Menurut
Muhammad Ali dan Muhammad Asrori (2011:62)banyak definisi mengenai emosi yang
dikemukakan oleh para ahli. Istilah Emosi menurut Daniel Goleman (1995),
seorang pakar kecerdasan emosional, makna tepatnya masih sangat membingungkan
baik dikalangan psikologi maupun ahli fisafat dalam kurun waktu selama lebih
satu abad. Karena sedemikian membingungkannya makna emosi itu kata Daniel
Goleman (1995) dalam mendefinisikan emosi merujuk kepada makna yang paling
harfiah yang diambil dari Oxford English Dictionary yang memaknai emosi
sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut, Daniel Goleman (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.Sementara itu chaplin (1989)dalam Dictionary of Pshychologi mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feeling)adalah pengalaman disaadari dengan diaktifkan baik oleh terangsang eksternal maupun bermacam-macam keadaan jasmaniah.Definisi lain juga mengatakan bahwa emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda Poebakawatja, 1982). Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan termasuk kedalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.Menurut Daniel Goleman (1995), sesungguhnya ada ratusan emosi bersama dengan variasi, campuran, mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak lebih kompleks dan lebih halus dari pada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan emosi.
Analisis:Emosi menurut Daniel Goleman dalam buku M. Ali dan M. Asrori (2011:62) adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang tertentu, suatu keadaan biologis dan psikologis serta cenderung untuk bertindak.
sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut, Daniel Goleman (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.Sementara itu chaplin (1989)dalam Dictionary of Pshychologi mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feeling)adalah pengalaman disaadari dengan diaktifkan baik oleh terangsang eksternal maupun bermacam-macam keadaan jasmaniah.Definisi lain juga mengatakan bahwa emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda Poebakawatja, 1982). Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan termasuk kedalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.Menurut Daniel Goleman (1995), sesungguhnya ada ratusan emosi bersama dengan variasi, campuran, mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak lebih kompleks dan lebih halus dari pada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan emosi.
Analisis:Emosi menurut Daniel Goleman dalam buku M. Ali dan M. Asrori (2011:62) adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang tertentu, suatu keadaan biologis dan psikologis serta cenderung untuk bertindak.
Dari
uraian tersebut dapat dianalisis
bahwa Emosi menurut Chaplin dalam buku M. Ali dan M. Asrori (2011:62) adalah
suatu keadaan yang mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang sifatnya
dari perubahan perilaku. Emosi menurut Muhammad Ali dan Muhammad Asrori
(2011:62) adalah Suatu pikiran dan perasaan, suatu keadaan yang terangsang yang
menyebabkan perubahan perilaku, perubahan fisiologis dan biasanya cenderung
untuk bertindak.
Emosi
menurut Bimo W (1980:209) dalam
keadaan emosi, pribadi seseorang telah dipengaruhi sedemikian rupa hingga pada
umumnya individu kurang dapat menguasai diri lagi. Perilakunya pada umunya
tidak lagi memperhatikan keadaan sekitar. Suatu aktivitas tidak dilakukan oleh
seseorang dalam keadaan normal, tetapi kemungkinan dikerjakan oleh ynag
bersangkutan apabila sedang melakukan emosi.Oleh karena itu sering dikemukakan
bahwa emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu(khusus),
dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah
(approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut
pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat
mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
Namun demikian seseorang masih
dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus
keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian tersebut. Hal ini
berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ekman dan Friesen (Carlos, 1987)
yang dikenal dengan display rules. Menurut Ekman dan Friesen (Carlos, 1987)
adany atiga rules yaitu masking, modulation dan simulation.Masking adalah
keadaan seseorang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang
dialaminya. Emosi yang dialaminya tidak tercetus keluar melalui ekspresi
kejasmaniannya. Misalnya orang yang sangat sedih karena kehilangan anggota
keluarganya. Kesedihan tersebut dapat diredam atau dapat ditutupi dan tidak
adanya gejala kejasmanian yang menyebabkan tampaknya kesedihan tersebut. Pada
Modulasi (Modulation) orang tidak dapat meredam secara tuntas mengenai gejala
kejasmaniannya, tetapi hanya dapat mengurangi saja. Jadi misalnya karena sedih
ia menangis (gejala kejasmanian) tetapi tidak begitu mencuat-cuat. Pada
simulasi (simulation) orang tidak mengalami emosi tetapi ia mengalami emosi
seolah-olah dengan menampakan gejala-gejal kejasmanian. Menurut Ekman dan
Friesen (carlos, 1987) mengenai display rules ini dipengaruhi oleh unsur
budaya. Misalnya tidak etis kalau menangis dengan meronta-ronta dihadapan umum
meskipun kehilangan anggota keluarganya.
Sehubungan
dengan uraian tersebut dapat dianalisis bahwa Menurut Bimo Walgito (1980:209)
pada diri seseorang yang mengalami emosi tidak akan memperdulikan lingkungan
disekitarnya dan biasanya kurang dapat mengendalikan dirinya. Emosi sebagai
suatu keadaan dengan perilaku yang mengarah terhadap sesuatu dengan adanya
ekspresi kejasmanian yang ditimbulkan oleh situasi tertentu, maka orang lain
dapat mengetahui bahwa seseorang mengalami emosi. Namun Ekman dan Friesen dalam
buku Bimo Walgito (1980:209) mengemukakan orang yang mengalami emosi itu dapat
dikendalikan agar tidak tercetus keluar yang dikenal dengan display rules.
Display rules dipengaruhi oleh unsur budaya. Keadaan seseorang yang mengalami
dengan menampakan gejala kejasmanian yang tidak berlebihan.
Emosi menurut para psikologdalam M Sayyid Muhammad
Az-Za’balawi (2007,284)Para psikolog
mengkaji emosi dengan memberi perhatian yang sesuai dengan urgensinya dalam
kehidupan manusia. Emosi punya pengaruh terhadap perilaku pribadi dan sosial.
Juga pengaruh terhadap tingkat intelektualitas. Emosi dengan pengertian ini berpengaruh
terhadap segala aspek kepribadian individu, luar dan dalam.Kondisi kehidupan
kontemporer yang kelam mengharuskan mereka yang berkompeten dibidang
studi-studi dan psikolog kajian perilaku manusia untuk membekali manusia dengan
sesuatu yang membantunya menghadapi situasi-situasi sulit yang sering dia alami
dalam kehidupan sehari-hari akibat beragamnya kebutuhan-kebutuhan individu dan
minimnya sumber-sumber daya alam, disamping tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan
ini dengan kadar yang sesuai bagi seluruh atau mayoritas anggota masyarakat.
Hal itu berakibat pada terjadinya perbenturan kebutuhan-kebutuhan individu
dengan kebutuhan orang lain. Inilah faktor paling dominan dibalik meledaknya
emosi yang menguasai perilaku individu (baik remaja, pemuda atau orangtua)
dalam kehidupan kontemporer.
