Sabtu, 08 Desember 2018

Model Pembelajaran Pengawasan Laku

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 21.28.00 0 komentar
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan dan tuntutan masyarakat modern.                                                     
Anak-anak usia sekolah dasar atau periode anak usia tengah, umumnya berada dalam proses perkembangan yang berlangsung dengan cepat dalam aspek fisik, emosional, intelektual dan sosial. Dalam tahap perkembangan tersebut, tak jarang anak mengalami hambatan atau bahkan melakukan perilaku yang keliru yang dapat merugikan mereka, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Perilaku yang dicerminkan dapat berupa perilaku yang positif dan perilaku yang negatif, salah satunya yaitu berupa perilaku kenakalan. Kenakalan pada anak dimaknai sebagai suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma–norma yang hidup di tengah masyarakat. Pada umumnya, kenakalan merupakan produk konstitusi defektif dari mental dan emosi, yaitu mental dan emosi anak yang belum matang (labil) dan rusak (defektif) sebagai akibat proses pengondisian oleh lingkungan yang buruk
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru bermuara pada terjadinya proses belajar siswa. Dalam hal ini model-model pembelajaran yang dipilih dan dikembangkan guru hendaknya dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mendaya gunakan potensi yang mereka miliki secara optimal. Model-model pembelajaran dikembangakan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai Karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru juga harus selayaknya tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi.
  Dasar teoritik dari kelompok model pembelajaran ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications” . Semua model pembelajaran ini bersumber dari kerangka teori behavioral. Istilah-istolah lain yang sejenis dan dipergunakan adalah teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi prilaku, dan terafi prilaku. Kelompok model ini lebih menekankan pada asfek perubahan prilaku psikologis dan prilaku yang tidak ddapat diamati. Model-model prilaku mempunyai penerapan yang cukup luas dan diarahkan kepada bermacam-macam tujuan pendidikan, latihan prilaku antar pribadi, dan terapi. Berdasarkan pada pengendalian stimulus dan penguatan, model-model behavior (prilaku) dan kondisi-kondisi antara, baik secara idividual maupun secara kelompok, telah banyak penelitian yang dilakuan untuk mengkaji model-model ini.
            Salah satu dari karakteristik umum pada model pembelajaran prilaku, adalah dalam prihal penjabaran yang harus dipelajari peserta didik, yaitu penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari menjadi serangkaian prilaku dalam bentuk yang lebih kecil dan berurutan.










1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian model pembelajaran sistem perilaku
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan model pembelajran kelompok sistem perilaku
3. Untuk mengetahui teori model belajar kelompok sistem perilaku
4. Untuk Mengetahui pengertian model pembelajaran intruksi langsung
5. Untuk Mengetahui kekurangan dan kelebihan model pembelajaran intruksi langsung.
6. Untuk Mengetahui sintak model pembelajaran intruksi langsung
7. Untuk Mengetahui sistem pendukung model pembelajaran intruksi langsung
8. Untuk Mengetahui perinsip perinsip reaksi model pembelajaran intruksi langsung.
9. Untuk Mengetahui sistem sosial  model pembelajaran intruksi langsung
10. Untuk Mengetahui model pembelajaran intruksi langsung












BAB II
LITELATUR
2.1 Kajian Teoritik
2.1.1 Pengertian model pengawasan laku
menurut kemp dalam ( Sundari, 2015: 108), model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasibelajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih. Model pembelajaran berisi strategi-strategi pilihan guru untuk tujuan-tujuan tertentu di kelas. Sementara,strategi merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajarantercapai secara efektif dan efisien.
Menurut pargito & wahyuni (2016 : 33),  Pemakaian model pembelajaran dalam proses belajar mengajar membangkitkan kemajuan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Oleh karena itu dengan penggunakan model pembelajaran diharapkan akan adanya perubahan suasana belajar menjadi lebih bervariasi dan aktif yang tentunya diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap pemahaman siswa dalam menerima materi-materi yang disampaikan oleh guru. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Proses pembelajaran yang berhasil guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tuuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif. Untuk menjalankan paradigma pembelajaran harus digunakanlah model-model pembelajaran yang dipakai dalam proses belajar mengajar.       
Menurut Nisrima & Hayati (2016 : 193 ), Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Dari pandangan biologis Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
.
Menurut sundari (2015  :112), Model pembelajaran modifikasi tingkah laku telah mengembangkan sistemn yang efisien dalam upayan penyusunan aktivitas-aktivitas belajar dan membentuk perilaku melalui manipulasi penguatan.
Menurut  gecer dalam (Ulug & Ozden , 2011 : 739), For a teacher, being able to interact with the student and display positive behavior such as asking questions, understanding their thoughts, showing interest and appreciation increases the students’ motivation and success. While working towards providing students at a certain development level information, experience and behavior on a certain topic, teachers become role models for students by way of their own behavior and attitude. Positive attitudes lead to success while negative attitudes lead to failure and as a result success can lead to positive ego attitudes while failure leads to negative ego attitudes. For example, if the teacher engages in belittling comments owards a student due to his/her failure, the negative effects of this will be inevitable
Menurut gecer dalam (Ulug & Ozden, 2011 : 739), Untuk seorang guru, mampu berinteraksi dengan siswa dan menampilkan perilaku positif seperti mengajukan pertanyaan, memahami pikiran mereka, menunjukkan minat dan penghargaan meningkatkan motivasi dan kesuksesan siswa. Sambil bekerja untuk memberikan siswa pada tingkat perkembangan informasi, pengalaman dan perilaku tertentu suatu topik tertentu, guru menjadi teladan bagi siswa dengan cara perilaku dan sikap mereka sendiri. Positif Sikap mengarah pada kesuksesan sementara sikap negatif mengarah pada kegagalan dan sebagai hasilnya kesuksesan dapat mengarah pada ego positif Sikap sementara kegagalan mengarah pada sikap ego negatif. Misalnya, jika guru terlibat dalam komentar yang meremehkan
terhadap seorang siswa karena kegagalannya, efek negatif ini akan menjadi tidak terhindarkan.
2.1.2 sejarah perkembangan model pembelajran kelompok sistem perilaku
Menurut joice & weil dalam (himawan, 2018 : 11-12),  model pembelajaran kelompok sistem perilaku berawal dari eksperimen mentasi conditioning klasik, tentang penghrgaan pembelajaran, yang menerapkan perisip pavlov untuk gangguan pisikologis manusia. Dalam 40 tahun terakhir, teori perilaku telah dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan perilaku manusia dengan penghambatan timbal balik. Pada akhir 1950─an para pendidik mulai bekerja di sekolah dengan menerapkan perinsip perilaku, terutama dalam manejemen kontingensi dan materi pembelajaran terprogram. Baberapa tipe peserta didik model pembelajaran tersebut telah sukses besar. Misalnya, beberapa peserta didik yang sebelumnya tidak membuat kemajuan dalam pengembangan bahasa dan pembelajaran sosial sekarang dpat dilatih dan seringkali bisa bergaul dengan individu laian secara normal.
Selama 30 tahun terakhir, sejumlah besar penelitian telah menunjukan keefektifan model pembelajaran kelompok perilaku dalam mengatasi berbagai macam masalah belajar, mulai drai fobia terhadap mata pelajaran seperti matematika, keterampilan sosial, masalah perilak, dan kecemasan tes. Penelitian ini juga menunjukan bahwa peosedur ini dapat digunakan secara efektif dalam pengaturan kelompok dan oleh orang awam. Kami percaya bahwa teori perilakiu saat ini menawarkan serangkaian model yang sangat berguana bagi guru, perencanaan kurikumlum, dan penyusunsna materi pembelajaran (himawan : 12).
Menurut joice & weil dalam (himawan, 2018 : 12), Istilah seperti teori pembelajaran, teori pembelajran sosial, modifikasi perilaku, dan terapi perilaku telah lama digunakan oleh berbagai ahli dibidang ini untuk merujuk pada model pembelajaran kelompok perilaku. Karena setiap istilah umumnya berkaitan dengan satu bentuk teori dasar tertentu, dalam hal ini menggunakan teori perilaku istilah yang lebih netral untuk mencakup prosedur yang di analisis dari perinsip operan dan penilaian.
2.1.3 teori model belajar kelompok sistem perilaku
Menurut joice & weil dalam (himawan, 2018 : 13), Teori perilaku berkonsentrasi pada perilaku yang dapat diamati dan mengambil pandangan yang optimis. Dengan kondisi dan waktu yang tepat, tujuan dalam belajar (dan tidak belajar) dapat tercapai dengan baik. Intinya, stimulus membangkitkan perilaku (respon) yang menghasilkan konsekuensi. Timbal balik konsekuensi negatif akan membuat kecil kemungkinanya bahwa tingka laku akan muncul, para teoritikus perilaku percaya bahwa tanggapan internal (seperti rasa takut akan kegaglan), yang menengahi tanggapan yang dapat diamati (seperti menghindari bahaya yang membangkitkan rasa takut akan kegagalan) dapat diubah.
Menurut willems dalam (zerz eva, 2008 :265), novel approach to systems and control theory, called the behavioral approach. Now, two decades later, many researchers, both applied mathematicians and theoretically inclined engineers, have taken up his ideas and have formed a lively community devoted to advancing and extending behavioral systems theory.
Menurut willems dalam (zerz eva, 2008 : 265), pendekatan baru untuk sistem dan teori kontrol, disebut pendekatan perilaku. Sekarang, dua dekade kemudian, banyak peneliti, baik yang diaplikasikan matematikawan maupun insinyur yang cenderung teoritis, telah mengambil ide-idenya dan telah membentuk komunitas yang hidup yang ditujukan untuk maju dan memperluas teori sistem perilaku.
Menurut joice & weil dalam (himawan, 2018 : 14 ), Meskipun perinsip behavioris telah digunakan untuk merancang pembelajaran, seperti sumulasi, yang telah digunakan oleh sejumlah besar peserta didik, karangka acuan behavioris cenderung mengarah pada diskrit, konkret, dan individual. Dua rangkaian yang serupa secara eksternal tidak harus diljajutkan dari rangkaian asli yang sama (satu orang yang mungkin ramah secra lahiriahkarena keramahan menarik orang sementara orang lain mungkin berperilaku serupa, namun untuk menghindari dijauhi atau diabikan. Sebaliknya, tidak ada dua orang yang akan merespon  stimulus yang sama dengan cara yang yang persis sama. Akibatnya, prosedur untuk mendorong perilaku baru melibtkan penetapan tujuan perilaku individual yang spesifik. Hal ini tidak berarti bahwa pelatihan kelompok tidak mungkin dilakukan. Hal ini berarti bahwa tujuan setiap peserta didik mungkin berbeda dan bahwa proses pelatihan perlu disesuaikan secara individual dalam hal konten.
Menurut taber dkk dalam (himawan, 2018 : 15), Gagasan kunci dalam teori perilaku didasarkan pada paradigma responsif pengulangan stimulus di mana perilaku menusia dianggap berada dibawah kendali lingkungan eksternal. Stimulus adalah “kondisi, peristiwa atau perubahan lingkungan individu yang menghasilkan perubahan perilaku”. Menurut joice & weil dalam himawan ( 2018 : 15), Stimulus bisa berupa lisan (oral atau tulisan ) atau fisik. Respon dapat didefinisikan sebagai unit perilaku. Tanggapan mungkin terselubung, seperti kecemasan atau ketegangan, seperti berbicara, memukul bolah, atau menendai sebuah kertas. Perilaku kompleks terdiri dari respon yang terdiri dari berbagai jenis tanggapan yang terkait secra fungsional ( seperti dalam pemecahan masalah pembagia yang penjang ).
Our challenge is to align our services with the theoretical framework as it evolves. Meantime, I expect work to emerge within the Learning Futures initiative to explore user behaviour with students given the ongoing evolution in the use of digital resources, ebooks and changes to the supply model. (Suzanne Enright, 2012 : 25)

