Model was used. This model follows two basic activities; making the familiar strange/ creating something new and making the strange familiar
The activity “making the strange familiar” was used in this study and
according to Seligmann, this activity often begins with the teacher’s direct guidance. This prevents students from drawing inappropriate analogies and cause to learn new material incorrectly (Khan and Mahmood, 2017:255).
            Menurut Mutmainah dan Aquami (2016:71-72) , Adapun langkah-langkah dari Model Synectik (Synectik) sebagai berikut:
a.       Strategi satu : menciptakan sesuatu yang baru
Fase 1 : Deskripsi kondisi sekarang
Guru meminta peserta didik mendeskripsikan situasi atau topic yang dilihatnya pada saat ini.
Fase 2 : Analogi langsung
Peserta didik menyarankan analogi langsung, memilih, dan mengeksplorasinya.
Fase 3 : Analogi personal
Peserta didik “menjadi” analogi yang dipilihnya pada fase 2
Fase 4 : Penekanan konflik
Peserta didik mengambil deskripsi pada fase 2 dan fase 3, menyarankan beberapa penekanan konflik, dan memilih salah satu.
Fase 5 : Analogi langsung
Mengembangkan dan memilih analogi langsung yang lain berdasarkan penekanan
konflik.
Fase 6 : Memeriksa kembali ke tugas awal
Guru meminta siswa kembali ke tugas atau permasalahan awal dan menggunakan Analogi terakhir untuk pengalaman Synectik.