Emosi adalah fenomena perilaku yang
umum. hanya saja kuat lemahnya serta banyak sedikitnya berbeda-beda dari satu
masyarakat ke masyarakat lainnnya sesuai kondisi dan prinsip-prinsip pendidikan
yang mengendalikan perilaku individu setiap masyarakat.
Definisi Emosi
a. Emosi
adalah respon integral dari makhluk hidup, yang bertumpuh pada pemahaman
mengenai situasi eksternal dan internal dan mencakup perubahan-perubahan
fisiologis yang meliputi organ tubuh, pembuluh darah dan kelenjar. Dia
bertujuan menghadapi situasi yang merangsangnya, akan tetapi dengan cara yang
menyebabkan usaha menjadi kacau dan tidak mengantarkan kepada hasil yang
memuaskan.
b. George
Miller dalam M Sayyid M Az-Za’balawi (2007:284) mengartikan dengan pengalaman
yang memiliki perasaan kuat dan biasanya diiringi dengan perubahan fisik dalam
peredaran darah dan pernafasan. Biasanya juga dibarengi dengan
tindakan-tindakan pemaksaan.
c. Angel
dalam M Sayyid M Az-Za’balawi (2007:284)
mendefinisikan dengan kondisi perasaan yang kompleks yang diiringi dengan
beberapa gerakan atau aktivitas kelenjar. Atau perilaku yang kompleks yang
didominasi oleh aktivitas lambung atau organ-organ instrinsik.
d. Dr.
Muhammad Naajati dalam M Sayyid M Az-Za’balawi (2007:284) mengartikan dengan
kekacauan hebat yang meliputi segala aspek individu dan berpengaruh terhadap perilakunya,
perasaannya dan fungsi vitalnya. Asalnya dia mucul dari faktor psikologis
e. Dr.
Abdullah Abdul Hayy Musa dalam M Sayyid M Az-Za’balawi (2007:284) mengartikan
dengan perubahan tiba-tiba yang meliputi segala aspek individu baik psikis atau
fisik.
f. Sementara
Stanley dalam M Sayyid M Az-Za’balawi
(2007:284) mengartikan dengan fondasi utama yang melandasi kelahiran dan
perkembangan kekuatan mental.
Para
psikolog berbeda dalam mendefinisikan emosi sesuai dengan perbedaan sudut
pandang mereka. Adapun yang memperhatikan aspek kemunculan dan perkembangan
emosi. Ada yang memperhatikan tanda-tanda organismenya. Dan ada pula yang
menggabungkan antara tanda-tanda ekstrinsik dan instrinsik yang terjadi akibat
emosi.
Dari data tersebut dapat dianalisis bahwa emosi
adalah kejadian perilaku yang umum dan memmiliki pengaruh dari aspek perilaku,
persaan, fisiknya, psikisnya yang terjadi akibat situasi eksternal dan
internal.
Berdasarkankeduasumberbukudapatdisimpulkanbahwa Emosi
adalah reaksi terhadap seseorang atau keadaan,
Emosi dapat ditunjukkan ketika merasa senang, marah, ataupun takut
terhadap sesuatu. Emosi ada yang bersifat positif dan ada yang negatif.
Emosi mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mental dan fisik manusia, serta
pengaruh terhadap perilaku remaja. Emosi dirasakan secara psiko-fisik karena
terkait langsung dengan jiwa dan fisik. Emosi masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak
tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian
tersebut.
B.
KONDISI
PERUBAHAN FISIOLOGIS EMOSI REMAJA
Menurut M. Darwis Hude
(2002,223-232) aspek perubahan fisiologis merupakan salah satu komponen utama
yang menjadi acuan untuk menentukan terjadinya emosi dalam kehidupan manusia,
karena itu emosi dikategorikan sebagai psikofisik yang melibatkan sisi luar dan
dalam manusia. Beliau menuturkan bahwa kondisi fisiologis ketika emosi antara
lain sebagai berikut :
1.
Reaksi Internal
Perubahan
fisiologis yang terjadi dalam struktur tubuh dikelompokkan sebagai reaksi
internal, karena itu boleh jadi tidak tampak nyata pandangan dari luar, namun
dapat dirasakan oleh orang yang mengalami keterbangkitan emosi. Reaksi Internal
meliputi :
a. Denyut
jantung
Denyut
jantung yang lebih kencang dari biasanya adalah reaksi paling umum terjadi pada
hamper semua peristiwa emosi. Ketika orang kaget, marah, atau cemas hamper
dapat dipastikan degup jantungnya meningkat dari kondisi biasanya. Akibatnya
bisa bermacam-macam seperti aliran darah keberbagai organ tubuh tidak stabil,
denyut nadi tidak teratur, keppala pusing, pingsan, atau mungkin stroke.
Jantung adalah organ otonom di dalam tubuh manusia yang berfungsi memopa darah
ke seluruh tubuh, kerjanya tidak bisa diperintah menurut kemauan kita, tapi
bisa terpengaruh oleh system tubuh yang terganggu.
b. Pernapasan
Pernapasan
merupakan salah satu subsistem tubuh untuk memasukkan oksigen yang diperlukan
oleh tubuh, jika pernapasan terganggu maka terganggu pula keseluruhan system.
Faktor emosi yang dialami manusia bisa menimbulkan gangguan pernapasan, ketika
orang takut, marah, kaget, atau cemas bisa mengakibatkan pernapasannya
terganggu, tersenggal-senggal, sesak, bahkan mungkin terhenti sama sekali untuk
sementara atau seterusnya. Dalam kasus-kasus emosi berat, kelenjar ludah dapat
berhenti bekerja dan membuat tenggorokan serta piranti pita suara tidak
terstimulasi oleh air ludah dan terganggunya pernaasan. Demikian juga paru-paru
tertekan ke atas sehingga tidak dapat mengatur sirkulasi udara yang keluar
masuk melalui organ-organ pernapasan.
2.
Reaksi Eksternal
Reaksi
eksternal adalah perubahan-perubahan fisiologis yang tampak jelas dan dapat
diamati orang lain dari luar seperti disfungsi organ tertentu (tak mampu
berdiri tegak, limbung), tremor (bergetar), kulit mengeluarkan bintik-bintik
kasar, dan bulu-bulu tegak. Reaksi eksternal meliputi :
a.
Wajah
Perubahan-perubahan
yang terjadi pada wajah (termasuk organ-organ yang ada padanya seperti mata,
bibir, dahi) menjadi pertanda yang lazim dikenali saat terjadi emosi. Psikologi
memandang wajah sebagai pengenal utama keterbangkitan emosi. Kerut-kerut dahi,
gerak dan lengkung-lengkung bibir, turun naiknya alis, warna pada raut muka,
picingan mata, gerak bola mata dan pupilnya, semuanya meupakan isyarat-isyarat
yang gampang diduga oleh orang yang menyaksikannya.
b.