Tantangan kamu adalah menyelaraskan layanan kamu dengan kerangka teoritis saat berevolusi. Sementara itu, saya mengharapkan pekerjaan muncul dalam inisiatif Pembelajaran Berjangka untuk mengeksplorasi perilaku pengguna dengan siswa mengingat evolusi yang sedang berlangsung dalam penggunaan sumber daya digital, ebooks dan perubahan pada model pasokan. (Suzanne Enright, 2012: 25)


2.2.4  Model pembelajaran langsung
a. Penertian model pembelajarn langsung
Model intruksi langsung ini didasarkan penelitian mengenai guru pada yang efektif, model ini tetap meiliki teori yang bersumber dari kelompok model perilaku, khususnya drai pemikiran para piskolog training dan perilaku ( joyce & weil : 547). Pemilihan model pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh materi yang akan diajarkan, juga mempengaruhi tujuan yang akan dicapai  dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik, Di samping itu pula setiap model pembelajaran selalu memiliki tahap-tahap (sintaks) yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain memiliki perbedaan. Oleh karena itu guru perlu menguasa dan dapat menerapkan berbagai lmodel pembelajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajar yang ingin dicapai setelah proses  pembelajarn sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan (Djuanda & maulana : 170).
Menurut kardi dalam (djuanda &  maulana, 2015 : 170), Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangka demi selangka.pendekatan mengajar ini sering disebut model pengajaran langsung. Apabila guru menggunakan model pengajarn langsung ini, guru mempunyai tanggung jawah untuk mengidentifikasi tujuan pembelajarn dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi / materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan / mendemonstrasikan yang dikombinasikan  dengan latihan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik. Model pengajarn langsung ini dirancang khusus menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan penetahuan prosedural dan pengetahuan dekralatif yang terstruktur dengan baik, yang dapt diajrkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangka demi selangka (Djuanda & maulana : 171).

Menurut Wenno (2014 : 170),  Direct instruction model is a learning model that has been commonly used in teaching and proven to be effective in improving student learning outcomes both in physics and non-physical subjects .According to  direct instruction is a teaching model that is teacher centered, which means that the teacher is responsible for identifying learning objectives, and then play an active role in explaining the content or skills to students. By this model, the teacher demonstrates knowledge or skills to students step by step. Furthermore, students are given the opportunity to apply the concepts or skills they learned, and the teacher gives feedback. As stated by that the advantage of direct instructional model is when the teaching learning process occurred, there is a communication that enables efficient exchange of information between teachers and students. The purpose of the current study was to determine the level of student mastery on the concept of measurement through direct instructional model

Menurut Wenno (2014 : 170),  Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang telah umum digunakan dalam pengajaran dan terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa baik dalam mata pelajaran fisika dan non-fisik. Sesuai dengan instruksi langsung adalah model pengajaran yang berpusat pada guru, yang berarti bahwa guru bertanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran, dan kemudian memainkan peran aktif dalam menjelaskan konten atau keterampilan kepada siswa. Dengan model ini, guru menunjukkan pengetahuan atau keterampilan kepada siswa selangkah demi selangkah. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk menerapkan konsep atau keterampilan yang mereka pelajari, dan guru memberikan umpan balik. Sebagaimana dinyatakan oleh bahwa keuntungan dari model pembelajaran langsung adalah ketika proses belajar mengajar terjadi, ada komunikasi yang memungkinkan pertukaran informasi yang efisien antara guru dan siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat penguasaan siswa pada konsep pengukuran melalui model pembelajaran langsung.
Menurut gesten dalam (kim & axelrod, 2005 : 113), If child-centered educational systems are revolutionary reactions to conventional basal instruction, Direct Instruction is a radical reform of them. Instead of attacking the philosophical underpinnings or implications of conventional instruction, Direct Instruction focuses on improving its efficacy. Direct Instruction advocates criticize the scattershot approach of common basal instruction, which is geared toward the average student. Other students—those who find the material and/or instruction too difficult or too simplistic—are largely left to adjust or adapt as best they can. Child-centered approaches provide open-ended engagements for students so that they can explore curricular material at their own interest and aptitude (kim & axelrod: 113).
Menurut gesten dalam (kim & axelrod, 2005 : 113), Jika sistem pendidikan yang berpusat pada anak bersifat revolusioner reaksi terhadap instruksi basal konvensional, Instruksi Langsung adalah reformasi radikal mereka. Alih-alih menyerang fondasi filosofis atau implikasi konvensional instruksi, Instruksi Langsung berfokus pada peningkatan kemanjurannya. Pendukung Direct Instruction mengkritik pendekatan scattershot dari instruksi basal umum yang diarahkan pada rata-rata siswa. Siswa lain — mereka yang menemukan materi dan / atau instruksi terlalu sulit atau terlalu sederhana — sebagian besar dibiarkan menyesuaikan atau beradaptasi sebaik mungkin. Pendekatan berpusat pada anak memberikan keterlibatan terbuka bagi siswa sehingga mereka dapat mengeksplorasi materi kurikuler sesuai minat dan bakat mereka sendiri.
Menurut brasch, dkk (dalam Bechtolt & Blecher, 2014 :1), Direct Instruction (DI) flashcards provide a researched based, systematic, effective form of instruction for increasing student knowledge across many academic areas. Employing the DI flashcard system provides the systematic instruction that has been shown to be effective for teaching students with disabilities a wide range of skills.
Menurut brasch, dkk dalam (Bechtolt & Blecher, 2014: 1), Direct Instruction (DI) flashcards menyediakan bentuk instruksi yang diteliti, sistematis, dan efektif untuk meningkatkan pengetahuan siswa di banyak bidang akademik. Mempekerjakan sistem flashcard DI memberikan instruksi sistematis yang telah terbukti efektif untuk mengajar siswa penyandang cacat berbagai keterampilan.
Menurut gueen allen (2009 : 137), direct instruction is a teaching method which teachers direct the instruction from one lesson on the next within a fixed time period.it is sometimes referred to as a formal lesson. direct instructions has come to have a number of different meanings, teaching  from a type of  classroom management system to any type of structured teaching to as set of specific steps to be followedd in teaching a lesson.
Menurut gueen (2009: 137), instruksi langsung adalah metode pengajaran yang guru mengarahkan instruksi dari satu pelajaran ke pelajaran berikutnya dalam periode waktu yang tetap. Kadang-kadang disebut sebagai pelajaran formal. instruksi langsung telah memiliki sejumlah arti yang berbeda, mengajar dari jenis sistem manajemen kelas untuk semua jenis pengajaran terstruktur ke set langkah spesifik yang akan diikuti dalam mengajarkan pelajaran.