b.      Strategi kedua: membuat sesuatu yang asing menjadi dikenal
Fase 1 : Menyediakan Input
Guru Menyediakan informasi atau topic baru
Fase 2 : Analogi langsung
Guru menyarankan analogi langsung dan meminta peserta didik mendeskripsikan analogi.
Fase 3 : Analogi personal
Guru meminta peserta didik “menjadi” analogi langsung.
Fase 4 : Membandingkan analogi
Peserta didik mengindentifikasikan dan menjelaskan kesamaan antara bahan yang baru dengan analogi langsung
Fase 5 : Menjelaskan perbedaan Peserta didik menjelaskan letak ketidaksesuaian analogi.
Fase 6 : Eksplorasi Peserta didik mengeksplorasi kembali topik awal dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Fase 7 : Mengembangkan analogi Peserta didik memberikan analogi sendiri dan mengekspolasi kesamaan seta perbedaannya.
Tahap pertama dari model Synectik, yaitu "membuat orang asing yang tidak asing", membantu siswa untuk melihat pola dan hubungan baru dari pengetahuan dan pemahaman yang sebelumnya dipelajari. Ini melibatkan tujuh tahap di mana siswa menggambarkan suatu topik, membuat analogi langsung, menggambarkan analogi pribadi, menemukan kata-kata yang bertentangan dalam analogi pribadi, membuat analogi langsung baru, memeriksa kembali topik asli, dan mengevaluasi semua langkah-langkah ini. Pertama, pelaksana tahap ini meminta siswa untuk menemukan sebuah subjek yang bisa dari berbagai disiplin, seperti karakter dari novel yang telah dibaca atau konsep seperti kebebasan atau keadilan. Semua kata-kata deskriptif yang diucapkan ditulis di papan tulis. Misalnya, siswa dapat memilih topik 'perasaan' dan kata-kata deskriptif mungkin 'cinta, benci, dan marah'. Kedua, instruktur bertanya siswa untuk memeriksa kata-kata deskriptif yang dihasilkan pada langkah dan bentuk sebelumnya analogi antara kata-kata dan kategori yang tidak terkait yang mereka pilih seperti 'mesin, tanaman, atau makanan'. Para siswa membentuk kalimat seperti 'mawar mengingatkan saya pada cinta'. Ketiga, guru meminta siswa untuk memilih salah satu analogi langsung dan membuat analogi pribadi dengan memberi tahu siswa untuk merasa seperti objek dan menggambarkan bagaimana perasaan dan kerjanya. Sebagai contoh, siswa ditanyai tentang bagaimana perasaan mereka jika mereka adalah 'mawar'. Tanggapan mereka tertulis di papan tulis seperti 'hidup, bahagia, baik, buruk, dan mati'. Pada tahap berikutnya, para siswa diarahkan untuk menemukan pasangan kata-kata yang tampaknya melawan atau bertentangan satu sama lain seperti 'baik-buruk, hidup-mati'. Pada tahap berikutnya, siswa memilih salah satu pasangan kata dari langkah sebelumnya dan membuat analogi langsung lainnya dengan memilih objek (hewan, mesin, dan buah) yang dijelaskan oleh kata-kata berpasangan. Misalnya, 'hewan' dapat menjadi objek dan 'hidup-mati' dapat menjadi karakteristik yang dipilih oleh siswa. Untuk langkah selanjutnya, siswa diminta untuk mengingat ide atau tugas awal sehingga mereka dapat menghasilkan produk atau deskripsi yang menggunakan ide yang dihasilkan. Mereka mungkin berkonsentrasi pada analogi akhir atau mereka dapat menggunakan ide dari pengalaman total. Siswa membuat kalimat seperti 'perasaan seperti singa. Mereka hidup tetapi kadang-kadang tampak mati '. Sebagai langkah terakhir dari tahap ini, siswa mendiskusikan pengalaman dengan kelas dan mengembangkan teknik untuk menentukan respon baik individu maupun kelompok terhadap proses.
The first stage of the Synectik model, namely ‘making the familiar strange’, helps students to see new patterns and relationships from previously learned knowledge and understandings. It involves seven stages through which the students describe a topic, create direct analogies, describe personal analogies, find conflicting words in personal analogies, create a new direct analogy, reexamine the original topic, and evaluate all these steps. First, the implementer of this stage asks students to find a subject that can be from any discipline, such as a character from a novel that has been read or a concept such as freedom or justice. All the descriptive words uttered are written on the board. For instance, the students may choose the topic of 'feelings' and the descriptive words may be 'love, hate, and anger’. Second, the instructor asksstudents to examine the descriptive words generated in the previous step and form analogies between the words and an unrelated category they select such as 'machine, plant, or food'. The students form sentences like 'a rose reminds me of love'. Third, teacher asks the students to select one of the direct analogies and create personal analogies by telling the students to feel like the object and describe how it feels and works. As an example, students are questioned about how they would feel if they were a 'rose'. Their responses are written on the board such as 'alive, happy, good, bad, and dead’. In the next stage, students are directed in finding the pairs of words which seem to fight or are in opposition to one another such as 'good-bad, alive-dead'. In the following stage, students choose one of the pairs of words from the previous step and create another direct analogy by selecting an object (animal, machine, and fruit) that is described by the paired words. For instance, 'animal' can be the object and 'alive-dead' can be the characteristics chosen by the students. For the next step, students are required to remember the original idea or task so that they may produce a product or description that uses the ideas generated. They may concentrate on the final analogy or they may use ideas from the total experience. Students create sentences like 'feelings are like lions. They are alive but, sometimes appear to be dead'. As the final step of this stage, students discuss the experience with the class and develop techniques for determining both individual and group response to the process.
(Asmali and Saym,2017:45-46).
            Menurut Hosna (2013:242-244) , Ada lima tahapan model pembelajaran Synectik yang dapat dijadikan acuan oleh guru dan siswa saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu;
1)        Tahap in put substantif atau klarifikasi, yakni mengomunikasikan topik atau
materi baru. Tahap ini sangat menunjang pada keberhasilan siswa terutama
saat ia memperoleh materi baru. Di MI, tahap klarifikasi topik/materi baru ini
ditandai dengan munculnya; (a) proses yang mempermudah siswa dalam
memahami materi baru yang disampaikan oleh guru; (b) sejumlah kesulitan
mengklarifikasi materi baru dan diselesaikan dengan menggunakan
perumpamaan, kiasan dan contoh-contoh; (c) penerapan teknik tanya jawab
kepada siswa terhadap materi baru yang dijelaskan oleh guru dan siswa
tampak antusias menjawab pertanyaan guru. Antusiasnya siswa menjawab
pertanyaan guru merupakan petunjuk ke arah sikap dan persepsi yang positif.
Untuk mengetahui bahwa siswa telah belajar dengan baik, komponen guru
dan kurikulum harus betul-betul saling berinteraksi dengan siswa. Sebagai pelaksana kurikulum, guru dituntut untuk dapat memutuskan cara mengorganisasikan pelaksanaan kurikulum seoperasional mungkin. Implementasi kurikulum itu hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Berarti pada tahap ini, guru dituntut dapat menggambarkan struktur materi kurikulum. Tahap ini pun menuntut guru mengembangkan topik atau materi baru terutama saat menyusun rencana pembelajaran agar lebih terstruktur namun kreatif.
2)        Tahap penggabungan dari proses analogi langsung, perbandingan analogi dan
penjelasan perbedaan. Tahap ini diawali dengan meminta siswa mengajukan
atau menganalogi secara langsung materi yang sedang dibahas melalui media
bagan. Kegiatan ini memfasilitasi siswa dalam mentransmisi dan
mentransformasi materi yang sedang dibahas. Di sini, guru bertugas
membimbing dan mendorong para siswa agar memiliki keberanian untuk
mengemukakan gagasan atau pendapat. Kegiatan membandingkan analogianalogi bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan, perbedaan dan hubungan di antara aspek-aspek yang ada dalam objek atau kegiatan yang sedang berlangsung. Guru sedemikian rupa harus memotivasi siswa agar kemampuan siswa dalam memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam objek atau kegiatan yang dianalogikan dengan materi yang sedang dibahas terungkap dalam diskusi dan kemampuan berpikir kreatif siswa semakin meningkat. Penggunaan media pembelajaran berupa peta dan bagan
ditujukan untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap materi yang bersifat
abstrak dan menyajikan materi secara visual dan terstruktur. Kemampuan
membaca peta dan bagan tentang suatu materi mencerminkan kemampuan
kognitif tingkat tinggi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa. Di MI kemampuan tersebut dicirikan dengan; (a) siswa tampak fokus
dan konsentrasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini akan lebih
terungkap saat guru meminta siswa mendeskripsikan analogi tersebut dan
memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang dibahas; (b) muncul pertanyaan-pertanyaan
dari siswa yang memperlihatkan jenis pertanyaan berpikir. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan siswa tersebut dapat mengindikasikan bahwa mereka melakukan proses belajar dengan benar. Saat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dijawab dengan baik oleh siswa maka akan diketahui bahwa materi yang dibahas oleh guru dapat dipahami oleh siswa.
3)        Tahap analogi personal. Pada tahap ini, siswa diminta mengajukan
pengandaian diri misalnya menjadi suatu objek, sesuai dengan materi yang
dibahas. Hal yang dipikirkan, dirasakan dan diperbuat siswa tidak boleh
terlalu dibatasi. Berikan kesempatan kepada mereka untuk berekspresi,
mengemukakan gagasan dan pendapatnya seleluasa mungkin. Di MI kegiatan
ini ditandai dengan gejala; (a) siswa tampak memunculkan gagasan-gagasan
yang beragam, dengan menggunakan teknik curah pendapat (brainstorming).
Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Synectik mampu melatih
siswa untuk mengeluarkan gagasan-gagasan yang dimilikinya; (b) teknik curah pendapat yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
4)        Tahap eksplorasi. Dalam tahap ini guru meminta siswa untuk menjelajahi
kembali atau menjelaskan kembali topik atau materi yang dibahas sebelumnya dengan menggunakan bahasa sendiri. Untuk itu, diperlukan bimbingan dari guru agar tahap ini berjalan dengan baik. Siswa juga diminta membuat catatan untuk mendokumentasikan hasil pekerjaannya. Di MI kegiatan ini ditandai dengan; (a) siswa dengan antusias menjelaskan kembali materi yang sebelumnya disampaikan oleh guru dengan menggunakan bahasa sendiri. Kata-kata yang digunakan siswa untuk menjelaskan kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru, ternyata cenderung mengarah kepada makna yang sama. Artinya siswa sudah mampu mengolah materi pelajaran yang sebelumnya disampaikan oleh guru; (b) hasil pekerjaan siswa didiskusikan dengan teman-temannya, sehingga dapat dikaji secara bersama-sama.
5)        Tahap kelima adalah memunculkan analogi baru. Tahap ini merupakan
pengajuan analogi langsung atas materi yang sedang dibahas. Siswa diharapkan dapat mengajukan analogi langsung yang telah dikuasainya dan
mampu menjelaskan persamaan dan perbedaannya. Untuk mencapai hal
tersebut, guru perlu melakukan serangkaian kegiatan, yaitu meminta siswa
mengajukan analogi langsung atas materi semula dengan objek atau kegiatan
lain, mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan
merangkum hasil pekerjaannya. Di sini, yang dipentingkan adalah
argumentasi, mengapa sebuah objek atau kegiatan tertentu dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas. Setelah selesai melaksanakan tahap ini,
guru melakukan evaluasi terhadap hasil pekerjaan siswa yang mengandung
unsur-unsur kemampuan berpikir kreatif. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa (kelancaran, kelenturan,
keaslian dan kerincian). Model pembelajaran Synectik di MI cenderung
berkontribusi lebih baik kepada siswa dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kreatifnya.