Kulit dan buluroma
Pada kasus-kasus
tertentu, seperti pada emosi takut dan takjub (heran disertai kekaguman)
biasanya berimplikasi pada perubahan fisiologis, seperti pori-pori kulit
mengeluarkan bintik-bintik kecil dan bulu-bulu halus menegang, dikenal dalam
bahasa sehari-hari dengan merinding, begidik, tegak buluroma. Dalam bahasa
psikologi dikenal dengan istilah reaksi GSR (galvanic skin response) yaitu
adanya getaran pada kulit yang menyebabkan bulu-bulu halus di permukaan kulit
menegang.
c.
Kinesis dan lainnya
Perubahan fisiologis
eksternal karena keterbangkitan emosi menyangkut wilayah yang luas dalam tubuh
manusia, selain muka, kulit, juga dijumpai dalam bentuk perubahan kinesis.
Sering kita jumpai seorang Ibu terkulai lemas tak kuasa berdiri ketika
mendengar berita sedih tentang anaknya, seorang Bapak bergetar tangannya saat
marah sementara anaknya melotot dengan pupil melebar memandangi video game yang
sangat menarik perhatiannya saat itu.
Dari keterangan diatas dapat dianalisis bahwa kondisi
fisiologis ketika emosi dapat dibagi menjadi dua yaitu reaksi internal dan
reaksi eksternal. Reaksi internal merupakan reaksi yang terjadi pada organ
tubuh bagian dalam, reaksi internal terdiri atas denyut jantung dan pernapasan,
sedangkan reaksi eksternal merupakan reaksi yang terjadi pada bagian luar
sehingga dapat diamati orang lain disekitarnya, reaksi eksternal meliputi
wajah, kulit dan buluroma, serta kinesis dan lainnya.
Menurut Eva Latipah (2012, 191-192)
bagian-bagian fisiologis yang dapat berubah ketika seseorang sedang mengalami
emosi kuat seperti rasa takut atau
marah, kita tentunya merasakan sejumlah perubahan pada tubuh. Sebagian besar
perubahan fisiologis yang terjadi akibat aktivasi cabang simpatik dari system
saraf otonomik untuk mempersiakan tubuh melakukan tindakan darurat. Dalam hal
ini system simpatik bertanggung jawab atas perubahan-perubahan berikut :
a. Tekanan
darah dan kecepatan denyut jantung yang meningkat
b. Pernapasan menjadi lebih cepat
c. Pupil
mata mengalami dilatasi
d. Kadar
gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi
e. Darah
membeku lebih cepat untuk persiapan jika terjadi luka
f. Motilitas
saluran gastrointestinal menurun ; darah dialihkan dari lambung dan usus ke
otak dan otot rangka
g. Rambut
dikulit menjadi tegak menyebabkan merinding.
Satu hal yang perlu diperhatikan
adalah perubahan-perubahan tersebut tentu tidak harus terjadi sekaligus. Sistem
saraf simpatis mempersiapkan organism untuk mengeluarkan energi, saat energi
mennghilang, system parasimpatik (system pengehemat energi) mengambil alih dan
menegembalikan organisme pada keadaan normal. Di sisi lain, aktivitas system
saraf otonomik dipicu oleh aktivitas didaerah otak tertentu, termasuk
hipotalamus dan system limbic. Impuls dari area-area tersebut ditransmisikan ke
nuklei dibatang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonomik.
Jenis rangsangan fisiologis yang
meningkat seperti penjelasan diatas merupakan karakteristik untuk keadaan
emosional seperti marah dan ketakutan, ketika organisme harus bersiap-siap
melakukan tindakan seperti melawan atau melarikan diri (fighting atau take
flight). Beberapa respons yang sama juga terjadi selama pengalaman yang
menyenangkan atau rangsangan seksual. Namun selama emosi kuat seperti kesedihan
atau duka cita, sebagian proses tubuh mungkin tertekan atau menjadi lambat.
Sehubungan denganketerangan
ditersebut dapat dianalisis
bahwa terjadinya perubahan fisiologis ketika emosi disebabkan karena aktivitas
cabang simpatik dari system saraf otonomik untuk mempersiapkan tubuh melakukan
tindakan darurat. Pada saat emosi menghilang, system parasimpatik (system
pengehemat energy) mengambil alih dan mengembalikan seseorang dalam keadaan
normal. Perubahan fisiologis biasanya terjadi pada organ jantung, system
pernapasan, pada wajah, serta pada bulu-bulu halus disekitar kulit.
Berdasarkan kedua sumber buku
tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan fisiologis terjadi ketika seseorang
sedang emosi, meskipun perubahan yang terjadi tidak sekaligus tetapi bertahap.
Perubahan emosi yang terjadi ketika emosi antara lain adalah denyut jantung
akan berdegup lebaih kencang, kemudian pernapasan akan terganggu biasanya
mengalami sesak napas, lalu pada wajah akan terlihat melalui ekspresinya
biasanya warnanya memerah dan dan gerak mata serta pupilnya, serta terdapat
bulu-bulu halus pada kulit yang berdiri tegak “merinding”. Umumnya perubahan
tersebut tidak terjadi sekaligus melainkan secara bertahap, namun bisa juga
hanya terjadi satu atau dua perubahan saja, jadi tidak semua orang ketika emosi
dapat mengalami semua perubahan perubahan fisiologisnya.
C.
BENTUK-BENTUK
EMOSI
Menurut
Muhammad Ali – Muhammad Asrori, hal (2011,63-64) meskipun emosi
sedemikian kompleknya, namun Daniel Goleman (1995) mengidentifikasi sejumlah
kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.
1.
Amarah, didalamnya
meliputi : brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan
kebencian patologis.
2.
Kesedihan, didalamnya
meliputi : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian,
ditolak, putus asa, dan despresi.
3.
Rasa Takut, didalamnya
meliputi : cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih,
waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.
4.
Kenikmatan, didalamnya
meliputi : bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang
sekali, dan mania.
5.
Cinta, didalamnya
meliputi : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
6.
Terkejut, didalamnya
meliputi : terkesiap, takjub, dan terpana.
7.
Jengkel, didalamnya
meliputi : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8.
Malu, didalamnya
meliputi : rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati
hancur lebur.
Dari deretan daftar emosi tersebut,
berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University of California di San
Francisco (Goleman 1995) ternyata ada bahasa emosi yg dikenal oleh bangsa –
bangsa di seluruh dunia, yaitu emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi
wajah yg didalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Ekspresi
wajah seperti itu benar – benar dikenali oleh bangsa – bangsa diseluruh dunia
meskipun memiliki budaya yang berbeda – beda, bahkan termasuk bangsa – bangsa
yang buta huruf, tidak terpengaruh oleh film, dan siaran televisi. Dengan
demikian, ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki
universalitas tentang perasaan emosi tersebut. Kesimpulan ini diambil setelah
Paul Ekman melakukan penelitian dengan cara memperhatikan foto – foto wajah
yang menggambarkan ekspresi – ekspresi emosi tersebut di atas kepada orang –
orang yang memiliki keterpencilan budaya, yaitu suku Fore di Papua Nugini, suku
terpencil berkebudayaan Zaman Batu di dataran tinggi terasing. Hasilnya
ternyata mereka semua mengenali emosi yang tergambar pada ekspresi wajah dalam
foto – foto tersebut.