Menurut Magliaro, dkk (2005 : 43-44), di has been used to describe a range of instructional models used in face to-face learning contexts—all designed to promote on-task student behavior by the teacher’s effort to monitor and control student classroom attention and persistence The various models have emerged from primarily behavioral traditions; however, over time the models have reflected the prevailing theoretical orientation to and interpretation of teacher-directed actions in a classroom. Moreover, these models may not be entitled DI per se, but share key components that translate very well into design features of live, as well as technologyenhanced or technology-driven, instruction. These components are:
1. Materials and curriculum are broken downinto small steps and arrayed in what is assumed to be the prerequisite order.
2. Objectives must be stated clearly and in terms of learner outcomes or performance.
3. Learners are provided with opportunities to connect their new knowledge with what they already know.
4. Learners are given practice with each step or combination of steps.
5. Learners experience additional opportunities to practice that promote increasing responsibility and independence (guided and/or independent; in groups and/or alone).
6. Feedback is provided after each practice opportunity or set of practice opportunities.
Menurut Magliaro, dkk (2005: 43-44), di telah digunakan untuk mendeskripsikan berbagai model pembelajaran yang digunakan dalam konteks pembelajaran tatap muka - semuanya dirancang untuk mendukung perilaku siswa yang dilakukan oleh guru untuk memantau dan mengendalikan perhatian kelas siswa. dan ketekunan Berbagai model muncul dari tradisi perilaku yang terutama; namun, lama kelamaan model tersebut mencerminkan orientasi teoritis yang berlaku dan interpretasi tindakan yang diarahkan guru di ruang kelas. Selain itu, model-model ini mungkin tidak berhak DI per se, tetapi berbagi komponen kunci yang diterjemahkan sangat baik ke dalam fitur desain hidup, serta teknologi atau didorong teknologi, instruksi. Komponen-komponen ini adalah:
1. Bahan dan kurikulum dipecah menjadi langkah-langkah kecil dan tersusun dalam apa yang dianggap sebagai prasyarat.
2. Tujuan harus dinyatakan secara jelas dan dalam hal hasil atau kinerja pembelajar.
3. Pelajar diberikan kesempatan untuk menghubungkan pengetahuan baru mereka dengan apa yang sudah mereka ketahui.
4. Peserta didik diberikan latihan dengan setiap langkah atau kombinasi langkah-langkah.
5. Pelajar mengalami peluang tambahan untuk berlatih yang mempromosikan peningkatan tanggung jawab dan kemandirian (terpandu dan / atau mandiri; dalam kelompok dan / atau sendirian).
6. Umpan balik diberikan setelah setiap kesempatan latihan atau serangkaian peluang latihan.
b. Tujuan dan asumsi
Instruksi langsung memainkan peran yang terbatas namun penting dakam program pendidkan yang komprehensif. Kritik terhadap instruksi langsung memerintakan bahwa pendekatan ini seharusnya tidak digunakan setiap saat, untuk semua bidang pendidikan, atau untuk siswa. Dua tujuan untama dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan. Perilaku-perilkau guru yang tampak berhubungan dengan perestasi siswa sesunggunya juga berhubungan dengan waktu yang dimiliki siswa dan rating kesuksesan mereka dalam mengerjakn tugas, yang pada giliranya juga berhubungan erat dengan perestasi siswa ( joyce & weil : 548 - 550).
Menurut arsyad & hamka (2015 :  59), Tujuan utama model ini adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan dalam teori perilaku dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam belajar atau mengerjakan tugas dan kecepatan siswa untuk berhasil dalam mengerjakan tugas. Dengan demikian, model pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur, dan berorientasi akademik.
c. Kekurangan dan kelebihan
Menurut sanjaya dalam (arsyad & hamka, 2015 : 60), Keunggulan  pembelajarn langsung adalah guru dapat mengontrol urutan dan keluasaan materi pembelajaran sehingga dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai bahan pelajarn yang disampaikan, siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran dan dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. Menurut elistina (2016 : 150), kekurangan model pembelajaran langsung adalah siswa kurang memahami konsep materi hanya menerima informasi, cenderung menghafal.pembelajaran kurang menarik perhatian, siswa cepat merasa bosan.
d.  sintak.
Menurut joyce & weil  ( 2015 : 565 ), ada beberapa sintak sebagai berikut :
1. Tahap pertama orientasi
Guru menentukan meteri pembelajaran, meninjau pelajaran sebelumnya, menentukan tujuan pembelajran, dan menentukan prosedur pembelajaran
2. Tahap kedua presentasi
Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru, memberi representasi visual tugas, dan memastikan pemahaman.
3. Tahap ketiga praktik terstruktur
Guru memimpin kelompok kelompok melalui contoh contoh praktik dalam beberapa langkah.siswa merespon pertanyaan.guru memberi umpan balik yang bersifat membenarkan kesalahan dan memperkuat praktik pembenaran.
4. Tahap keempat praktik terbimbing
Siswa melakukan semi independen, guru memberikan pengaliran, memonitor praktik siswa, dan memeberikan umpan balik.
5. Tahap kelima praktik mandiri
Siswa berpraktik secara mandiri di rumah atau dikelas. Umpan balik ditunda. Praktik mandiri berlangsung beberapa kali selama periode yang diperpanjang.

Menurut arsyad & hamka (2015 : 60), sintak  model pembelajaran langsung
Fase Peran guru
Fase I
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informaasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase II
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan Guru mendemostrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase III
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberikan bimbingan dan pelatihan awal.
Fase IV
Mengecek pemahaman dan memberikan upan balik Guru menecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.

Fase V
Memberi kesempatan latihan mandiri Guru memberikan tugas kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang baru saja diperoleh secara mandiri.