2.1.3.      Tahap Kreatif dalam Proses Synektik
Keberhasilan yang didapatkan oleh siswa bukan hanya dapat dilihat dari aspek kognitifnya saja melainkan guru harus mampu mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik. Salah satu aspek afektif dan psikomotorik yang mampu dikembangkan oleh siswa yaitu kreativitas dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu mengambangkan kreativitas siswa, karena setiap siswa pasti memiliki tingkat kreativitas yang berbeda-beda. Kreativitas merupakan faktor yang menjadi pendukung siswa dalam meraih keberhasilannya, dengan kreativitas yang dimiliki siswa maka siswa tersebut akan mampu mengembangkan apa yang mampu dilakukannya. Kreativitas bukan hanya menciptakan suatu benda tetapi gagasan-gagasan yang di berikan oleh siswa ketika proses pembelajaran.
Kreativitas siswa juga sangat dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. Kreativitas yang dimiliki oleh siswa mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberhasilan proses pembelajaran, dengan penyampaian ide dan gagasan di setiap proses pembejalaran maka siswa akan mampu meningkatkan hasil belajaranya. Siswa dengan prestasi rendah tidak memiliki bekal untuk belajar materi-materi baru, sehingga dibutuhkan kerjasama dan kreativitas agar kegiatan pembelajaran dapat terserap oleh semua siswa. model pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kerjasama antar siswa adalah model pembelajaran kooperatif karena model ini dapat membuat pembelajaran kreatif, menyenangkan dan siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran (Wahyudin,dkk,2017:2-3).
Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya. Artinya, lingkungan yang merupakan tempat individu berinteraksi itu dapat mendukung berkembangnya kreativitas, tetapi ada juga yang justru menghambat berkembangnya kreativitas individu. Menurut Nana, kreatifitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada. Dijelaskan juga bahwa data atau informasi yang tersedia tersebut memungkinkan suatu jawaban terhadap berbagai permasalahan yang ada dengan penekannya pada kualitas atau mutu, ketetapatgunaan, dan keragaman jawaban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kreatifitas seseorang akan mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinilitas seseorang dalam berpikir serta membuat seseorang mempunyai kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Berdasarkan uraian pendapat di atas disimpulkan bahwa kreatifitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal yang baru, cara-cara baru, model baru yang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Jika dikaitakan dengan pengembangan kreatifitas siswa di sekolah, maka dapat dikatakan bahwa pengembangan kreatifitas siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru untuk menemukan dan menciptakan sesuatu hal yang baru, cara-cara baru, model baru dalam pembelajaran agar siswa menjadi kreatif, bukan membuat siswa menerima saja yang diajarkan guru (Kenedi,2017:332-333).
Creative teaching involves ownership of knowledge. The teacher is not simply relaying somebody else’s information on to pupils, the conveyer of other people’s news, which is then tested by instruments devised by others. The knowledge that they are concerned to produce and construct in children has been incorporated into their own life-worlds. It has become part of  their own knowledge as applied to the social circumstances of their own classrooms and the social backgrounds of their students.
It follows that creative teachers have control of their own pedagogy. They choose what methods, and what combination of methods, to employ, and when. Creative teachers are also able to create and avail themselves of opportunities to teach creatively. They know how to exploit the ‘implementation gap’ between government educational policy and putting it into practice. They are also expert in taking advantage of the unexpected to promote learning.
(Jeffrey and Woods,2009:1-2).
Pengajaran kreatif melibatkan kepemilikan pengetahuan. Gurunya tidak
hanya menyampaikan informasi orang lain kepada siswa, pembawa pesan
berita orang lain, yang kemudian diuji oleh instrumen yang dibuat oleh orang lain.
Pengetahuan yang mereka miliki untuk menghasilkan dan membangun pada anak-anak telah dimasukkan ke dalam dunia-kehidupan mereka sendiri. Ini telah menjadi bagian dari pengetahuan mereka sendiri sebagaimana diterapkan pada keadaan sosial kelas mereka sendiri dan latar belakang sosial siswa mereka.
Ini berarti bahwa guru kreatif memiliki kendali atas pedagogi mereka sendiri.
Mereka memilih metode apa, dan kombinasi metode apa yang digunakan,
dan kapan. Guru kreatif juga dapat membuat dan memanfaatkan diri mereka sendiri
kesempatan untuk mengajar secara kreatif. Mereka tahu bagaimana memanfaatkan 'kesenjangan implementasi' antara kebijakan pendidikan pemerintah dan mempraktikkannya. Mereka juga ahli dalam mengambil manfaat dari hal-hal tak terduga untuk meningkatkan pembelajaran.
            Kreativitas adalah setiap tindakan, gagasan, atau produk yang mengubah sesuatu yang sudah ada domain, atau yang mengubah domain yang ada menjadi domain baru. Dan definisi dari orang yang kreatif adalah: seseorang yang pikirannyaatau tindakan mengubah domain, atau membuat domain baru. Penting untuk diingat, bahwa domain tidak dapat diubah tanpa persetujuan eksplisit atau implisit dari bidang yang bertanggung jawab untuk itu. Jadi apa yang dianggap efektif adalah apakah apa yang dihasilkan diterima dimasukkan dalam domain, dan meskipun seorang individu mungkin merasa luar biasa kreatif, jika pandangan mereka tidak dibagi oleh para penjaga gerbang domain, mereka
ide-ide akan dianggap tidak orisinal atau tidak kreatif, tidak menambahkan apa pun pada
budaya domain itu. Bahkan memiliki sifat kreatif atau bakat, seperti kemampuan musik, atau hadiah untuk patung, atau usaha ilmiah, tidak
cukup jika mereka tidak bertemu dengan apa yang diterima untuk dimasukkan.
Creativity is any act, idea, or product that changes an existingdomain, or that transforms an existing domain into a new one. And the definition of a creative person is: someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new domain. It is important to remember, however, that a domain cannot be changed without the explicit or implicit consent of a field responsible for it. So what counts effectively is whether what is produced is accepted for inclusion in the domain, and although an individual may feel marvelously creative, if their view is not shared by the gatekeepers of the domain, their ideas will be deemed unoriginal or uncreative, adding nothing to the culture of that domain. Even having creative traits or talents, such as musical ability, or a gift for sculpture, or scientific endeavour, is not enough if they do not meet with what is acceptable for inclusion (McIntosh,2010:96).
            Menurut Silver, Ada dua pandangan tentang kreatifitas, yaitu kreativitas genius dan kreativitas hasil penelitian terbaru. Pertama, Pandangan yang disebut kreativitas genius, menurut pandangan ini, tindakan kreatif dipandang sebagai ciri-ciri mental yang langka, yang dihasilkan oleh individu luar biasa berbakat melalui penggunaan proses pemikiran yang luar biasa, cepat, dan spontan. Pandangan ini mengatakan bahwa kreativitas tidak dapat dipengaruhi oleh pembelajran dan kerja kreatif, tetapi lebih merupakan suatu kejadian tiba-tiba daripada suatu proses panjang sampai selesai seperti yang dilakukan dalam sekolah. Jadi, dalam pandangan ini ada batasan untuk menerapkan kreativitas dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama ini telah banyak dipertnyakan dalam penelitian-penelitian terbaru, dan bukan lagi merupakan pandangan kreativitas yang dapat diterapkan kepada pendidikan.
Kedua, pandangan yang merupakan pandangan baru kreatvitas yang muncul dari penelitian-penelitian terbaru bertentangan dengan pandangan genius. Pandangan ini menyatakan bahwa kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman yang mendalam, fleksibel di dalam isi dan sikap, sehingga dapat dikaitkan dengan kerja dalam periode panjang yang disertai perenungan. Jadi, kreativitas bukan hanya gagasan yang cepat dan luar biasa. Menurut pandangan ini, kreativitas dapat ditanamkan pada kegiatan pembelajaran dan lingkungan sekitar
(Susanto,2013:99-100).