Sehubungan dengan uraian tersebut
dapat dianalisis bahwa emosi dapat dilihat dari ekspresi wajah seperti, Amarah
yang didalamnya meliputi : brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal
hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan,
dan kebencian patologis; Kesedihan, didalamnya meliputi pedih, sedih, muram,
suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan despresi;
Rasa Takut, didalamnya meliputi : cemas, takut, gugup, khawatir, waswas,
perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan
fobia.
Kenikmatan,
didalamnya meliputi : bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur,
bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang,
senang sekali, dan mania; Cinta, didalamnya meliputi : penerimaan,
persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran,
dan kasih sayang; Terkejut, didalamnya meliputi : terkesiap, takjub, dan
terpana; Jengkel, didalamnya meliputi : hina, jijik, muak, mual, benci, tidak
suka, dan mau muntah; Malu, didalamnya meliputi : rasa bersalah, malu hati,
kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur; Ekspresi wajah seperti
di atas benar – benar dikenali oleh bangsa – bansa diseluruh dunia meskipun
memiliki budaya yg berbeda – beda, bahkan termasuk bangsa yg buta huruf, tidak
terpengaruh oleh film dan siaran televisi.
Menurut
Eva Latipah(2012,201)Untuk
menyatakan suatu emosi sebagai emosi primer dan untuk mendeskripsikan situasi
yang tepat untuk spesies yang lebih rendah (hewan).
Emosi
Primer dan Penyebabnya (Plutchik, 1980)
1.
Emosi sedih dalam
situasi kehilangan orang yang dicintai
2.
Takut dalam situasi
terancam
3.
Marah dalam situasi
penghalang
4.
Gembira dalam situasi
memiliki calon pasangan
5.
Percaya dalam situasi
ditengah anggota kelompok
6.
Muak dalam situasi
ditempat yang menjijikkan
7.
Antisipasi dalam
situasi kekuasaan baru
8.
Terkejut dalam situasi
benda baru yang mendadak
Pendekatan lainnya adalah dengan
menggunakan proses koknitif. Proses ini mungkin lebih tepat bagi manusia
dibanding bagi spesies lainnya seperti hewan. Pendekatan ini tidak dimulai dari
emosi primer melainkan dimulai dengan sekumpulan dimensi primer dari situasi
yang dialami seseorang.
Sehubungan dengan
uraian tersebut dapat dianalisis emosi dapat digambarkan dengan rasa
sedih, takut, marah, gembira, percaya, muak, antisipasi, dan terkejut tetapi
semua sifat emosi itu harus memandang sebuah situasi karena sifat tersebut lebih tepat bagi manusia
dibandingkan dengan spesies lainnya seperti hewan.
Menurut
Eva Latifah(2012,201-202) Aspek
Situasi Primer dan Konsekuensinya (Roseman, 1979,1984)
1.
Emosi gembira dalam
situasi diharapakan dan terjadi
2.
Emosisedihdalamsituasidiharapkan
dan tidak terjadi
3.
Emosi stress
dalam emosi tidak diharapkan dan tidak terjadi
4.
Emosi lega dalam
situasi tidak diharapkan dan tidak terjadi
Satu dimensi dari suatu situasi
adalah sifat disenangi (desirability) dari peristiwa yang diantisipasi, dan
kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut. Saat kita mengombinasikan kedua
dimensi itu, kita mendapatkan empat kemungkinan situasi (sebelah kiri tabel 8),
yang masing – masing tampaknya menghasilkan emosi yang berbeda. Jika peristiwa
yang disenangi terjadi, kita mengalami kesenangan, sedangkan jika peristiwa
yang disenangi tidak terjadi maka kita mengalami kelegaan.
Kedua pendekatan diatas tidak sepenuhnya
tidak bersesuaian. Walaupun terdapat situasi kehidupan fundamental yang memicu
tiap emosi (sebagaimana pendekatan pertama), keberadaan kita pada situasi itu
mungkin bergantung juga pada hisil interpretasi (sebagaimana dalam pendekatan
kedua). Coba perhatikan emosi rasa
takut, yang kemungkinan dipicu oleh ancaman (tabel 7). Apa yang dianggap
suatu ancaman sering kali berbeda bagi satu orang dengan lainnya, tergantung
pada pengalaman yang dimiliki serta kepribadiannya. Hal itu juga berkaitan
dengan cara seseorang memutuskan suatu situasi
sebagai pengancam yang melibatkan banyak dimensi seperti sifat disenangi
dan pengendalian (Lazarus,1991).
Dari data
tersebut dianalisisbahwa emosi dapat digambarkan dengan rasa
gembira, sedih, distres, dan lega dengan memandang situasi yang disenangi dari
suatu peristiwa yang diantisipasi dan kemungkinan akan terjadi peristiwanya.
Serta jika persistiwa yang disenangi terjadi, kita akan mengalami kesenangan
dan jika peristiwa yang disenangi tidak terjadi maka kita akan mengalami
kelegaan.
BerdasarkankeduasumberbukudapatdisimpulkanbahwaBentuk
– bentuk emosi adalah suatu tingkah laku seseorang untuk mengespresikan
dirinya, dari apa yang dirasakan dihatinya, kemudian disalurkan kepikiran dan
diekspresikan melalui tingkah laku.Emosi dapat digambarkan dengan ekspresi
wajah seperti amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, dan
malu serta emosi juga dapat digambarkan dengan rasa sedih, marah, gembira,
antisipasi, dan terkejut tetapi dengan memandang suatu situasi yg terjadi.
D. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
EMOSI REMAJA
MenurutMohammad ali dan Mohammad
asrori
(2011, 67-69) Masa
remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa
ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial,
dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umuur 13 tahun sampai umur
18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya
dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga,
atau lingkunganya.
Karena berada pada masa
peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja agak kabur, baik
bagi dirinya maupun bagi lingkunganya. Conny Semiawan (1989) mengibaratkan :
terlalu besar untuk serbet, terlalu kecil untuk taplak meja karena sudah bukan
anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energy
yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna.
Remaja juga sering kali mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir
kesepian.
Secara garis besar, masa
remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode praremaja, remaja
awal, remaja tengan, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap
periode adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Periode
Praremaja
Selama periode ini terjadi
gejala-gejala yang hamper sama antara remaja pria maupun wanita. Perubahan
fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan
penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk. Gerakan-gerakan
mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap
rangsangan dari luar dan respon mereka biasanya berlebihan sehingga mereka
mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan
meledak-ledak.
2. Periode
Remaja Awal
Selama ini perkembangan fisik
yang semakin tampak adalah perubahan fungsi alat kelamin. Karena perubahan alat
kelamin semakin nyata, remaja seringkali mengalami kesukaran dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung
menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau
bahkan merasa tidak ada orang yang mau mempedulikanya. Kontrol terhadap dirinya
bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk
meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena
adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang
kadang-adang tidak wajar.