Langkah-Langkah Penerapan Direct Instruction
Menurut  Zahriani (2014 : 101), Ada beberapa langkah yang hendaknya dipenuhi dalam penerapan model Direct Instruction ini yaitu:
1. Persiapan (Preparation)
Keberhasilan pelaksanaan model Direct Instruction sangat tergantung pada               langkah kesiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan kesiapan adalah:
a. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif
b. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar
c. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa
d. Menciptakan suasana atau iklim pembelajaran yang terbuka.
2. Penyajian
Penyajian yang akan disampaikan harus sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan, dan harus dipikirkan juga bagaimana taktik penyampaian yang akan digunakan, agar materi yang disampaikan mudah untuk dipahami
3. Korelasi
Korelasi adalah kemampuan yang diharapkan akan muncul pada siswa yaitu kemampuan untuk menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
4. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi yang diajarkan. Menyimpulkan berarti memberikan suatu keyakinan pada siswa tentang kebenaran suatu paparan
5. Mengaplikasikan (Aplication)
Pada langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi oleh siswa. Teknik yang biasanya digunakan dalam tahap ini diantaranya pertama, dengan memberikan tugas yang relevan dengan materi yang telah diajarkan. Kedua, memberikan tes yang sesuai dengan materi ajar yang telah diberikan.
Menurut  Zahriani (2014 : 102), Model Direct Instruction bertumpu pada prinsip-prinsip psikologi prilaku dan teori belajar sosial, khususnya tentang pemodelan (modeling).belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan, yaitu meniru prilaku dan pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain. Sesuatu yang dipelajari dengan perhatian yang dilakukan secara sadar dan tersimpan di dalam memori jangka panjang akan dapat diulang kembali dengan perbuatan serupa oleh si pengamat.
e.   sistem pendukung
menurut elistina (2016 : 150), pembelajaran langsung masih secara konvensional yaitu dominan metode ceramah dalam penjelasan materi, siswa belajar dengan bahan ajar buku teks, mengerjakan latihan dari lembear kerja siswa. Guru belum memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai kompleksitas materi yang disajikan.
f.    Sistem sosial
Sistem sosial dalam model intruksi langsung ini benar-benar terstruktur. Namun demikian, terdapat kesulitan-kesulitan untuk memastikan bahwa siswa mengetahuai apa yang harus dipelajari dan bagai mana pembelajaranya.upaya terkonsentrasi siswa mendorong pembelajaran (joyce & weil : 562).
g.   Prinsip prinsip reaksi
Prinsip-prinsip reaksi dipandu oleh kebutuhan untuk memberikan pengetauhan hasil, membant siswa mengandalkan diri mereka sendiri, dan melakukan penguatan.sistem dukungan mencakup rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya dengan seperangkat materi yang dikembangkan oleh tim intruksi yang diberikan secara individual (joyce & weil : 562).
2 .2 Kajian Kritis
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
model pembelajaran perilaku adalah kerangka konseptual atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik yang didasari pada tanggapan atau reaksi peserta didik terhadap rangsangan atau lingkungan.
a. sejarah perkembangan model pembelajran kelompok sistem perilaku
model beljar kelompok sistem perilaku berawal dari eksperimen pengkondisian klasik pavlov tentang penghargaan yang menerapkan perisip pavlov untuk gangguan pisikologis manusia. Dalam 35 tahun terakhir, teori perilaku telah dpengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan perilaku manusia dengan penghambatan timbal balik. Pada akhir 1950─an para pendidik mulai bekerja di sekolah dengan menerapkan perinsip perilaku, terutama bentuk managemen kontigensi dan materi pembelajaran terprogram. Bagi beberapa tipe peserta didik model pembelajaran tersebut telah sukses besar. Misalnya, beberapa peserta didik yang sebelumnya tidak membuat kemajuan dalam pengembangan bahasa dan pembelajaran sosial sekarng dapat dilatih dan seringkali bisa bergaul deno9gan individu yang lain secara normal.
Istilah seperti teori pembelajaran, teori pembelajran sosial, modifikasi perilaku, dan terapi perilaku sudah lama digunakan oleh para ahli di bidang ini untuk merujuk pada model pembelajaran kelompok perilaku tersebut. karena itu setiap istilah umumnya berkaitan dengan  dengan bentuk teori dasar tertentu, dalam hal ini menggunakan teori perilaku sitilah yang lebih netral untuk menvangkup prosedur yang di analisis dari perinsip operan dan penilaian.
b. Penertian model pembelajarn langsung
Model Pembelajaran Langsung (DI) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi.

c. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran langsung
Kelebihan
  Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
Kekurangan
Model pembelajaran langsung berlangsung pada kemampuan siswa untuk memperoleh informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
d. Sintaks
1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Para siswa perlu mengetahui  dengan jelas mengapa mereka berpartisipasi  dalam  suatu  pelajaran  tertentu,  dan  mereka perlu  mengetahui  apa  yang  harus  dapat  mereka  lakukan setelah  selesai  berperan  serta  dalam  pelajaran  itu.  Guru mengkomunikasikan  tujuan  tersebut  kepada  siswa-siswanya. Melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi tertulis  pada  papan  buletin,  yang  berisi  tahap-tahap  dan isinya,  serta  alokasi  waktu  yang  disediakan  untuk  setiap tahap. Dengan demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran dan hubungan antar tahap – tahap pelajaran itu.
2) Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan.
Kejelasan   informasi   atau   presentasi   yang   diberikan   guru kepada siswa    dapat    dicapai    melalui    perencanaan    dan pengorganisasian  pembelajaran  yang baik. Dalam melakukan presentasi  guru, harus menganalisis  keterampilan  yang kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan dipresentasikan  dalam langkah-langkah  kecil selangkah demi selangkah.
3) Menyediakan latihan terbimbing
Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara guru  mempersiapkan  dan melaksanakan  “pelatihan  terbimbing”. Keterlibatan  siswa  secara  aktif  dalam  pelatihan  dapat meningkatkan   retensi,   membuat   belajar   berlangsung   dengan lancar,  dan  memungkinkan  siswa  menerapkan  konsep/ keterampilan pada situasi yang baru.
4) Menganalisis pemahaman dan memberikan umpan balik
Pada  pengajaran   langsung,   fase  ini  mirip  dengan   apa  yang kadang-kadang  disebut  resitasi  atau  umpan  balik.  Guru  dapat menggunakan   berbagai   cara  untuk  memberikan   umpan  balik kepada siswa.
5) Memberikan kesempatan latihan mandiri
Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran  pada pengajaran  langsung  adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri.
e. Sistem Sosial
Di dalam pembelajaran langsung guru memberikan informasi secara setahap demi setahap dan merancang kegiatan sedemikian rupa. Adanya kegiatan tanya jawab akan memperlancar pembelajaran.

f. Prinsip Reaksi
1. Menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Memotivasi dan memusatkan perhatian siswa.
3. Mendemonstrasikan dan menyajikan informasi setahap demi setahap.
4.   Merencanakan dan memberikan bimbingan pelatihan awal.
5. Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik dan memberikan umpan balik.
6. Memberikan latihan mandiri berupa pekerjaan rumah.
7. Menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil.
8. Membantu siswa mengandalkan diri mereka sendiri.
9. Melakukan penguatan.
g. Sistem Pendukung
Sistem pendukung dalam model ini meliputi rangkaian pemberian tugas, media atau alat peraga seperti power point, Lembar Kerja Siswa.














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
model pembelajaran perilaku adalah kerangka konseptual atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan pembelajaran sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik yang didasari pada tanggapan atau reaksi peserta didik terhadap rangsangan atau lingkungan.
instruksi langsung adalah model pengajaran yang berpusat pada guru, yang berarti bahwa guru bertanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran, dan kemudian memainkan peran aktif dalam menjelaskan konten atau keterampilan kepada siswa
Model pembelajaran langsung memiliki lima fase yang sangat penting, yaitu fase pertama Orientasi, fase kedua Presentasi/Demonstrasi,  fase ketiga Fase Latihan Terstruktur, fase keempat Latihan Terbimbing, dan fase yang terakhir yaitu Fase Latihan Mandiri .
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fkus dan details dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan makalah yang telah di jelaskan






DAFTAR PUSTAKA

Djuanda & maulana.2015,  ragam model pembelajaran di sekolah dasar, UPI: semedang perss.
Elistina, Penerapan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Berbantuan Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar  Siswa Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SDN 5 Basi  Kecamatan Basidondo Tolitoli. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9, 2014.

Gueen allen. 2009, the block scheduling handboox.india : corwin perss.
Hamka L & Arsyad, Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sistem Gerak Di Sma Negeri 1 Donri–Donri. Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 1, April 2015.

Hamka L & Arsyad, Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sistem Gerak Di Sma Negeri 1 Donri–Donri. Jurnal Bionature, Volume 16, Nomor 1, April 2015.

Himawan P & madjis et all. 2018, Model pembelajaran sistem perilaku. Yogyakarta : Media akademi.

Joyce B & weil. 2015, models of teaching. Yogyakarta : pustaka pelajar.

Kim T & Axelrod, Direct Instruction: An Educators’ Guide And A Plea For Action. Volume Number 6, Issue Number 2, 2005.

Magliaro S. Lockee, Direct Instruction Revisited A Key Model for Instructional Technology. ETR&D, Vol. 53, No. 4, 2005.



 Nisrima s. yunus, Hayati, Pembinaan perilaku sosial remaja penghuni yayasan islam media kasih kota banda aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan Unsyiah,  Volume 1, Nomor 1 Agustus 2016.

Sundari hana, model-model pembelajaran dan pemefolehan bahasa Kedua/asing, Jurnal Pujangga Volume 1, Nomor 2, Desember 2015.


Ulug M & Ozden, The effects of teachers’ attitudes on students’ personality and
Performance. 30. 2011.

wahyuni S, Darsono, pargito, pengembangan model pembelajaran inquiry untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah sosial di masyarakat. Jurnal studi sosial, vol 4, no 1 2016.