2.1.4.      Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Synectik
Menurut Mutmainah dan Aquami (2016:72-73), Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Synectik menurut Sakdiahwati
dalam Jurnal Lilis Purwanti yang berjudul Peningkatan Aktivitas Pembelajaran IPA Dengan Media Benda Konkret Pada Siswa Kelas II Sdn 01 Kaling Tasikmadu Karanganyar yaitu sebagai berikut:
a.        Kelebihan
1)      Model ini bermanfaat untuk mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tentang suatu masalah sehingga dia sadar bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu.
2)      Model ini bermanfaat karena dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang materi baru.
3)      Model ini dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun guru.
4)      Model ini dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antara siswa.
5)      Model ini membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan suatu masalah.

b.      Kekurangan
1)       Sulit dilakukan oleh guru dan siswa yang sudah terbiasa menggunakan cara lama yang menekankan pada penyampaian informasi.
2)      Model ini menitik beratkan pada berpikir reflektif dan majinatif dalam situasi tertentu, maka kemungkinan besar siswa kurang menguasai fakta-fakta dan prosedur pelaksanaan atau keterampilan.
3)      Kurang memadainya sarana dan prasarana pendidikan di sekolah-sekolah.

2.1.5.       Karakteristik Model Pengajaran Synectik
  Menurut Joyce (2016:261-266),  Model Pengajaran dari Model Pembelajaran Syntectik diantaranya :
1.      Sintaks
            Sebetulnya ada dua strategi atau model pengajaran yang didasrkan pada prosedur Synectik. Salah satu diantarana, menciptakan sesuatu yang baru, dirancang untuk membuat hal yang asing menjadi familier, untuk membantuk siswa melihat masalah-masalah, gagasan, atau produk-produk lama dalam cahaya yang lebih kreatif. Strategi lain, membuat yang asing/aneh menjadi familiar, dirancang untuk membuat gagasan baru yang tidak familier menjadi lebih bermakna. Meskipun kedua strategi menggunakan tiga jenis anaogi, tujuannya, sintaks, dan prinsip-prinsip reaksinya berbeda. Kita mengacu pada penciptaan sesuatu yang baru sebagai strategi satu dan membuat yang asing/aneh menjadi familier sebagai strategi dua.
a.       Sintaks Strategi Satu
            Strategi satu membantu siswa melihat hal-hal familiar dengan cara yang tidak familiar dengan menggunakan analogi-analogi untuk menciptakan jarak konseptual. Kecuali untuk tahap akhir, di mana siswa kembali ke masalah asli, mereka tidak membuat perbandingan sederhana. Tujuan strategi ini mungkin untuk mengembangkan pemahaman baru; untuk berempati dengan show-off (sifat pamer) atau bully; untuk merancang pintu utama atau kota; untuk memecahkan masalah social atau masalah-masalah antar-personal, seperti pemogokan tidak perlu, atau dua siswa yang erkelahi; atau memecahkan masalah pribadi, seperti bagaimana berkonsentrasi dengan lebih baik ketika membaca. Proses Synectik tidak boleh tergesa-gesa. Peran penting guru adalah untuk menjaga terhadap analisis yang premature dan penutupan.
Fase Satu :
Deskripsi Kondisi yang Ada
Guru meminta siswa menjelaskan situasi atau topic ketika mereka melihatnya sekarang
Fase Dua :
Analogi Langsung
Siswa menunjukkan analogi langsung, memilih satu analogi, dan mengeksplorasinya (mendeskripsikannya) lebih lanjut
Fase Tiga :
Analogi Personal
Siswa siswa “menjadi” analogi yang mereka pilih di fase dua
Fase Empat :
Konflik yang dipersigkat
Siswa-siswa mengambil deskripsi dari fase dua dan tiga, menunjukkan beberapa konflik yang dipersingkat, dan memilih satu
Fase Lima :
Analogi Langsung
Siswa-siswa menghasilkan dan memilih satu analogi langsung lain, berdasarkan konflik yang dipersingkat
Fase Enam :
Menguji Kembali Tugas Asli
Guru meminta Siswa kembali ke tugas atau masalah asli dan menggunakan analogi terakhir dan/atau seluruh pengalaman Synectik

b.      Sintaks Strategi dua   
Strategi dua, membuat yang aneh/asing menjadi familiar, berusaha untuk meningkatkan pemahaman siswa dan internalisasi bahan baru atau bahan yang sulit secara substansial. Dalam strategi ini, metafora digunakan untuk menganalisis, bukan untuik menciptakan jarak konseptual sperti pada strategi satu. Sebagai contoh guru dapat menyajikan konsep budaya kepada siswa-siswanya. Dengan menggunakan analogi yang familier (seperti kompor atau rumah), siswa-siswa mulai mendefinisikan karakteristik yang ada dan karakteristik-karakteristik yang kekurangan konsep. Strategi bersifat analitis dan konvergen: siswa-siswa terus-menerus bergantian antara mendefinisikan karakteritik subjek yang lebih familier dan membandingkannya dengan karakteristik topic yang tidak familier.
            Pada strategi satu, siswa-siswa mengerjakan serangkaian analogi tanpa batasan logis; jarak konseptual ditingkatan, dan imajinasi bebas untuk berkelana. Pada strategi dua, siswa berusaha untuk menghubungkan dua gagasan dan mengidentifikasi hubungan itu ketika mereka mengerjakan analogi. Strategi yang dipilih guru tergantung pada apkah guru berusaha untuk membantu siswa-siswa menciptakan sesuatu yang baru atau untuk mengeksplorasi sesuatu yang tidak familiar.
Fase Satu :
Input Substantif
Guru memberikan informasi tentang topic baru.
Fase Dua :
Analogi Langsung
Guru menunjukkananalogi langsung dan meminta siswa untuk mendeskripsikan analaogi.
Fase Tiga :
Analogi Personal
Guru meminta siswa “menjadi” analogi langsung
Fase Empat :
Membandingkan Analogi
Siswa-siswa mengidentifikasi dan menerangkan poin-poin kesamaan antara bahan yang baru dan analogi langsung.
Fase Lima :
Menerangkan Perbedaan
Siswa-siswa menerangkan dimana analogi tidak cocok
Fase Enam :
Eksplorasi
Siswa-siswa mengeksplorasi kembali topic asli menurut istilah mereka sendiri
Fase Tujuh :
Menghasilkan Analogi Langsung
Siswa-siswa memberikan analogi langsungnya sendiri dan mengeksplorasi pemahaman mereka terhadap analogi tersebut