3. Periode
Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup yang
harus semakin ditingkatkan oleh remaja, yaitu mampu memikul sendiri juga
menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung
jawab tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga
dari masyarakat sekitarnya. Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi
remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarat yang serigkali juga
menunjukan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui,
tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk.
Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang
mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan dikalangan mereka
sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin
memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan
alasan yang masuk akal menurut mereka.
4. Periode
Remaja Akhir
Selama periode ini remaja
mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukan
pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa.
Dari data tersebut dianalisis
bahwa masa remaja di bagi menjadi empat periode yaitu Periode Praremaja pada
periode ini sifat kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respon mereka
sangat berlebihan. Sehingga mereka cepat mudah tersinggug dan cengeng tetapi
juga cepat merasa senang bahkan meledak-ledak, Periode Remaja Awal eriode ini
tidak jarang remaja cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang
perhatian dari orang lain bahkan merasa tidak ada yang mempedulikanya, Periode
Remaja Tengah periode ini remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai yang
dianggap mereka benar, baik, dan pantas untuk dikalangan mereka sendiri,
Periode Remaja Akhir periode ini remaja sudah bisa menunjukan pemikiran, sikap,
perilaku yang semakin dewasa.
Biehler (1972) membagi cirri-ciri
emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia
15-18 tahun.Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
1)
Pada usia ini seorang
siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka. Sebagian kemurungan
sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubunganya dengan
kematangan seksual dan sebagian karena kebingunganya dalam menghadapi apakah ia
masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2)
Siswa mungkin bertingkah laku
kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3)
Ledakan-ledakan kemarahan
mungkin bisa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat dari kombinasi
ketegangan psikologis, ketidakseimbangan biologis, dan kelelahan karena bekerja
terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4)
Seorang remaja cenderung
tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang
disebabkan kurangnya rasa percaya diri. Mereka mempunyai pendapat bahwa ada
jawaban-jawaban absolut dan bahwa mereka mengetahuinya.
5)
Siswa-siswi di SMP mulai
mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan mungkin
menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu.
Ciri-ciri
emosional remaja usia 15-18 tahun
1)
“Pemberontakan” remaja
merupakan pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak ke dewasa.
2)
Karena bertambahnya kebebasan
mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka. Mereka
mungkin mengharapkan simpati dan nasihat orang tua atau guru.
3)
Siswa pada usia ini
seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak diantara mereka
terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang untuk
memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
Sehubungan
dengan uraian tersebut dapat dianalisis bahwa
emosional remaja dibagi menjadidua rentang usia, yaitu Pada usia 12-15 tahun
remaja cenderung banyak murung, bertingkah laku kasar, membenarkan pendapatnya
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri dan pada usia 15-18 tahun
remaja cenderung bersifat pemberontak, seringkali mengalami konflik karena
bertambahnya mereka dan seringkali juga melamun memikirkan masa depanya.
Berdasarkan
dua buku penulis dapat disimpulkan bahwa karakteristik perkembangan emosi pada
remaja yaitu : suatu karakter seseorang yang dianggap bukan anak-anak dan bukan
dewasa, karena masa-masa ini mempunyai tahapan-tahapan seperti: masa praremaja,
masa remaja awal, masa remaja tengah, masa remaja akhir ( Conny Semiawan 1989).
Sedangkan menurut biehler (1972) karakteristik emosi pada remaja mempunyai
cirri-ciri perubahan dari rentang usia 12-15 tahun, pada usia ini seseorang
bersikap ingin menang sendiri (egois) sedangakan usia 15-18 tahun seseorang
sudah dapat menahan emosinya dan lebih memikirkan masa depanya.
E.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI
REMAJA
REMAJA
Menurut Mohammad Ali dan Mohammad
Asrori (2011:69-71)perkembangan emosi seseorang pada umumnya
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga
demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku
sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional,
misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.
Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan emosi remaja adalah sebagai berikut:
1.
Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukan dengan
adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota tubuh. Pada taraf permulaan
pertumbuhan ini hanya terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang
mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tubuh ini
yang sering mempunyai akibat tak terduga pada perkembangan emosi remaja. Tidak
setiap remaja dapat menerima kondisi tubuh seperti itu, lebih-lebih jika
perubahan tersebut menyangkut perubahan kulityang menjadi kasar dan penuh
jerawat. Hormon-hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan
alat kelaminnya sehingga dapat menyebabkan rangsangan didalam tubuh remaja dan
sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
2.
Perubahan Pola
Interaksi Dengan Orangtua
Pola asuh orang tua terhadap anak,
termasuk remaja sangat bervariasi. Ada yang pola asuhnya menurut apa yang
dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter,
memanjakan anak, acuh tak acuh tapi ada juga yang penuh cinta kasih. Perbedaan
pola asuh orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbadaan
perkembangan emosi remaja. Cara memberikan hukuman misalnya, kalau dulu anak
dipukul karena nakal, pada masa remaja cara seperti itu justru dapat
menimbulkan ketegangan yang lebih berat antara remaja dengan orang tua. Dalam
konteks ini Gardner (1992) mengibaratkan dengan kalimat Too Big to Spank yang
maknanya bahwa remaja itu sudah terlalu besar untuk dipukul.
Pemberontakan terhadap
orang tua menunjukan bahwa mereka berada dalam konflik dan ingin melepaskan
diri dari pengawasan orangtua. Mereka tidak merasa puas kalau tidak perna sama
sekali menunjukan perlawanan terhadap orang tua karena ingi n menunjukan
seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi orang yang lebih dewasa. Jika
mereka berhasil dalam perlawananterhadap orang tua sehingga menjadi marah,
mereka pun belum merasa puas karena orang tua tidak menunjukan pengertian yang
mereka inginkan. Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
emosi remaja.
3. Perubahan
Interaksi Dengan Teman Sebaya
Remaja seringkali membangun interaksi
sesama teman sebayanyasecara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan
aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng. Interaksi antar anggota dalam
suatu kelompok geng biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas
yang sangat tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti ini biasanya
diusahakan terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan
poistif, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat
menghindarkan pembentukan kelompok geng itu ketika sudah memasuki masa remaja
tengah atau remaja akhir. Pada masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan
teman-teman untuk melawan otoritas atau melakukan perbuatan yang tidak baik
bahkan kejahatan bersama. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada
masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Pada masa remaja
tengah, biasanya remaja benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman lawan
jenisnya, gejala ini sebenarnya sehat bagi remaja tetapi tidak jarang juga
menimbulkan konflik atau gangguan emosi lebih dewasa. Oleh sebab itu tidak
jarang orangtua justru merasa tidak gembira atau cemas ketika anak remajanya
jatuh cinta. Gangguan emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja
tidak terjawab atau karena pemutusan hubungan cinta dari satu pihak sehingga
dapat menimbulkan kecemasan bagi
orangtua dan bagi remaja itu sendiri.
4.