Wenno hendrik, Direct Instruction Model to Increase Physical Science Competence of Students as One Form of Classroom Assesment. International Journal of Evaluation and Research in Education (IJERE) Vol.3, No.3, September 2014

Zahriani, Kontektualisasi Direct Instruction Dalam Pembelajaran Sains.
  Lantanida Journal, Vol. 1 No. 1, 2014.

Zers eva, behavioral systems theory a survey. Int. J. Appl. Math. Comput. Sci, Vol. 18, No. 3, 2008.


Model pembelajaran Remedial (Strategi pembelajaran fisika)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 21.24.00 0 komentar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu pembelajaran, guru diharapkan mampu mengembangkan dan memilih strategi yang tepat demi tercapainya tujuan pembelajaran. Suasana belajar siswa sangat tergantung pada kondisi pembelajaran dan kesanggupan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru. Jika pendekatan pembelajarannya menarik dan terpusat pada siswa, maka motivasi dan perhatian siswa akan terbangkitkan sehingga akan terjadi pendekan interaksi siswa dengan siswa dan siswa dengan guru kupsehingga kualitas pembelajaran akan meningkat. Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaksi, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kendati demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau

Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.46.00 0 komentar


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT).

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJRAN FISIKA (Model Pengajaran Induktif.)

Diposting oleh Fadillah Rahmayani di 20.43.00 0 komentar

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Perkembangan pengetahuan saat ini telah melaju dengan pesat dan erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Maka seharusnya seorang guru harus mampu menyesuaikan kondisi perkembangan yang telah ada saat ini dengan lebih mengembangkan sesuatu pembelajaran atau metode yang harus dilakukan ketika melakukan pembelajaran kepada siswanya. Seorang guru di tuntut mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap professional dalam memberikan pembelajaran terhadap siswa-siswanya saat digunakan dalam proses pembelajaran.
Dapat dikatakan berhasil atau tidaknya kegiatan pembelajaran, tergantung pada efektif tidaknya metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi.  Hal itu mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara optimal.
Dalam proses kegiatan pembelajaran terdapat berbagai jenis strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru. Strategi pembelajaran tersebut dapat diklasifikasi dengan menggunakan berbagai dasar (titik tolak) klasifikasi. Bagi seorang guru pemahaman tentang berbagai dasar klasifikasi tersebut disamping bermanfaat sebagai kerangka acuan untuk memahami dengan lebih baik setiap strategi pembelajaran, juga pada gilirannya akan sangat bermanfaat didalam memilih serta menggunakan setiap jenis trategi pembelajarann tersebut secara lebih efektif didalam penciptaan sistem lingkungan belajar-mengajar.
Terdapat beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih secara asal-asalan. Strategi yang digunakan haruslah strategi yang direncanakan berdasarkan pertimbangan perbedaan individu diantara siswa, yang dapat memberi feedback dan inisiatif murid untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.




1.2    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui Pengertian Model pengajaran  Induktif.
2.    Untuk mengetahui Model Pengajaran Induktif.
3.    Untuk mengetahui Tahapan-Tahapan dalam Model Pengajaran Induktif.
4.    Untuk mengetahui Strategi Pengajaran Model Induktif.
5.    Untuk mengetahui Prinsip Pengajaran Model Induktif.























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Model Induktif
2.1.1 Pengertian Model Induktif
Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dengan mengikuti jalan pemikiran tertentu agar sampai pada sebuah kesimpulan yaitu berupa pengetahuan. Oleh karena itu, proses berpikir memerlukan sarana tertentu yang disebut dengan sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : bahasa ilmiah, logika dan matematika, serta logika dan statistika. Bahasa ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran dari seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika dan statistika mempunyai peran penting dalam berpikir induktif untuk mencari konsep-konsep yang berlaku umum (Sari,2016:80-81).

Penalaran induktif adalah proses penalaran dari fakta-fakta atau observasi-observasi spesifik untuk mencapai kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta-fakta tersebut secara koheren. Penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang khusus atau spesifik ke hal-hal yang bersifat umum. Demikian juga dengan Tim PPPG (dalam Shadiq : 2004) mengemukakan bahwa penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran induktif diartikan sebagai suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar (Theresia,2015:70).

 Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamatan terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah kontekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan Hudoyo (2001) yang mengatakan bahwa pendekatan induktif berperan dari hal-hal yang bersifat konkret ke yang bersifat abstrak, dari contoh-contoh khusus ke rumus umum. Setelah siswa memahami dan merumuskan suatu konsep berdasarkna sejumlah contoh konkret, maka kemudian siswa akan sampai kepada proses generalisasi. Major (Dahiana, 2010) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju pada kesimpulan atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun suatu konsep atau generalisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi siswa akan sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati. Pendekatan induktif dirancang berlandaskan teori kontruktivisme, karena pada rancangan sintaks pembelajaran didominasi dengan kegiatan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika berdasarkan pengalaman siswa sendiri. Siswa melakukan pengamatan pada hal-hal khusus, misalnya contoh-contoh suatu konsep dan menuliskan konsep tersebut dengan bahasa siswa sendiri. Sehingga siswa belajar mengkonstruksi pengetahuan matematis menggunakan pola pikir induktif (Aisyah,2016:5-6).

Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat komplek dan umum. Generalisasi adalah salah satu ciri yang paling khas dalam metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak berarti dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas. Justru, melalui metode ini, diberikan suatu kemungkinan untuk disimpulkan. Dalam artian, bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti bahwa itu pasti benar, sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas. Maksud probabilitas disini adalah Pernyataan yang muatannya suatu hipotesa atau “ramalan” dengan suatu tingkat keyakinan tertentu tentang akan terjadinya suatu kejadian dimasa yang akan datang. Penalaran model ini dipublikasikan secara massive oleh Francis Bacon (1561-1626), Bacon yang merasa tidak puas dengan penalaran deduktif, merasa kecewa kenapa, misalnya masalah jumlah gigi kuda saja harus berdebat habis-habisan, bukannya dengan menggunakan logika induktif pemecahannya sangat mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya. Dalam satu sisi, walaupun Bacon dianggap sebagai pencetus penalaran ini namun pada hakekatnya telah berhutang budi pada sarjana muslim yang telah mengenalkan metode ini, dalam kurun waktu antara abad 9-12 masehi. H.G. Wells menyimpulkan bahwa semangat pencarian kebenaran ini dimulai oleh para pemikir Yunani, dan kembali dikobarkan oleh pemikir Muslim. Sehingga estafet penalaran ini dimulai dari pemikir Yunani, disesuaikan oleh Muslim, dan ditiru oleh Bacon. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, induksi merupakan sebuah cara berfikir yang memiliki andil besar dalam perkembangan peradaban manusia. Maka dari itu setiap pola berfikir memiliki identitasnya masing-masing. Ciri khas dari penalaran induktif adalah generalisasi. Generalisasi dapat dilakukan dengan dua metode yang berbeda. Pertama, yang dikenal dengan istilah induksi lengkap, yaitu generalisasi yang dilakukan dengan diawali hal-hal partikular yang mencakup keseluruhan jumlah dari suatu peristiwa yang diteliti. Seperti dalam kasus: penelitian bahwa di depan setiap rumah di desa ada pohon kelapa, kemudian digeneralisasikan dengan pernyataan umum “setiap rumah di desa memiliki pohon kelapa.” Maka generalisasi macam ini tidak bisa diperdebatkan dan tidak pula ragukan. Kedua, yang dilakukan dengan hanya sebagian hal partikular, atau bahkan dengan hanya sebuah hal khusus. Poin kedua inilah yang biasa disebut dengan induksi tidak lengkap. Dalam penalaran induksi atau penelitian ilmiah sering kali tidak memungkinkan menerapkan induksi lengkap, oleh karena itu yang lazim digunakan adalah induksi tidak lengkap. Induksi lengkap dicapai manakala seluruh kejadian atau premis awalnya telah diteliti dan diamati secara mendalam. Namun jika tidak semua premis itu diamati dengan teliti, atau ada yang terlewatkan dan terlanjur sudah diambil suatu kesimpulan umum, maka diperolehlah induksi tidak lengkap. Bahkan manakala seseorang seusai mengamati hal-hal partikular kemudian mengeneralisasikannya, maka sadar atau tidak, ia telah menggunakan induksi. Generalisasi di sini mungkin benar mungkin pula salah, namun yang lebih perlu dicermati adalah agar tidak terjadi sebuah kecerobohan generalisasi (Mustofa,2016:135-136).