2.      Sistem Sosial : Kedua Strategi
            Kedua strategi, dengan guru yang mngawali pengurutan dan membantu penggunaan mekanisme operasional. Guru juga membantu siswa mencerdaskan proses mental mereka. Namun, siswa-siswa memiliki kebebasana dalam pembahasan open-ended ketika mereka turut serta dalam memecahkan masalah metaforis. Norma-norma kerja sama, “memainkan angan-angan:, dan kesetaraan intelektual serta emosional sangat penting untuk memantapkan seting untuk memecahkan masalah secara kreatif. Penghargaan bersifat internal, berasal dari kepuasan dan kebahagiaan siswa terhadap kegiatan pembelajaan.
3.      Prinsip-Prinsip Reaksi: Kedua Strategi
            Para guru mencatat seberapa jauh siswa terlihat terikat dengan pola berpikir yang teratur, dan para guru berusaha untuk memengaruhi tahapan psikologis yang mungkin menghasilkan respons kreatif. Selain itu, para guru sendiri harus menggunakan ketidakrasionalan untuk mendorong siswa yang malas agar dengan sendirinya menikmati ketidakterkaitan, fantasi, simbolisme, dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk memcahkan seperangkat alur berpikir. Karena guru sebagai model mungkin penting untuk metode, guru harus belajar menerima sesuatu yang aneh dan tidak biasa. Guru harus menerima penilainan eksternal tentang ungkapan kreatif mereka. Semakin sulit masalah atau kelihatannya semakin sulit, maka semakin perlu bagi para guru untuk menerima analogi-analogi yang terlalu jauh sehingga siswa mengembangkan perspektif yang segar.
            Para guru sebaiknya menjaga agara tidak melakukan analisis yang terlalu dini. Mereka juga mengklarifikasi dan merangkum kemajuan kegiatan pembelajran, sehingga menghasilkan perilaku memecahkan masalah dari siswa. Para guru perlu mengingat, di kebanyakan sekolah, ada  ketergesa-gesaan untuk menutup perdebatan.