Perubahan Pandangan
Luar
Faktor penting yang dapat memengaruhi
perkembangan emosi remaja selain perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja
itu sendiri adalah pandangan dunia luar dirinya. Oleh sebab itu, orangtua dan
masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya pada mereka. Interaksi
dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah
memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup
sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan dan keputusan tentang
arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara penuh. Mereka
juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan teerhadap
dirinya sendiri, orangtua dan masyarakat.
Sehubungan dengan uraian tersebut dapat dianalisisbahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah Perubahan
jasmani dengan ditunjukkan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari anggota
tubuh; Perubahan pola interaksi dengan orangtua, pola asuh orangtua terhadap
anak sangat bervariasi, pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa
mereka berada dalam konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua;
Perubahan interaksi dengan teman, remaja sering kali membangun interaksi sesama
teman sebayanya secara khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas
bersama; Perubahan pandangan luar, mereka sudah sudah mulai memilih cara hidup
yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap diri sendiri, orangtua atau
masyarakat.
Menurut Soeparwoto dkk (2004:75-78)
a. Perubahan
Jasmani atau Fisik
Perubahan
atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber menyebabkan keadaan
tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini memengaruhi kondisi psikis
remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan yang dialami, karena tidak
semuanya menguntungkan. Terutama jika perubahan tersebut memengaruhi
penampilannya, misalnya kulit menjadi kasar dan berjerawat. Hormon-hormon
tertentu mulai bekerja sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya. Hal ini
menyebabkan rangsangan didalamntubuh remaja seringkali menimbulkan masalah
dalam perkembangan psikisnya, khususnya perkembangan emosinya.
b. Perubahan
Dalam Hubungan Orangtua
Sikap orangtua dalam
mendidik anaknya yang beranjak remaja dengan cara yang menurut apa yang
dianggap baik oleh orangtua, misal secara otoriter, penerapan disiplin yang
terlalu kaku, terlalu mengekang dapat menimbulkan ketegangan antara orangtua
dan anak yang akan memengaruhi perkembangan emosinya. Demikian pula cara
memberi hukuman yang tidak sesuai, misalnya memberi hukuman fisik tampaknya
tidak sesuai lagi bagi remaja jika penerapan hukuman dilakukan dengan cara yang
tidak bijaksana dapat menyebabkan ketegangan yang lebih berat bahkan mungkin
remaja akan berani melakukan pemberontakan , karena pada dasarnya ada
kecenderungan remaja untuk melepas diri dari orangtua. Ada ketidakharmonisan
hubungan orangtua dengan anaknya, tidak ada saling pengertian di antara
keduanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi remaja.
c. Perubahan
Dalam Hubungan dengan Teman
Pada masa anak biasanya
individu membentuk geng dari teman sejenisuntuk melakukan aktivitas bersama.
Pada awal remaja mereka membentuk geng yang bertujuan positif yaitu untuk
memenuhi minat bersama mereka, namun jika diteruskan pada masa remaja tengah
atau remaja akhir para anggota mungkin membutuhkannya untuk melawan otoritas
atau untuk melakukan hal yang tidak baik. Yang paling sering mendatangkan
masalah adalah hubungan cinta dengan lawan jenis. Pada usia remaja biasanya
seseorang mulai jatuh cinta dengan teman atau kenalannya. Gejala ini biasa bagi
remaja namun kadang kala menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya
cinta yang tak terbalas atau putus cinta sehingga mengganggu perkembangan emosi
remaja. Percintaan dikalangan remaja juga terkadang menimbulkan konflik dengan
orangtua karena ada kekhawatiran dari pihak orangtua kalau terjadi hal-hal yang
diluar batas sehigga mereka melarang anaknya berpacaran.
d. Perubahan
Dengan Hubungan Dengan Sekolah
Menginjak remaja
mungkin mereka mulai menyadari pentingnya pendidikan untuk kehidupan dimasa
mendatang. Hal ini sedikit banyak dapat menimbulkan kecemasan sendiri bagi
remaja. Lebih lanjut berkaitan dengan apa yang dilakukan setelah lulus,
bagaimana prospek untuk mendapatka pekerjaan dan ketakutan untuk memasuki dunia
kerja bisa menambah ketegangan dan kecemasan remaja.
e. Perubahan
Atau Penyesuaian Dengan Lingkungan Luar
Perubahan yang radikal
yang dialami remaja dari masa anak ke masa dewasa menyebabkan perubahan dari
pola kehidupannya. Bila mereka tidak dipersiapkan dengan peran barunya, mereka
mengalami kesulitan dan timbul perasaan tidak mampuAdanya harapan sosial untuk
perilaku yang lebih matang. Ketika seseorang memasuki masa remaja ia mulai
kelihatan seperti orang dewasa. Sehubungan dengan hal itu mereka juga
diharapkan dapat menyesuaikan diriuntuk bertindak dewasa. Tekanan-tekanan
sosial semacam ini sering kali menyebabkan mereka cemasAspirasi yang tidak
realistik. Aspirasi pada semasa anak biasanya tidak realistik. Jika remaja
gagal mencapai aspirasai mereka, akan menyebabkan perasaan tidak mampu dan jika
mereka memproyeksikan kegagalannya kepada orang lain, maka akan menambah
perasaan tidak mampu (Hurlock, 1973:47)
Selain hal-hal yang talah disebutkan diatas kiranya masih
banyak faktor yang memengaruhi perkembangan emosi remaja atau peserta didik.
Namun dari apa yang diuraikan rasanya telah cukup banyak faktor yang memengaruhi perkembangan emosi remaja.
Dari uraian diatas dapat dianalisis
bahwa Perubahan Jasmani berlangsung cepat yang menyebabkan kondisi tubuh
menjadi tidak seimbang. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan yang
dialami, terutama jika penampilan tersebut memengaruhi penampilannya.Ada
kecenderungan Remaja untuk melepas diri dari orangtua. Adanya ketidakharmonisan
hubungan orangtua dan anak, tidak adanya saling pengertian diantara keduanya
sangat berpengaruh terhadap emosi remaja.Pada Remaja, mereka sering membentuk
geng dari teman sejenis untuk melakukan aktivitas bersama, namun jika
diteruskan anggota akan membutuhkan otorites atau melakukan hal yang tidak baik.Remaja
sudah menyadari bahwa pendidikan itu penting untuk kehidupan masa
depan.Perubahan radikal yang dialami remaja dari masa anak-anak hingga dewasa
menyebabkan perubahan terhadap pola kehidupan, adanya harapan sosial untuk
perilaku yang lebih matang dan aspirasi yang tidak realistik.
Berdasarkankedua sumber buku dapat
disimpulkan Faktor-faktor yang memengaruhi Perkembangan Emosi Remajaadalah
Perubahan Jasmani, Perubahan Hubungan dengan dengan Orangtua, Perubahan
Hubungan dengan Teman, Perubahan Hubungan dengan Sekolah dan Perubahan
Pandangan Luar.perkembangkan emosi tampak jelas pada perubahan tingkah laku,
kualitas / fluktuasi gejala dalam tingkah laku tergantung pada tingkah laku
emosional, misalnya agresif, rasa takut, sikap apatis dan tngkah laku yang
menyakiti diri sendiri.