2.2 Model Pengajaran Induktif
     2.2.1 Sintaks
Fase Satu : Mengidentifikasi Domain
·         Menetapkan focus dan batas penelitian awal.
·         Mengklarifikasi tujuan jangka panjang.
Fade Dua : Mengumpulkan dan Menghitung Data
·         Menggabungkan dan menampilkan perangkat data.
·         Menghitung dan memberi label data.
Fase Tiga : Memeriksa Data
·         Meneliti item-item secara menyeluruh pada perangkat data dan mengidentifikasi sifat-sifatnya.
Fase Empat : Membentuk Konsep-Konsep dengan Mengklasifikasi
·         Mengklasifikasi item-item dalam perangkat data dan saling mengungkapkan hasilnya.
·         Menambahkan data ke perangkat.
·         Mengklasifikasikan kembali, kemungkinan berulang kali.
Fase Lima : Menghasilkan dan Menguji Hipotesis
·         Memeriksa implikasi perbedaan antara kategori-kategori.
·         Mengklasifikasikan kategori-kategori, jika diperlukan.
·         Mengklasifikasikan kembali matriks dua arah, serta dengan koreksi, jika diperlukan.
Fase Enam : Mengkonsolidasi dan Mentransfer
·         Mencari item-item data tambahan dalam materi sumber daya.
·         Mensintesis dengan menulis tentang domain, menggunakan kategori-kategori.
·         Mengonversi kategori menjadi keterampilan.
2.2.2 Sistem Sosial
            Model pengajaran ini memiliki keunggulan untuk struktur yang moderat. Model ini bersifat kooperatif, tetapi guru sangat aktif, terus-menerus mengajarkan keterampilan yang diperlukan dan menenangkan pembahasan ketika diperlukan. Ketika instruktur mengembangkan perangkat data dan menampilkannya kepada para siswa, diperlukan control tingkat tinggi.
2.2.3 Prinsip-Prinsip Aksi -Reaksi
            Guru mengatur tugas-tugas dengan mempertimbangkan level konseptual dan apakah siswa siap untuk melaksanakan fase-fase tertentu, dan yang penting, menggunakan proses ketika diperlukan (Bruce joyce, 2016:102-105).
2.2.4 Sistem Pendukung
            Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah hal-hal yang dapat
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dengan menerapkan model itu. Hal-hal yang diamaksud berupa perangkat dan alat/bahan (Buhaerah, 2005:160)
   2.3 Tahapan-Tahapan Model Induktif
Terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), Tahap Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure), dan Aplikasi (Penerapan / Application). Didalam tahap-tahap model pembeljaran induktif terdapat tahapan yang mencerminkan aspek keterampilan metakognitif, yaitu : Fase 1 Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), dalam Induktif dapat dipadukan dengan tahap perencanaan (planning) pada strategi metakognitif yang ditandai dengan observasi dan deskripsi. Dimulai dengan menunjukkan contoh-contoh kepada siswa sehingga siswa Berpikir dan menulis apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Fase 2 Tahap Konvergen (Convergent Phase), dalam Induktif dapat dipadukan dengan tahap pemonitoran (monitoring) pada strategi metakognitif yakni untuk mencapai tujuan belajar guru membimbing siswa untuk mengidentifikasi atau mengenal pola-pola dalam contoh menggunakan beberapa pertanyaan dengan mengecek proses pemecahan masalah dengan tujuan belajar (Aprilianti dan Sugiarto, 2014:248).
Sistem pembelajaran menggunakan kesimpulan induktif dilanjutkan dengan melakukan serangkaian transmutasi pengetahuan ke set pelatihan yang diberikan, untuk mendapatkan generalisasi kasus-kasus (model konsep yang diteliti). Pelajar yang diawasi lainnya juga ada menggunakan mekanisme inferensi lain atau bahkan membatasi diri untuk menyimpan kasus (mis.pembelajar berbasis instance; Aha et al, 1991). Tergantung pada jenis pengetahuannya transmutasi yang dilakukan oleh pembelajar kita dapat memperoleh berbagai jenis konsep deskripsi (atau model). Dalam kasus tertentu pembelajar menggunakan beberapa kesimpulan induktif alternatif ada dalam literature.

Learning systems using inductive inference proceed by performing a series of knowledge transmutations to the given training set, in order to obtain a generalisation of the cases (a model of the concept under study). Other supervised learners exist that either use other inference mechanisms or even limit themselves to storing the cases (e.g. instance-based learners; Aha et al, 1991). Depending on the type of knowledge transmutations carried out by the learner we can obtain different types of concept descriptions (or models). In the particular case of learners using inductive inference several alternatives exist within the literature.( Luís Fernando Raínho Alves Torgo, 1999 )

Inferensi induktif memungkinkan manusia untuk menjadi kuatgeneralisasi dari data jarang ketika belajar tentang arti kata, sifat tak teramati, kausal hubungan, dan banyak aspek lain di dunia. Akun tradisional induksi menekankan baik kekuatan pembelajaran statistik, atau pentingnya kendala kuat dari pengetahuan domain terstruktur, teori atau skema intuitif. Kami berpendapat bahwa keduanya komponen diperlukan untuk menjelaskan sifat, penggunaan dan akuisisi pengetahuan manusia, dan kami perkenalkan kerangka Bayesian berbasis teori untuk pemodelan pembelajaran induktif dan penalaran sebagai infer- statistic ences atas representasi pengetahuan terstruktur.

Inductive inference allows humans to make powerful generalizations from sparse data when learning about word meanings, unobserved properties, causal relationships, and many other aspects of the world.Traditional accounts of induction emphasize either the power of statistical learning, or the importance of strong constraints from structured domain knowledge, intuitive theories or schemas. We argue that both components are necessary to explain the nature, use and acquisition of human knowledge, and we introduce a theory-based Bayesian framework for modeling inductive learning and reasoning as statistical inferences over structured knowledge representations.( Joshua B, 2006:1 )

Induksi berarti menawarkan kebenaran umum dengan menunjukkan, bahwa jika itu benar untuk kasus tertentu. Itu benar untuk semua kasus semacam itu. Pendekatan induktif bersifat psikologis. Metode induktif mengembangkan rasa ingin tahu dengan individu yang membutuhkan hari. Pendekatan induktif disponsori oleh Pestalozzi dan Francis Bacon. Pendekatan induktif didasarkan pada proses induksi dalam proses belajar mengajar. Dalam dunia matematika, ini adalah metode membangun formula dengan bantuan sejumlah besar contoh nyata, nyata, dan nyata. Dengan menggunakan metode pengajaran matematika ini siswa mengikuti konten dengan minat dan pemahaman yang besar di berbagai tingkatan terutama di tingkat dasar. Metode induktif lebih berguna dalam pelajaran aljabar, geometri, trigonometri, dan aritmatika. Metode induktif berasal dari contoh-contoh khusus untuk aturan umum rumus, ilustrasi konkret untuk aturan abstrak, dikenal tidak diketahui dan sederhana hingga kompleks.
Induction means to offer a general truth by showing, that if it is true for a particular case. It is true for all such cases. Inductive approach is psychological in nature. Inductive method develops curiosity with in the individual which is need of the day. Inductive approach is sponsored by Pestalozzi and Francis Bacon. Inductive approach is based on the process of induction in teaching learning process. In the world of mathematics it is a method of constructing a formula with the help of a sufficient number of concrete, actual and real examples. By using this method of teaching mathematics the students follow the content with great interest and understanding at various levels especially at elementary level. Inductive method is more useful in algebra, geometry, trigonometry and arithmetic teaching and learning. Inductive method proceeds from particular examples to general rules of formulae, concrete illustration to abstract rules, known to unknown and simple to complex.
( Dr. Malik Amer Atta, 2015 :21)

Pendekatan induktif mengacu pada gaya pengenalan bahasa konteks yang mengandung aturan sasaran di mana siswa dapat menginduksi aturan tersebut melalui konteks dan contoh contoh praktis. Dengan kata lain, urutannya dalam pendekatan ini pergi dari menciptakan situasi dan memberikan contoh kepada generalisasi di mana siswa harus menemukan generalisasi seperti itu oleh diri mereka sendiri atau dengan bantuan guru. Mautone (2004) mengatakan bahwa dengan pendekatan induktif, guru menunjukkan kepada siswa mereka serangkaian contoh dan tidak ada contoh, kemudian pandu mereka untuk memperhatikan suatu pola dan muncul dengan generalisasi atau aturan konsep. Pendekatan induktif, pada gilirannya, bergerak dari spesifik ke umum. Para pembelajar pertama kali ditunjukkan banyak contoh yang mengandung tertentu struktur gramatikal dalam konteks yang berbeda dan mereka harus bekerja aturan sendiri. Selanjutnya para siswa menerapkan aturan dengan berbagai latihan dan dalam konteks yang berbeda untuk belajar bagaimana mereka benar-benar bekerja secara nyata penggunaan bahasa.