4.      Sistem Pendukung : Kedua Strategi
            Hampir semua kelompok memerlukan pemberian fasilitas oleh seorang pemimpin yang kopeten dalam prosedur Synectik. Dalam kasus masalah ilmiah, juga diperlukan sebuah laboratorium yang dapat membangun model-model pengajaran dan perlengkapan lain untuk membuat masalah-masalah menjadi konkret dan untuk memungkinkan penemuan praktis berlangsung. Siswa memerlukan ruang kerjanya sendiri dan lingkungan di mana kreativitas akan dihargai dan dimanfaatkan. Ruang kelas khusus mungkin dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan ini, tetapi sebuah kelompok besar ruang kelas mungkin menjadi terlau besar untuk banyak kegiatan Synectik, dan kelompok yang lebih kecil perlu untuk diciptakan
2.1.6.      Penerapan Model Pembelajaran Synektik
1.      Menggunakan  Synectik dalam Kurikulum
            Synectik dirancang untuk meningkat kreativitas individu dan kelompok. Saling berbagi pengalaman Synectik dapat membangun perasaan komunitas diantara siswa. Siswa-siswa belajar tentang rekan sekelas mereka ketika mereka memperhatikan kemudian bereaksi terhadap gagasan atau masalah. Pemikiran dinilai menyangkut potensi kontribusinya terhadap peroses kelompok. Prosedur Synectik membantu menciptakan sebuah komunitas yang setara dimana hanya memiliki sebuah pemikiran adalah satu-satunya dasar bagi status. Norma ini dan norma permainan dengan cepat memberikan dukungan bahkan kepada peserta yang paling malu-malu.
            Prosedur Synectik dapat diguna untuk siswa-siswa disemua bidang kurikulum. Prosedur Synectik dapat diterapkan pada diskusi guru-siswa diruang kelas dan materi-materi yang dibuat guru untuk para siswa. Produk atau sarana kegiatan Synectik tidak selalu perlu dituliskan; produk atau sarana dapat berupa lisan, atau dapat meng-ambil bentuk role play, gambar, atau grafik, atau hanya perubahan pada perilaku. Ketika menggunakan Synectik untuk memperhatikan masalah-masalah sosial atau masalah perilaku, anda dapat berharap untuk memperhatikan perilaku situaasional sebelum dan setelah kegiatan Synectik dan mengamati perubahannya.  Juga menarik untuk menyeleksi gaya- gaya penggungkapan yang berlawan dengan topik aslinya, seperti meminta siswa untuk menggambar bertema prasangka atau diskriminasi. Konsepnya abstrak,tetapi gaya pengungkapannya konkret.
2.      Menulis kreatif
Strategi satu dari model Synectik dapat langsung diterapkan ke menulis kreatif, bukan hanya karena ia merangsang penggunaan analogi-analogi, tetapi karena ia membantu “memecahkan perangkat (break set)” ketika penulis berusaha untuk memperluas jangkauan perlengkapan yang dapat mereka menggunakan untuk mendekati tugas-tugas ekspresif dalam genre yang bersifat menjelaskan (expository), persesuasif, dan naratif.
3.      Mengeksplorasi Masalah Sosial
Strategi satu memberikan alternatif untuk mengeksplorasi isu-isu sosial, khususnya isu-isu dimana para siswa diberi definisi dan sosial. Meta-fora menciptakan jarak, sehingga konfrontasi tiodak mengancam pembelajar, dan diskusi serta pengujian diri dimungkinkan. Fase analogi personal sangat penting untuk mengembangkan wawasan
4.      Memecahkan Masalah
Tujuan strategi dua adalah untuk memecahkan perangkat (break set) dan mengkonseptualisasi masalah dengan cara baru agar dapat menyarankan pendekatan segar dalam kehidupan pribadi serta diruang kelas hubungan sosial didalam kelas, resolusi konflik, sebagai untuk mengatasi kegelisahan akan pelajaran matematika, bagaimana agar mereka lebih baik ketika mengenakan kacamata, bagaimana menghentikan kebiasaan menggoda orang-daftar tersebut tidak pernah berakhir
5.      Menciptakan Desain atau Produk
Synectik juga dapat digunakan untuk menciptakan produk atau desain. Produk adalah sesuatu yang berwujud, seperti lukisan, bangunan atau rak buku, sedangkan desain adalah sebuah rancangan, seperti gagasan untuk pesta atau alat transportasi baru. Sebetulnya, desain atau rencana menjadi nyata, tetapi untuk tujuan modl ini mereka tetap berada sebagai sketsa garis besar.
6.      Memperluas Perspektif Konsep Kita
Gagasan abstrak seperti budaya, prasangka, dan ekonomi sulit untuk diinternalisasikan karena kita tidak dapat melihat dengan cara yang sama seperti kita dapat melihat meja atau bangunan, tetapi kita sering menggunakannya dalam bahasa kita. Synectik adalah cara yang baik untuk membuat gagasan yang “aneh / asing” menjadi familier dan dengan demikian memperoleh prespektif lain tentang hal ini.
            Kita telah mengetahui bahwa Synectik dapat digunakan untuk semua usia, meskipun untuk anak-anak yang masih sangat kecil cara yang paling baik adalah dengan memberikannya bersmaan dengan latihan pemanasan (stretching exercise). Di luar itu semua, penyesuaian sama seperti untuk pendekatan pengajaran lainnya-kepedulian untuk bekerja konkret, penuh perhatian, dan penjelasan prosedur yang baik.
            Model pengajaran sering bekerja efektif untuk siswa yang menarik diri dari kegiatan pembelajaran yang lebih akademik karena mereka tidak bersedia mengambil risiko untuk menjadi salah. Sebaliknya, siswa berprestasi yang hanya nyaman memberikan respons yang mereka yakin “benar” sering merasa enggan untuk mengambil bagian. Kita percaya bahwa untuk alasan ini saja, Synectik sangat berguna untuk semua orang.
            Synectik mudah dikombinasikan dengan model-model pengajaran lain. Synectik dapat melonggarkan konsep-konsep yang sedang dieksplorasi melalui permainan peran (role playing), penyelidikan kelompok atau pemikiran yurisprudensi; dan memperluas kekayaan masalah dan perasaan terbuka oleh model pengajaran lain dalam kelompok personal.
            Penggunaan Synectik yang paling efektif berkembang setiap saat. Ia memiliki hasil jangka pendek dalam melonggarkan pandangan konsep dan masalah, tetapi ketika siswa-sisa berulang kali mengalaminya, mereka dapat belajar bagaimana menggunakannya dengan keterampilan yang semakin  meningkat- dan mereka belajar untuk memasuki gaya metafora dengan semakin mudah dan lengkap.
2.2.         Kajian Kritis
Pengertian Model Belajar Synektik
Synectik adalah suatu model mengajar untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa baik secara kelompok maupun secara individual dan dapat pula mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar didukung dengan suatu pekerjaan yang unik seperti seni, musik, atau penemuan-penemuan yang baru, model ini  juga menekankan pada peningkatan kreatifitas untuk memecahkan masalah yang dihadapi jadi kreatifitas bukanlah sesuatu yang misterius, tetapi dapat diuraikan dan dijelaskan proses dan prosedurnya
            Model Synectik dapat bermanfaat dalam pembuatan kurikulum karena model Synectik dirancang untuk meningkatkan kreatifitas siswa baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan pengalaman Synectik ini dapat membentuk perasaan kemasyarakatan para siswa. Siswa tersebut dapat belajar satu sama lain seperti melihat bagaimana rekan-rekannya bereaksi tentang suatu ide atau masalah.
            Model Synectik dapat merangsang kreasi menulis siswa karena aktivitas metaporik dari model Synectik merangsang imajinasi siswa, dan hal ini membentuk fikiran dan perasaan siswa dalam menulis.
            Model Synectik dapat menjelajahi masalah-masalah karena strategi dari model Synectik ini yakni, metapora atau analogi menciptakan jarak, sehingga konfrontasi itu tidak mengancam siswa dan memungkinkan terjadinya diskusi dan saling menguji diri. Model Synectik ini dapat pula membantu memecahkan baik masalah pribadi maupun masalah sosial dan itu dapat dipertanggungjawabkan.
            Model Synectik dapat pula digunakan untuk menciptakan suatu rencana atau produk. Produk adalah suatu yang nyata seperti lukisan, gedung atau buku-buku, sedangkan suatu pola seperti ide-ide, konsep-konsep, atau pemahaman baru yang dipergunakan sebagai bahan untuk transportasi.
            Model Synectik dapat pula memperluas pandangan tentang suatu konsep, karena model ini dapat dimanfaatkan untuk semua tingkatan umur, meskipun oleh anak-anak yang masih sangat mudah untuk memperkuat atau memperpanjang latihan.
            Sesuai dengan analisa tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kelemahan model Synectik itu dapat ditutupi oleh keunggulan model Synectik. Prosedur Synectik dapat dimanfaatkan siswa dalam semua bidang studi baik sains maupun seni. Dapat pula prosedur ini diaplikasikan terhadap hubungan guru siswa di dalam kelas di mana guru membuat materi untuk siswa-siswanya.
Tahap – tahap Model Synectik
            Ada dua strategi atau model mengajar yang mendasari prosedur Synectik itu yakni, strategi pertama menciptakan sesuatu yang baru sedangkan strategi kedua : memperkenalkan keanehan.
            Strategi pertama membantu para siswa melihat sesuatu yang dikenalkannya melalui sesuatu yang tidak dikenal dengan mempergunakan analogi-analogi untuk menciptakan konsep jarak, kecuali dalam langkah yang terakhir, para siswa kembali ke masalah yang sebenarnya dengan memberikan perbedaan yang berarti. Tujuan strategi ini untuk dapat mengembangkan suatu pemahaman baru, misalnya terhadap gerak-gerik atau tingkah laku seseorang, pemecahan masalah-masalah hubungan sosial, antara lain perkelahian, pemogokan dan sebagainya. Peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
            Strategi kedua, memperkenalkan keanehan memberikan pemahaman para siswa untuk menambah dan memperdalam hal-hal yang baru atau materi yang sulit. Metapora dipergunakan untuk keperluan penganalisaan, bukan untuk menciptakan konsep jarak seperti halnya pada siswa strategi pertama.
Kedua strategi tersebut di atas memiliki tahapan-tahapan yaitu:
1.      Tahapan strategi pertama:
a.       mendeskripsikan kondisi saat ini, yakni guru menyuruh siswa mendeskripsikan situasi atau sesuatu topik yang mereka lihat saat ini.
b.      Analogi langsung, salah satu diseleksi dan selanjutnya dikembangkan.
c.       Analogi personal, yakni para siswa mengambil analogi yang diseleksinya pada tahap kedua.
d.      Konflik ditekan, yakni berdasarkan pada tahap kedua dan ketiga, para siswa mengemukakan beberapa konflik dan dipilih salah satunya.
e.       Analogi langsung, yakni para siswa mengembangkan dan menyeleksi analogi langsung lainnya berdasarkan konflik tadi.
f.       Meninjau tugas yang sebenarnya, yakni guru menyuruh para siswa meninjau kembali tugas atau masalah yang sebenarnya dan menggunakan analogi terakhir dan masuk pada pengalaman Synectik.