F. UPAYA MENGEMBANGKAN EMOSI
REMAJA DAN IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Menurut W.T Grant Consurtium
(2011:73-75)Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat
mengembangkan kecerdasaan emosional,salah satu antaranya adalah dengan
menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant consortium tentang “Unsur-unsur Aktif Progam Pencegahan”,
yaitu sebagai berikut :
1.
Pengembangan
keterampilan emosional.
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosional individu
adalah:
1. Mengidentifikasi
dan member nama atau label perasaan.
2. Mengungkapkan
perasaan.
3. Menilai
intensitas perasaan.
4. Mengelola
perasaan.
5. Menunda
pemuasan.
6. Mengendalikan
dorongan hati.
7. Mengurangi
stress,dan
8. Memahami
perbedaan antara perasaan dan tindakan.
2.
Pengembangan
keterampilan kognitif.
Cara yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan keterampilan kognitif individu adalah sebagai berikut:
a)
Belajar melakukan dialog
batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat
perilaku diri sendiri.
b)
Belajar membaca dan
menafsirkan isyarat-isyarat social,misalnya mengenali pengaruh social terhadap
perilaku dan melihat diri sendiri dalam perspektif masyarakat yang lebih luas.
c)
Beljar menggunakan
langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, misalnya
mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran, mengidentifikasi
tindakan-tindakan alternative, dan memperhitungkan akibat-akibat yang mungkin
timbul.
d) Belajar
memahami sudut pandang orang lain(empati)
e)
Belajar memahami sopan
santun, yaitu perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak.
f)
Belajar bersikap
positif terhadap kehidupan.
g)
Belajar mengembangkan
kesadaraan diri, misalnya mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang
diri sendiri.
3.
Pengembangan
keterampilan perilaku.
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan ketempilan perilaku individu adalah
sebagai berikut:
a)
Mempelajari keterampilan
komunitasi non verbal, misalnya berkomunikasi melalui pandangan mata, ekspresi
wajah, gerak-gerik, posisi tubuh, dan sejenisnya.
b)
Mempelajari
keterampilan komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan dengan jelas,
mendeskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menanggapi kritik
secara efektif, menolak pengaruh negative, mendengarkan orang lain, dan ikut
serta dalam kelompok-kelompok kegiataan positif yang banyak menggunakan
komunikasi verbal.
Cara
lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi
remaja agar dapat memiliki kecerdasaan emosional adalah denga melakukan
kegiatan-kegiatan yang didalamna terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) yang kemudian
diberi nama self-Science Curriculum, sebagaimana dipaparkan berikut ini.
a. Belajar
mengembangkan kesadaran diri.
Caranya adalah
mengamati sendiri dan mengenali perasaan sendiri, menghimpun kosakata untuk
mengungkapkan perasaaan, serta memahami hubungan antara pikiran,perasaan,dan
respons emosionalnya.
b. Belajar
mengambil keputusan.
Caranya adalah
mencermati tindakan-tindaan dan akibat-akibatnya, memahami apa yang menguasai
suatu keputusan, pikiran atau perasaan, serta menerapkan pemahaman ini kemasalah-masalah
yang cukup berat, seperti masalah seks dan obat terlarang.
c. Belajar
mengelola perasaan.
Caranya adalah memantau
pembicaraan sendiriuntuk menanggap pesan-pesan negative yang terkandung
didalamnya, menyadari apa yang ada dibalik perasaan (misalnya,sakit hati yang
mendorong amarah), menemukan cara-cara untuk menangani rasa takut, cemas,
amarah, dan kesedihan.
d.
Belajar menangani
strees.
Carnya adalah
mempelajari pentingnya berolah raga, perenungan yang terarah, dan metode
relaksasi.
e. Belajar
berempati.
Caranya adalah memahami
perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain,
serta menghargai perbedaan perasaan orang lain mengenai sesuatu.
f. Belajar berkomunikasi.
Caranya adalah
berbicara mengenai perasaan secar efektif, yaitu belajar menjadi pendengar dan
penanya yang baik, membedakan antara apa yang menjadi atau yang dikatakan
seseorang dengan reaksi atau penilaian sendiri tentang sesuatu, serta
mengirimkan pesan dengan sopan dan bukannya mengumpat.
g.
Belajar buka diri.
Caranya adalah
menghargai keterbukaan dan membina kepercayaan dalam suatu hubungan serta
mengetahui situasi yang aman untuk membicarakan tentang perasaan diri sendiri.
h.
Belajar mengembangkan
pemahaman.
Caranya adalah
mengidentifikasi pola-pola kehidupan emosional dan reaksi-reaksinya serta
mengenali pola-pola serupa pada orang lain.
i.
Belajar menerima diri
sendiri.
Caranya adalah merasa
bangga dan memandang diri sendiri dari sisi positif,mengenali kekuatandan
kelemahan diri anda, serta mampu untuk menertawakan diri anda sendiri.
j.
Belajar mengembangkan
tanggung jawab pribadi.
Caranya adalah belajar
rela memikul tanggung jawab, mengenali akibat-akibat dari keputusaan dan
tindakan pribadi, serta menindaklanjuti komitmen yang telah dibuat dan
disepakati.
k. Belajar
mengembangkan ketegasaan.
Carnya adalah dengan
mengungkapkan keprihatinan dan perasaan anda tanpa rasa merah atau berdiam
diri.
l.
Mempelajari dinamika
kelompok.
Caranya adalah mau
bekerja sama, memahami kapan dan bagaimana memimpin,serta memahami kapan harus
mengikuti.
m. Belajar
menyelesaikan konflik.
Caranya adalah memahami
bagimana melakukan konfrontasi secara jujur dengan orang lain, orang tua, atau
guru, serta memahami contoh penyelesaian menang-menang(win-win solution) untuk
merundingkan atau menyelesaikan suatu perselisihan.
Dari uraian tersebut
dapat dianalisis bahwa Cara lain yang dapat
digunakan sebagai intervensi mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki
kecerdasaan emosional ,dikembangkan oleh Daniel
Goleman (1995) dan kemudian diberi nama Self-Science Curriculum, antaralain, Belajar
mengembangkan kesadaran diri, Belajar
mengambil keputusan, Belajar
mengelola perasaan , Belajar
menangani strees, Belajar
berempati, Beajar
berkomunikasi, Belajar
buka diri, Belajar
mengembangkan pemahaman, Belajar
menerima diri sendiri, Belajar
mengembangkan tanggung jawab pribadi,
Belajar
mengembangkan ketegasaan, Mempelajari
dinamika, Belajar menyelesaikan
konflik.