The inductive approach refers to the style of introducing language context containing the target rules where students can induce such rulethrough the context and practical examples. In other words, the sequence in this approach goes from creating a situation and giving examples to the generalization where students should discover such generalization by themselves or with the teacher's help. Mautone (2004) says that with and inductive approach, teachers show their students a series of examples and non-examples, then guide them toward noticing a pattern and coming up with the generalization or concept rule.The inductive approach, in its turn, moves from specific to general.The learners are first shown many examples that contain a certain grammatical structure in different contexts and they have to work out the rules by themselves. Next the learners apply the rules with various exercises and in different contexts to learn how they actually work in real language use. (Limris Gorat ,2013:80-81)
               
Pendekatan pengajaran induktif yang diarahkan adalah di mana instruksi dimulai dengan ‘spesifik,’ biasanya satu set pengamatan atau data eksperimental. Ketika para pembelajar mencoba menganalisis dan menafsirkan contoh-contoh spesifik, skenario khusus dengan beberapa petunjuk dan bantuan lain dari guru, pelajar kemudian menyadari atau menemukan generalisasi matematika, aturan, prosedur dan prinsip matematika (Prince and Felder, 2006, p.1). Maka dengan pengajaran induktif hubungan matematika dibangun oleh peserta didik karena mereka mengevaluasi secara kuantitatif generalisasi dalam subset yang tepat dari semua kemungkinan kasus (Stylianides, 2011, hal. 1; Harel dan Sowder, 1998, 2007). Evaluasi kuantitatif ini mungkin melibatkan tes numerik atau uji coba hubungan dan refleksi yang diberikan pada contoh spesifik (Morselli, 2006, hal 6). Beberapa manfaat berasal dari eksplorasi spesifik yang induktif ini. Beberapa manfaat termasuk membangun koneksi matematika (Morselli, 2006), menemukan pola, memberikan wawasan tentang apa yang perlu dipecahkan selama pemecahan masalah (Harel dan Sowder, 1998) dan retensi fakta matematika (Prince and Felder, 2006). Pemikiran induktif adalah kecenderungan alamiah untuk mengevaluasi pernyataan matematika secara probabilistik. Berpikir induktif kebiasaan telah terbukti mapan di antara peserta didik (CadawalladerOlsker, 2009). Setelah ditanamkan di peserta didik kebiasaan berpikir induktif mereka telah dilaporkan sulit untuk dihilangkan atau dibatalkan (CadawalladerOlsker, 2009; Harel and Sowder, 1998). Itu adalah salah satu tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pemahaman ini dengan baik didokumentasikan keterbatasan pengajaran induktif di antara guru-guru matematika di-layanan guru terlepas dari itu manfaat tersebut. Kami sekarang beralih ke pemikiran deduktif.

Directed inductive teaching approach is whereby instruction begins with ‘specifics,’ typically a set of observations or experimental data. As the learners try to analyse and interpret the specific examples, specific scenarios with some hints and other assistance from the teacher, the learners then realize or discover the mathematical generalizations, rules, procedures and mathematical principles (Prince and Felder, 2006, p.1). Hence with inductive teaching mathematical relationships are built by learners as they quantitatively evaluate the generalizations in a proper subset of all possible cases (Stylianides, 2011, p. 1; Harel and Sowder, 1998, 2007). These quantitative evaluations may involve numeric tests or trials of given relationships and reflections on the specific examples (Morselli, 2006, p. 6). Several benefits are derived from these inductive explorations of specifics. Some of the benefits include building mathematical connections (Morselli, 2006), discovering of patterns, providing insights on what needs to be solved during problem solving (Harel and Sowder, 1998) and retention of mathematical facts (Prince and Felder, 2006). Inductive thinking is the natural tendency to evaluate mathematical statements probabilistically. Inductive thinking habits have been shown to be well established among learners (CadawalladerOlsker, 2009). Once inculcated in learners inductive thinking habits they have been reported to be difficult to eradicate or undo (CadawalladerOlsker, 2009; Harel and Sowder, 1998). It was one of the goals of this study to find out the level of grasp of this well documented limitation of inductive teaching among in-service mathematics student teachers in spite of its aforementioned benefits. We now turn to deductive thinking. (Zakaria Ndemo, 2017: 76)


2.4  Strategi Pembelajaran Model Induktif
Menurut (Dr.warsiman,m.pd,2016:47-48) Ia mengatakan bahwa system berpikir yang dianggap paling baik menurutnya adalah berpikir yang dilandasi oleh cara induktif, yaitu proses dalam berpikir  berlangsung dari hal hal bersifat khusus ke hal hal yang bersifat umum. Proses belajar yang demikian menuntut agar suatu simpulan ditarik atas dasar adanya fakta fakta yang kongkret sebanyak banyaknya . semakin banyak fakta yang terkumpul akan semakin mendukung suatu simpulan yang akurat. Menurut Dahar (1996:6) suatu teori yang di dasari oleh kontruksi induktif akan bekerja dari bawah ke atas . lebih lanjut ia mencontohkan bahwa penelitian yang berangkat dari teori induktif akan menghasilkan rumusan teori yang mencakup pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Menurut(Moedjiono dan dimyati, 1992:113) Model induktif sebenarnya di rancang untuk mengembangkan proses berpikir yang induktif . berpikir induktif yang di maksud adalah berpikir yang di rancang menurut pola penalaran setapak demi setapak. Pola penalaran yang demikian ini dengan perkembangan proses berpikir anak, bahwa anak pada umumnya  memiliki kemampuan berpikir secara gradual,terutama anak pada masa masa pencarian jati diri (Ali dan Asrun, 2006:8). Bahkan pada masa tersebut anak mengalami saat transisi intelektual, yakni dari kemampuan berpikir konkret berangsur angsur menuju pada kemampuan berpikir abstrak.
Model berfikir induktif jika di hubungkan dengan proses pembelajaran setidaknya memiliki tiga strategi yaitu :
1.      Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada fase ini langkah pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan menguraikan masalah menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian mengelompokkan fakta fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan selanjutnya adalah menentukan susunan fakta tersebut .
2.      Interprestasi data . pada fase ini langkah pembelajaran dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan hubungan antar fakta, lalu menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.
3.      Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran yang di ambil adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan yang terakhir adalah pemeriksaan ramalan.

Menurut (Firmina angela nai,2017:243) Strategi induktif merupakan cara pembelajaran yang di kembangkan atas dasar pemikiran induktif yakni pemikiran untuk menarik suatu simpulan dari data yang teramati. Model ini menekankan pengalaman lapangan seperti mengamati suatu gejala, mencoba suatu proses , dan menyimpulkan . model ini dapat di gunakan untuk belajar semua mata pelajaran , di kembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah informasi dan di kembangkan atas dasar pemikiran bahwa kemampuan berpikir dapat di ajarkan. Aktifitas berpikir (pembentukan konsep),merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data . proses bepikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan artinya untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu , prasyarat tertentu harus di kuasai terlebih dahulu.
2.5 Prinsip Model Pembelajaran Induktif
Model ini direancang untuk memanfaatkan kemampuan anak laki-laki untuk berpikir secara induktif. PWIM memungkinkan mereka untuk melakuka generalisasi yang membentuk dasar analisis sruktural dan fonetik. Dan itu menghormati kemampuan berpikir mereka. Dengan demikian, prinsip utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang gambar mereka.
The picture word inductive model can be used to teach phonics and spelling both inductively and explicitly. However, the model is designed to capitalize on hildren’s ability to think inductively. The PWIM enables them to buid generalizations that form the basis of sructural and phonetic analysis. And it respects their ability to think. Thus, a major principle of the model is that students have the capability to make generalizations that can help them to master the conventions of language.the instructional sequence of the model cycles and recycles through the following activities: The students study a picture selected by the teacher identify what they see in the picture for the teacher to label read and review the words generated use the picture word chart to read their own sets of word classify words according to properties they can identify and develop titles, sentences, and paragraphs about their picture (Calhoun, 1999:21-22).