2.      Tahapan Strategi kedua:
a.       Input tentang keadaan yang sebenarnya, yakni guru menyajikaan informasi tentang suatu topik yang baru.
b.      Analogi langsung, yakni guru mengusulkan analogi langsung dan menyuruh siswa untuk menjabarkannya.
c.       Analogi personal, yakni guru menyuruh siswa untuk menjadi analogi langsung.
d.      Membedakan analogi, yakni para siswa menjelaskan dan menerangkan kesamaan antara materi yang baru dengan analogi yang langsung.
e.       Menjelaskan perbedaan, yakni para siswa menjelaskan mana analogi-analogi yang tidak sesuai.
f.       Penjelajahan, yakni para siswa menjelajahi kembali kebenaran topik-topik dengan batasan-batasan mereka.
g.      Membangkitkan analogi, yakni para siswa memberikan analogi sendiri secara langsung dan menjelajahi persamaan dan perbedaan.
            Dari tahapan strategi tersebut di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam penerapan model Synectik ini oleh guru yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang sesuatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan gambaran dan bimbingan hanya pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
Tahap Kreatif dari Proses Syenctik
            Inti dari model sintektiks ialah aktivitas metapora yang meliputi analogi langsung, analogi personal dan konflik yang dipadatkan. Kegiatan metaporis bertujuan menyajikan perbedaan konseptual antara diri siswa dengan obyek yang dihadapi atau materi yang dipelajari. Misalnya dengan cara meminta mengendalikan sistem tubuhnya sebagai jaringan transportasi.
            Metafora memperkenalkan konsep jarak antar siswa dengan obyek, atau subyek lain, mendorong berpikir original. Sebagai misal, dapat dikemukakan contoh: siswa disuruh memikirkan pelajarannya sebagai sebuah sepatu tua atau sebuah sungai. Kita memberikan struktur, suatu metafora, di mana siswa dapat memikirkan segala sesuatu yang telah dikenalnya melalui suatu pendekatan baru.
            Sebaliknya kita dapat menyuruh siswa memikirkan suatu topik baru melalui pendekatan yang telah diketahuinya dan mereka diminta untuk membandingkannya guna transportasi sistem. Aktivitas metaforik membantu para siswa untuk dapat menghubungkan ide-ide dari hal-hal yang telah dikenalnya menuju ke hal-hal baru atau dari suatu perspektif baru menuju ke hal yang dikenal.
Adapun beberapa tipe analogi yang dipergunakan sebagai dasar latihan Synectik yaitu:
1.      Analogi personal
            Menuntut siswa empati terhadap ide atau objek yang dibandingkan. Siswa menjadi bagian dari elemen fisik suatu problema. Identifikasinya mungkin terhadap individu, binatang, atau benda-benda mati. Analogi personal sangat menekankan  keterlibatan empati. Kerelaan melibatkan diri terhadap obyek sangat dibutuhkan dalam analogi personal, semakin rela melibatkan diri maka semakin besarlah konsep jarak yang diperoleh.  Adapun tingkat keterlibatan individu dalam analogi personal yaitu:
a.       Mendeskripsikan fakta
b.      Mengidentifikasi dengan perasaan
c.       Mengidentifikasi empatetik dengan suatu yang hidup
d.      Identifikasi empatetik dengan benda mati
            Manfaat mengenal tingkatan analogi personal ini bukan untuk mengenal bentuk-bentuk aktivitas metaforik, tetapi untuk memberikan tuntunan bagaimana menetapkan konsep yang baik. Dengan analogi akan segera dapat menciptakan jarak yang besar dan lebih memungkinkan siswa memperoleh ide-ide baru.
2.      Analogi langsung
            Analogi langsung merupakan perbandingan dua objek atau konsep. Perbandingan tidak harus identik dalam segala hal. Analogi ini untuk mentransposisikan kondisi-kondisi topik atau situasi permasalahan asli yang pada situasi lain untuk menghadirkan pandangan baru tentang gagasan atau masalah.
3.      Konflik yang dipadatkan
            Ialah cara mengontraskan dua ide dengan memberi label singkat, biasanya dengan hanya dua kata, misalnya “sangat galak atau sangat ramah “.
4.      Memberi tekanan pada pertentangan
            Memberi tentangan pada pertentangan umumnya berbentuk dua buah kata yang bertentangan misalnya: lesu-agresif; kawan-musuh; dan sebagainya. Pertentangan-pertentangan tersebut memberikan pemahaman yang luas terhadap suatu obyek yang baru. Hal tersebut dapat merefleksi kecakapan siswa untuk menghubungkan dua kerangka berpikir itu terhadap suatu obyek.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Synectik
            Dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Synectik yaitu:
1. Kelebihan
a.       Strategi ini bermanfaat untuk mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tentang suatu masalah sehingga dia sadar bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu.
b.      Strategi ini bermanfaat karena dapat mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang materi baru.
c.       Strategi ini dapat mengembangkan berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun guru.
d.      Strategi ini dilaksanakan dalam suasana kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antara siswa.
e.       Strategi ini membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan suatu masalah.
2.  Kelemahan
a.       Sulit dilakukan oleh guru dan siswa yang sudah terbiasa menggunakan cara lama yang menekankan pada penyampaian informasi.
b.      Metode ini menitikberatkan pada  berpikir reflektif  dan imajinatif dalam situasi tertentu, maka kemungkinan besar siswa kurang menguasai fakta-fakta dan prosedur pelaksanaan atau keterampilan.
c.       Kurang memadahinya sarana dan prasarana pendidikan di sekolah-sekolah.
Karakteristik Model Pengajaran Synectik
Sintaks
Sintaks Strategi Satu : Menciptakan Sesuatu yang Baru
·         Fase Satu : Deskripsi pemahaman yang ada tentang masalah atau konsep
·         Fase Dua : Analogi Langsung
·         Fase Tiga : Analogi Personal
·         Fase Empat : Konflik yang Dipersingkat
·         Fase Lima : Analogi Langsung dari Konflik yang Dipersingkat
·         Fase Enam : Menguji Ulang Konsep, Topik, atau Masalah Asli
Sintaks Strategi Dua : Membuat yang Asing/Aneh Menjadi Familiar
·         Fase Satu : Input Substantif
·         Fase Dua : Analogi Langsung
·         Fase Tiga : Analogi Personal
·         Fase Empat : Membandingkan Analogi-Analogi
·         Fase Lima : Menerangkan Perbedaan-Perbedaan
·         Fase Enam : Eksplorasi
Sistem Sosial
Model cukup terstruktur. Guru mengawal fase-fase, tetapi respon siswa cukup terbuka. Norma-norma kreativitas di dorong.
Prinsip-Prinsip Reaksi
·         Mendorong Keterbukaan, tidak rasional, ekspresi kreatif
·         Model, Jika Diperlukan
·         Menerima semua respons siswa
·         Menyeleksi analogi-analogi yang membantu siswa membentangkan pemikirannya
Sistem Pendukung
Model ini tidak memerlukan system pendukung khusus.
Penerapan Model Pembelajaran Synektik
Model pembelajaran Synectik dapat diterapkan dalam berbagai hal,
1)      Penerapan di dalam kurikulum,
2)      Membuat siswa untuk menulis kreatif
3)      Mengekslorasi Masalah Sosial
4)      Memecahkan Masalah
5)      Menciptakan desain atau produk
6)       Memperlas Konsep Perspektif Para Siswa
                             