Menurut
Sunarto dan Ny.Agung Hartono. (1994:138-140)dalam kaitannya dalam emosi remaja awal
yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang
dapat dilakukan oleh guru adalah konsiten dalam mengelolaan kelas dan
memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Guru-gurudapat
membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan
dalam pekerjaan/tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih
tenang dan lebih mudah ditangani. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan
mendorong meraka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Apabila ada ledakan-ledakan
kemarahan sebaiknya kita memperkecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan
jalan tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan
memulai aktivitas baru. Jika kemarahan siswa tidak juga reda, guru dapat
meminta bantuan kepada petugas bimbingan penyuluhan. Dalam diskusi kelas,
tekankan pentingnya memperhatikan pandangan orang lain dalam
mengembangkan/meningkatkan pandangan sendiri. Kita hendaknya berwaspada
terhadap siswa yang ambisius, berpendirian keras dan kaku yang suka
mengintimidasi kelasnya sehingga tidak ada seseorang yang berani tidak
sependapat dengannya atau menentangnya.
Reaksi yang sering kali terjadi
pada diri remaja terhadap temuan-temuan mereka bahwa kesalahan orang dewasa
merupakan tantangan terhadap otoritas orang dewasa. Guru-guru di SMA
terperangkap oleh kemampuan siswa yang baru dalam menentukan/menemukan dan
mengangkat ke permukaan tentang kelemahan-kelemahan orang dewasa. Bertambahnya
kebebasaan dari remaja seperti menmbah “bahan bakar terhadap api”, bila banyak
dari keinginan-keinginannya langsung dihambat/diirintangi oleh guru-guru dan
orang tua. Satu cara untuk mengatasinya adalah meminta siswa mendiskusikan atau
menulis tentang perasaan-perasaan mereka yang negative. Ingat bahwa meskipun
penting bagi guru untuk memahami alas
an-alasan pemberontakannya, adalah sama pentingnya bagi remaja untuk belajar
mengendalikan dirinya, karena hidup dimsyarakat adalah juga menghormati dan
menghargai keterbatasaan-keterbatasaan, kebebasaan individual.
Untuk menjukan kematangan mereka,
para remaja terutama laki-laki sering kali merasa terdorong untuk menentang
otoritas orang dewasa. Sebagai seorang guru di SMA, seseorang ada dalam posisi
otoritas, dan kerana itu mungkin gurlah yang merupakan target dari
pemberontakan dan rasa permusuhan mereka. Tampaknya cara yang paling baik untuk
menghadapi pemberontakan para remaja adalah pertama mencoba untuk mengerti
mereka, dank edua melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu
siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan. Satu cara untuk
membuktikan kedewasaan seseorang ialah terampilan dalam melakukan sesuatu. Jika
guru (mungkin anada) menyadari sebagai seorang yang bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebeut pada diri siswa walaupun
dalam cara-cara yang amat terbatas. Pemberontakan dan sikap permusuhan dalam
kelas dapat agak dikurangi.
Remaja ada dalam keadaan yang
membingungkan dan serba sulit. Dalam banyak hal ia tergantung pada orang tua
dalam keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada
pengasuhan yang mereka berikan dari saat dia tidak mampu memelihara dirinya
sendiri. Namun ia harus lepas dari orang tuanya agar ia menjadi orang dewasa
yang mandiri, sehingga adanya konflik dengan orang tua tidak dapat dihindari.
Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang
selanjutnya dapat memperbesar jurang antara dia dengan orang tuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung
terhapat rantai peristiwa tersebut mungkin merasa perlu menceriterakan
penderitaannya, termasuk mungkin rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain.
Karena itu seorang guru diminta untuk berfungsi dan sikap seperti pendengar
yang simpatik.
Siswa sekolah menengah atas banyak
memikirkan hal-hal yang lain daripada tugas-tugas sekolah mengisi
pemikiran-pemikiranya, misalnya seks,
konflik dengan orang tua, dan apa yang akan dilakukan dalam hidupnya
setelah ia tamat sekolah. Salah satu persoalan yang paling membingungkan yang
dihadapi oleh guru ialah bagaimana menghadapi siswa yang hanya mempunyai
kecakapan teratas tetapi yang selalu “memimpikan kejayaan”. Seorang guru tidak
ingin membuat mereka putus asa, tetapi jika ia mendorong siswa tersebut untuk
berusaha apa yang tidak mungkin dilakukan walaupun mungkin pernah mencoba namun
gagal, dapat terjadi kegagalan ini malah menambah kesengsaraan dalam hidupnya.
Barang kali penyelesaian yang paling baik adalah mendorong anak itu untuk
berusaha nsmun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan.
Menyarankan tujuan-tujuan pengganti mungkin merupakan alternatif cara membantu
ambisi-ambisinya lebih realistik dan mudah mengatasinya apabila mengalami
kegagalan.
Kebanyakan para siswa disekolah
menengah atas mnginginkan menjadi pegawai negeri/ pegawai kantor meskipun
kenyataannya hanya sebagaian kecil saja yang mencapai tujuan tersebut. Apabila
ia menganggap remeh pekerjaan sebagai buruh, ini berarti bahwa anak-anak muda
yang memasuki dunia kerja tersebut mungkin tidak mempunyai atau sendikit
mempunyai kebanggaan terhadap apa yang mereka kerjakan. Kita para guru
hendaknya dapat memberikan keyakinan kepada siswa bahwa semua pekerjaan adalah
bermanfaat apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hati-hati, dan penuh
tanggung jawab.
Jadi terdapat berbagai cara
mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan
dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan sebelum
berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat.
Dari uraian diatas dapat dianalisis
bahwa Dalam kaitannya emosi remaja tahap awal dapat cenderung banyak melamun
dan sulit ditebak. Salah satunya remaja sering bertingkah laku kasar.Penyebab
terjadinyakenakalan/emosi remaja (Exteren): Pergaulan bebas, Bermain tidak
mengenal waktu, Menggunakan obat terlarang atau barang haram.Penyebab
terjadinya kenakalan/emosi remaja (Interen): Kurang kasih sayang dari orang tua,
Keluarnya yang kurang harmonis (KDRT).Yang pertama Guru wajib membantu atau
mencoba untuk membimbing dan mengerti sifat karakter siswa masing-masing, kedua
melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa biar bisa
berhasil atau berprestasi dalam bidang yang diharapkan atau terpandam. Kalau
guru tidak bisa membimbing siswa guru dapat meminta membantu kepada petugas
bimbingan penyuluhan.
Dari beberapa buku dapat disimpulkan
bahwa remaja harus dapat diarahkan kesegi yang positif agar emosinya dapat
terkendalikan dengan baik dan perilakunya bisa lebih baik dalam situasi dan kondisi.Melakukan
segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa biar bisa berhasil
atau berprestasi dalam bidang yang terpendam atau diharapkan dan berkembang apabila bakat tersebut
tersalurkan, misalnya orang yang ahli olah raga dapat disalurkan melalui
pertandingaan antar remaja, orang yang ahli keseniaan/ vocal disalurkan melalui
sarana music dan diadakan lomba-lomba,dll.
0 komentar:
Posting Komentar