Meskipun belum menjadi isu yang jauh lebih menonjol dalam ILP daripada perdebatan yang eksplisit, pertanyaan mengenai keefektifan metode pembelajaran induktif sebagai lawan deduktif adalah untaian penelitian yang sangat menjanjikan dalam penelitian pragmatik. Sebenarnya, ini bisa dilihat sebagai perpanjangan atau penyempurnaan dari perdebatan implisit-eksplisit karena dibutuhkan analisis desain instruksional selangkah lebih maju, mengatasi masalah urutan instruksi dan peran kegiatan peningkatan kesadaran di kelas.
Although as yet a much less prominent issue in ILP than the explicitimplicit debate, the question concerning the effectiveness of inductive as opposed to deductive teaching methods is a highly promising strand of research in acquisitional pragmatics resaerch. In fact, it could be seen as the extension or refinement of the explicit-implicit debate since it takes the analysis of instructional designs one step further, addressing issues of the sequencing of instruction and the role of consciousness-raising activities in the classroom (Glaser,2014:58-59).
2.6 Kajian Kritis                                                      
Pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing
Struktur sosial dalam pembelajaran menjadi ciri lingkungan kelas yang sangat dibutuhkan untuk belajar melalui model pembelajaran induktif. Model pembelajaran induktif mensyaratkan sebuah lingkungan belajar yang mana di dalamnya siswa merasa bebas dan terlepas dari resiko takut dan malu saat memberikan pendapat, bertanya, membuat konklusi dan jawaban. Mereka harus bebas dari kritik tajam yang dapat menjatuhkan semangat belajar.

Model ini dikembangkan atas dasar beberapa postulat sebagai berikut:
1. Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Artinya, dalam seting kelas, bahan-bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi kognitiftertentu.
Dalam seting tersebut, dimana siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam suatu sistem konsep,yaitu:

  • Saling menghubung-hubungkan data yang diperoleh satu sama lain serta membuat kesimpulan berdasarkan hubungan-hubungan tersebut 
  • Menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahuinya dalam rangka membangun hipotesis,dan 
  • Memprediksi dan menjelaskan suatu fenomena tertentu. Guru, dalam hal ini, dapat membantu proses internalisasi dan konseptualisasi berdasarkan informasi tersebut 

2. Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful). Artinya, agar dapat menguasai keterampilan berpikir tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasai terlebih dahulu, dan urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karenanya, konsep tahapan beraturan ini memerlukan strategi mengajar tertentu agar dapat mengendalikan tahapan-tahapan tersebut. Peran guru dalam pembelajaran :
Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Sekali lagi, diingatkan, bahwa model pembelajaran induktif memerlukan keterampilan bertanya yang bagus dari guru. Selain itu guru juga harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, dan selalu menunjukkan ekspektasi positif terhadap pencapaian hasil belajar siswa-siswanya. Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif juga bergantung pada contoh-contoh /ilustrasi yang digunakan oleh guru serta kemampuan guru membimbing siswa untuk melakukan analisis terhadap contoh/ilustrasi.

Kelebihan Model Pembelajaran Induktif
  1. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran. 
  2. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa denganguru 
  3. Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses tanya jawab tersebut. 

Kelemahan Model Pembelajaran Induktif
  1. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam memberikan ilustrasi-ilustrasi. 
  2. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir 
  3. Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secarasempurna 
  4. Saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran induktif, guru harus telah menyiapkan perangkat-perangkat yang akan membuat siswa beraktivitas dan mengobarkan semangat siswa untuk melakukan observasi terhadap ilustrasi-ilustrasi yang diberikan, melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dengan metode ini maka kemandirian siswa tidak dapat berkembangoptimal. 
  5. Guru harus menjaga siswa agar perhatian mereka tetap pada tugas belajar yang diberikan, sehingga peran guru sangat vital dalam mengontrol proses belajar siswa. 
  6. Kesuksesan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran induktif bergantung pada contoh-contoh atau ilustrasi yang digunakan oleh guru. 
  7. Pembelajaran tidak dapat berjalan bila guru dan muridnya tidak suka membaca, sehingga tidak mempunyai pilihan dalam proses induktif.






BAB III
PENUTUP
3.1  kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :

1.      Pengertian Model pembelajaran induktif adalah sebuah pembelajaran yang bersifat langsung tapi sangat efektif untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan berpikir kritis. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasi-informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, selanjutnya guru membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang diberikan. Model pembelajaran induktif dirancang berlandaskan teori konstruktivisme dalam belajar. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) dalam penerapannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan inilah guru akan membimbing siswa membangun pemahaman terhadap materi pelajaran dengan cara berpikir dan membangun ide. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.
2.      Tahapan-tahapan model induktif Terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran induktif, yaitu : Tahap Terbuka (Open-Ended Phase), Tahap Konvergen (Convergent Phase), Tahap Penutupan (Closure), dan Aplikasi (Penerapan / Application).
3.      Strategi model pembelajaran induktif
1.      Pembentukan pengertian dan pembentukan konsep. Pada fase ini langkah pembelajaran yang di tempuh adalah mengenalkan masalah dan menguraikan masalah menjadi bagian bagian yang lebih kecil. Kemudian mengelompokkan fakta fakta yang serupa dan tidak serupa menjadi suatu kumpulan selanjutnya adalah menentukan susunan fakta tersebut .
2.      Interprestasi data . pada fase ini langkah pembelajaran dilakukan dengan memberikan pengetahuan tentang rincian fakta dan hubungan antar fakta, lalu menerangkan hal hal yang ada hubungannya dengan dukungan pada perkiraan atau hipotesis dan ramalan.
3.      Penerapan prinsip, pada fase ini langkah pembelajaran yang di ambil adalah membuat perkiraan atau hipotesis dan ramalan tersebut, dan yang terakhir adalah pemeriksaan ramalan. 



4.      Prinsip pembelajaran model induktif
prinsip utama dari model adalah bahwa siswa memiliki kemampuan untuk membuat generalisasi yang dapat membantu mereka untuk menguasai konvensi bahasa urutan instruksional dari siklus model dan mendaur ulang melalui kegiatan-kegiatan berikut : para siswa mempelajari gambar yang dipilih oleh guru mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar untuk guru untuk memberi label membaca dan meninjau kata-kata yang dihasilkan menggunakan bagan kata gambar untuk membaca kumpulan kata-kata mereka sendiri kata-kata klasifikasi menurut properti mereka dapat mengidentifikasi dan mengembangkan judul, kalimat, dan paragraf tentang gambar mereka.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan lebih fkus dan details dalam menjelaskan tentang materi di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjwabkan. Untuk saran bisaa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dan bahasan makalah yang telah di jelaskan.










DAFTAR PUSTAKA
Aisyah ani , 2016. Study literatur:Pendekatan induktif untuk meningkatkan kemampuan                 generalisasi dan self confident siswa smk. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Aprilianti, Nur faida fitri,2014. Penerapan model pembelajaran induktif untuk melatih keterampilan metakognitif siswa pada materi larutan penyangga. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Bruce Joice, 2015. Model of teaching. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Buhaerah, dkk, 2005. Model pengajaran dan pelatihan strategi kognitif (model p2sk) yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
Calhoun, Emily f. 1999. Teaching beginning reading and writing with the picture work inductive model.  Virginia : USA.
Dr. Malik Amer , dkk. 2015. Comparative study of inductive& deductive methods of teaching mathematics at elementary level. Pakistan : Institute Of Education and Research Gomal University.
Dr. Warsiman, M.Pd. 2016. Membumikan pembelajaran sastra yang humanis .Malang : Universitas Brawijaya.
Firmina Angela Nai. 2017. Teori belajar dan pembelajaran. Yogyakarta : Budi Utama.
Glaser, Karen .2014. Inductive or Deductive. Luniburg : Universitat.
Joshua B, dkk. 2006. Theory-based Bayesian models of inductive learning and reasoning. Department of Brain and Cognitive Sciences, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA, USA.

Limris Gorat. 2013. The effect of using deductive approach and inductive approach in teaching English to student on their conditional sentence mastery. Surabaya : Universitas Katolik Widya Mandala.

Luís Fernando Raínho Alves Torgo. 1999. INDUCTIVE LEARNING OF TREE-BASED REGRESSION MODELS. Departamen to de Ciência de Computadores Faculdade de Ciências da Universidade do Porto Setembro de 1999.

Mustofa, Imron . 2016. Jendela Logika dalam Berfikir: Deduksi dan Induksi sebagai Dasar                   Penalaran Ilmiah.  Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2.

Sari, Diah Prawitha.2016. Berpikir matematis dengan metode induktif , deduktif, analogi, integrative dan abstrak. Jurnal matematika dan pendidikan matematika vol. 5 universitas khairun ternate.

Teresia, Maria Nike K. 2015.  Penalaran deduktif dan induktif siswa dalam pemecahan                                                                                    masalah trigonometri di tinjau dari tingkat IQ . Surabaya : santa maria.

Zakaria ndemo. 2017. Mathematics Undergraduate Student Teachers’ Conceptions of Guided
Inductive and Deductive Teaching Approaches. Journal of Curriculum and Teaching  Vol.6 No.2


 

Fadillah's blog Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review