BAB III
PENUTUP
3.1.             Kesimpulan
            Dari pembahsan di atas dapat disimpulkan bahwa
1.      Model Synectik adalah suatu model mengajar untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa baik secara kelompok maupun secara individual dan dapat pula mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar.
2.      Langkah-langkah model pembelajaran Synectik  yaitu, guru mendeskripsikan suatu topik yang sedang dihadapi, analogi langsung, analogi personal, siswa diminta untuk mengandaikan dirinya yakni mendeskripsikan diri sebagai fakta, secara emosional dan sebagai benda hidup, mempertentangkan, uji ulang atau tugas yang sesungguhnya.
3.     Kreativitas adalah merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk memberi ide kreativ dalam memecahkan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
4.      Model pembelajaran Synectik mempunyai banyak kelebihan, salah satunya membantu siswa melihat sesuatu yang biasa dengan cara-cara tidak biasa dengan menggunakan analogi-analogi untuk membuat jarak konseptual dan  membuat sesuatu yang asing menjadi familiar untuk meningkatkan pemahaman siswa dan internalisasi materi yang baru dan yang sulit secara substansi. Namun Metode inipun juga memiliki kekurangan , salahsatunya tidak memadahinya sarana dan prasarana pendidikan di sekolah-sekolah.
5.      Karakteristik pemebelajaran Model Synectik memenuhi peraturan Syntak, Sistem Sosial, Prinsip-Prinsip Reaksi, dan Sistem Pendukung yang harus dipenuhi dalam menjalankan praktek model pembelajaran Synectik.
6.      Model pembelajaran Synectik dapat diterapkan dalam berbagai hal, mulai di dalam kurikulum, dapat juga membuat siswa untuk menulis kreatif, Mengekslorasi Masalah Sosial, Memecahkan Masalah, Menciptakan desain atau produk, dan Juga Memperlas Konsep Perspektif nya.
                             
3.2.            Saran
Untuk para guru hendaknya lebih kreatif lagi dalam menerapkan model atau metode mengajar yang inovatif untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar dan membangun motivasi siswa dalam proses belajar mengajar sehingga mampu meningkatkan kreativitas belajar siswa dengan memperhatikan situasi dan kondisi siswa agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik. Synectik (Synectik) yang dapat mengaktifkan siswa baik individu ataupun bersama pasangannya dalam proses pembelajaran
Untuk teman-teman yang akan melakukan penelitian, disarankan untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi di lapangan dan mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan proses penelitian agar proses dan tujuan penelitian tercapai dengan lancar




DAFTAR PUSTAKA
Alia,et al. 2016. Efektivitas Perbandingan Model Pembelajaran Synectik Dengan Model   Konvensional (Ceramah ) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Volume 4 (2), 351-366
Asmali, M dan Saym. 2007. “The Effects of the Synectik Model on Vocabulary Learning, Attitude and to Learn English Desire”. Asian EFL Journal. Volume 7, 41-50.
Canady, Robert dan Michael Rettig. 1996. Teaching In The Block “Stratgies For Engaging Active Leaners”. New York: Eye On Education
Chandrasekaran. 2014.  Effectiveness of Synectik Techniques in Teaching of Zoology at Higher Secondary Level. International Journal of Humanities and Social Science Invention. ISSN (Online): 2319 – 7722, ISSN (Print): 2319 – 7714, 37-40
Eristi, Bahadir dan Polat. 2017. The Effectiveness Of Synectik Instructional Model On Foreign Language Vocabulary Teaching. International Journal of Languages’ Education and Teaching. Volume 5 (2), 59-76
Fatemipour,H dan Kordnaeej. 2014. The Effect Of  Synectik and Journal Creative Writing Techniques On Efl Students’ Creativity. International Journal of Language Learning and Applied Linguistics World. Volume 7 (3), EISSN: 2289-2737 & ISSN: 2289-3245, 412-424
Hosna, Rofiatul. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran Sinetik di Madrasah Ibtidaiyah.  Volume 28 (2), 237-252
Jeffrey, Bob dan Peter Woods. 2009. Creative Learning in the Primary School. Britania Raya: Taylor & Francis Group
Joyce, Bruce, et al. 2016. Models of Teaching (Ninth Edition). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kenedi. 2017. Pengembangan Kreativitas Siswa Dalam Proses Pembelajarn Di Kelas II. Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial, sains, dan Humaniora. Volume 3 (2), 329-347
Khan, A.A, dan Mahmood. 2018. Effect of Synectik Model of Teaching in Enhancing Students’ Understanding of Abstract Concepts of Mathematics. Pakistan Journal of Distance & Online Learning. Volume 4 (1), 185-198
Khan, A.A, dan Mahmood. 2017. The Role of the Synectik Model in Enhancing Students’ Understanding of Geometrical Concepts. Journal of Research and Reflections in Education. Volume 11 (2),  253-264
McINTOSH, Paul. 2010.Action Research and Reflective Practice. Britania Raya: Taylor & Francis Group
Mutmainah dan Aquami. 2016. Penerapan Model Synectik (Synectik) Terhadap Kreativitas          Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Hijriyah. Jurnal Ilmiah PGMI. Volume 2 (1), P-ISSN: 2527-4589, 69-82
Singh, et all. 2008. Educational Techlonology : Teaching Learning. New Delhi : APH Publishing Corporation
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group
Wahyudin, dkk. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran dan Kreativitas Siswa Terhadap Hasil Belajar Sejarah di SMA Islam Al-Azhar 8 Summarecon. Jurnal Pendidikan Sejarah. Vol. 6 (2), 1-9


1 komentar:

Anonim mengatakan...

terimakasih ka.. semoga menjadi amal shalih bagi kaka kaka semua

Posting Komentar

 

Fadillah's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review